Rabu, 30 Juni 2010

PETA SEBARAN MINERAL LOGAM DI PROPINSI JAMBI

Peta Sebaran Lokasi Mineral Logam di Propinsi Jambi yang diidentifikasikan kedalam

A. FORMASI PEMBAWA MINERAL LOGAM

  1. Batuan Volkanik Kuarter 
  2. Batuan Volkanik Tersier/Pra-Tersier
  3. Sedimen/Metamorfik

B. MINERAL LOGAM
- Emas Plaser

Minggu, 27 Juni 2010

Pelatihan Pemetaan dan Spasial GIS


Sistem Informasi Geografis atau GIS adalah sistem informasi khusus yang mengelola data menggunakan inforamsi spasial (keruangan) atau dalam arti sempit dapat diartikan sebagai sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi bereferensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, geografi, geologi, perencanaan, bisnis pemasaran, kesehatan dan banyak disiplin lainya juga telah memanfaatkan alat dan cara sistem informasi geografis (LATIN, 2010).


Dengan mengikuti pelatihan pemetaan dan spasial GIS menggunakan sofware Arcview serta GPS, peserta mampu menguasai pembuatan peta yang standar dan mampu mengembangkan peta dasar serta sumber peta lainya seperti, Peta Rencana Tata Ruang Propinsi atau Kabupaten, Citra Satelit/Landsat, dll sesuai dengan koordinat geodetic dan UTM (Purwanto, 2010).

Forum Tata Ruang (FTR) menyelenggarakan Pelatihan Pemetaan dan Spasial GIS yang dikemas dalam bentuk workshop, meliputi kegiatan dasar dan pemetaan.





Jumat, 25 Juni 2010

Pemerintah Rampungkan RAN REDD Plus

 
 
 
Kementerian Kehutanan (Kemhut) sudah menyusun draft Rencana Aksi Nasional (RAN) pengurangan emisi. Menurut Hadi Daryanto, Dirjen Bina Produksi Kehutanan (BPK) Kemhut, strategi menekan jumlah emisi dilakukan diantaranya melalui pengurangan laju deforestasi (Reduction Emision from Deforestation/RED).
 
Beberapa program yang dijalankan adalah mencegah konversi hutan alam dan gambut untuk kebutuhan lain secara permanen selama dua tahun. Kebutuhan lain secara permanen itu misalnya untuk kepentingan pemukiman dan jalan tol. “Program lainnya mencegah perambahan hutan, ilegal loging, dan kebakaran hutan,” tukas Hadi.

Luas Deforestasi Rata-rata (LDR) hutan Indonesia mencapai 1,175 juta hektar per tahun. Angka ini didapat dari rata-rata deforestasi selama 2005 hingga 2010. Nah, lewat beberapa program tadi, pada tahun 2011, Kemhut memperkirakan Laju Deforestasi Tahunan (LDT) akan turun hingga 950 ribu hektar. “Dengan perkiraan volume karbon dari biomass hutan tropis sebesar 550 ton CO2e per hektar, maka kita bisa mendapat sekitar 123,75 juta CO2e,” tukasnya.

Di sisi degradasi (Reduction Emision From Degradation), ada dua program yang akan dijalankan. Pertama, menerapkan Radius Impact Logging (RIL) dalam rangka pemanenan produksi kayu yang bertanggung-jawab. Ini dilakukan untuk menjaga kualitas lingkungan dan pengurangan stok karbon secara berlebih kala pemanenan.

Selain itu menetapkan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanaman Indonesia (TPTI). Sistem ini sebetulnya sudah diatur sejak 21 Agustus 2009 silam lewat Peraturan Dirjen BPK No P.9/VI-BPHA/2009. Tujuan TPTI adalah meningkatkan produktivitas hutan alam tegakan tidak seumur melalui tebang pilih dan pembinaan tegakan tinggal dalam rangka memperoleh panenan yang lestari.

Kebijakan ini akan dilakukan di 19 provinsi yang memiliki Hak Penggunaan Hutan (HPH) dengan total luas HPH 9,1 juta hektar. Lahan HPH terluas diantaranya terletak di Kalimantan Tengah seluas 2,1 juta hektar. “Estimasi stok karbon yang bisa dijaga sebesar 32,76 juta ton karbon,” tukasnya.

Strategi Nasional REDD Plus ini merupakan bagian dari pelaksanaan Letter of Intent (LoI) Indonesia-Norwegia. Pemerintah membentuk kelompok kerja untuk pelaksanaan fase pertama perjanjian tersebut. Diantaranya adalah kelompok kerja Penetapan Strategi Nasional Reduction Emision from Degradation and Deforestation (REDD) Plus. Penanggung jawab kelompok kerja ini adalah Bappenas.

Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Lukita Dinarsyah Tuwo menyatakan pihaknya memang ditugaskan untuk menyusun strategi nasional REDD Plus ini. Namun penyusunannya akan bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan. Sebab Bappenas sendiri sepertinya lebih mengandalkan Kemenhut dalam menyusun strategi nasional ini. “Teman-teman kehutanan sudah banyak studi soal itu,” ujarnya, Kamis (24/6). Targetnya, strategi nasional ini akan selesai pada bulan Oktober ini.

Kamis, 24 Juni 2010

Gambut Dalam Kepungan REDD

Gambut Dalam Kepungan REDD

Perubahan ilkim diakui telah membuat masyarakat cemas, terutama mengenai dampaknya yang di sebabkan oleh degradasi lingkungan. Meningkatnya emisi oleh aktivitas industri menjadikan kebocoran lapisan ozon semakin melebar. Efeknya, suhu bumi meningkat dan berpengaruh kepada siklus iklim global, contohnya kutub mulai mencair, permukaan air laut naik, musim tak dapat lagi di prediksi.lebih memprihatinkan yang paling rentan terkena dampak tersebut adalah masyarakat miskin. 

Salah satu upaya mengurangi dampak perubahan ilkim atau pemanasan global adalah REDD(Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation).REDD menurut Permenhut no P.30/2009 merupakan upaya Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Mencakup semua upaya pengelolaan hutan dalam rangka pencegahan dan atau pengurangan penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Sedangkan menurut kelompok anti REDD, proyek tersebut merupakan skema Negara kapitalis menjadikan rakyat indonesia ( Negara Selatan ) agar memilki kemauan menunggu pohon, demi kelangsungan industri Negara –Negara Utara yang tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang di akibatkan oleh aktivitas industri mereka. Intinya, rakyat indonesia dalam skema REDD menjadi pelayan bagi Negara-negara maju. Pelayan yang tidak boleh menyentuh pohon yang mereka jaga dan tanam diatas wilayah kelola mereka.

Terlepas dari semua itu, faktanya REDD kini menjadi program yang membingungkan bagi kalangan awam. Terutama mengenai posisi masyarakat dalam skema tersebut. Pasalnya, selain salah satu sumber dana REDD di perbolehkan dari utang, juga mekanisme pengajuan REDD semisal, verifikasi, registrasi dan legislasi yang tidak di mengerti oleh rakyat. Tentunya, hal itu sama saja REDD cenderung memberi peluang kepada pemodal asing atau nasional yang selama ini anti kelestarian lingkungan untuk meraih keuntungan dari program tersebut dan menjauhkan masyarakat dari hak kelolanya. Jadi, skema tersebut sangat jauh dari rasa keadilan. Karena di lapangan, jangankan untuk REDD, kebijakan pemerintah untuk hal lain misalnya kasus penyerobotan lahan rakyat oleh perusahaan, pasti pihak perusahan atau pemodal yang di bela oleh pemerintah. Wajar saja, jika kerugiaan kelompok anti REDD semakin menjadi jika kita sama-sama melihat seperangkat peraturan ( terutama Permenhut ) yang menomor duakan peran masyarakat. Padahal, masyarakat setempatlah yang paling ahli dan faham mengelola, sekaligus pemilik dan penjaga gambut selama berabad lamanya.

Gambut Dalam Investasi REDD
Gambut merupakan areal yang paling banyak menyerap emisi. Indonesia diperkirakan memiliki 21 juta hektar lahan gambut. Luas lahan gambut itu meliputi 7,2 juta hektar di Sumatera, 5,8 juta hektar di Kalimantan, dan 8 juta hektar di Papua yang dikategorikan paling dangkal. Khusus untuk Kalimantan Tengah terdapat kawasan gambut seluas 3 juta hektar ( Walhi Kalteng ). Kalteng telah di jadikan percontohan proyek REDD di kawasan eks PLG sejuta hektar sejak februari 2009 silam. Sejumlah lembaga internasional sudah jauh-jauh hari berada di Kalteng untuk menjalankan program REDD. Mulai dari pemeberdayaan masyarakat hingga koservasi hutan dengan dukungan dana dari dalam maupun luar negeri.

Kritik dari penulis kepada lembaga-lembaga yang ada, sejauh ini mereka belum melakukan tindakan konkrit untuk menahan laju investasi perkebunan kelapa sawit. Padahal diantara perusahaan tersebut telah melakukan pemebersihan lahan di kawasan gambut yang memilki kedalaman 3 meter. Tentunya hal itu di indikasikan telah melanggar inpres no 2 /2007 sekaligus telah mengurangi lahan penyerap emisi. Padahal, inisiatif warga lokal dalam mencegah laju investasi sawit telah terjadi. Namun sejauh ini belum ada pendampingan serius dari lembaga-lembaga yang ada.

Menyikapi fakta tersebut, penulis menyarankan agar para pihak tidak perlu lama-lama terjebak memusingkan REDD. Hal yang perlu di lakukan adalah bagaimana caranya agar masyarakat sekitar memilki daya tawar kuat dalam setiap kebijakan. Apakah bentuknya pengorganisasian, penguatan ekonomi rakyat, meperjuangkan pengakuan peraturan adat atau yang lainnya untuk menjaga wilayah kelola mereka dari ancaman penggusuran. Karena mau kebijakan atau program apapun, jika posisi tawar masyarakat kuat, maka masyarakat itu sendiri yang akan menentukan pilihan atas wilayah kelolanya. Jadi, perluasan kebun sawit di wilayah gambut merupakan kewajiban semua pihak untuk memperbincangkan dan mengambil langkah-langkah nyata untuk menindak lanjutinya. Dan harus terlepas dari isu REDD yang telah banyak menguras energi dan waktu, sedangkan investasi perkebunan sawit, pertambangan batu bara dan investasi lainnya yang berpotensi merusak kelestarian lahan gambut terus melaju tanpa batu sandungan sedikitpun. 

Oleh : April Perlindungan

Selasa, 22 Juni 2010

Bagaimana Me-monitoring REDD+ pada Hutan Lindung Gambut dan Hutan Produksi Terbatas menggunakan Teknologi GIS dan Remote Sensing di Propinsi Jambi

Propinsi Jambi berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah memiliki 5.100.000 Ha, yang terbagi dalam satu (1) pemerintah kota dan sembilan (9) kabupaten. Luas Kawasan hutan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No : 108 Tahun 1999 adalah 2.179.440 Ha atau 42,73% luas daratanya. Hampir setengah daratan di Propinsi Jambi adalah kawasan hutan dengan berbagai tipe vegetasi yang lengkap dan berbagai pengelompokan hutan.Di bagian Timur dataran rendah dengan hutan mangrove, bagian tengah hutan tropika dataran rendah dan bagaian Baratnya hutan tropika ataran tinggi atau penggunungan (Budidaya, 2008).

Adapun luas Hutan Lindung Gambut dan Hutan Produksi Terbatas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


Untuk me-monitoring REDD+ pad Kawasan Hutan Lndung Gambut dan Hutan Produksi Terbatas diperlukan aplikasi teknologi GIS dan Remote Sensing. Menurut Pendapat Kiswanto (2010), GIS dan Remote Sensing dapat digunakan dalam mendukung pelaksanaan program REDD, dan dapat menentukan antara lain :

  1. Peta Kawasan Hijau dan Kemapuan Menyerap Karbon
  2. Gambaran Perubahan penutupan Lahan
  3. Penentuan Tingkat Ke-kritisan Lahan
Teknologi GIS dan Remote Sensing untuk me-monitoring REDD lebih siginfikan menggunakan Software IDRISI TAIGA. Software ini merupakan kesatuan antara GIS dan pemrosesan gambar untuk memberikan solusi dengan lebih 300 modul untuk analisis dari digital spasial informasi.

Keutamaan Idrisi Taiga berupa ; Pemodelan Trend Bumi, segmentasi warna gambar satelit dan pemodelan perubahan lahan dan  keutamaan lainya :
  1. GIS Analysis
  2. Image Processing
  3. Surface Analysis
  4. Change and Time Series Analysis
  5. Modeling
  6. Decission support and Uncertainity Management
Sumber Pustaka:
- Budidaya, 2008. Peluang Implemetasi REDD di Jambi. Kadis Hut. Propinsi Jambi
- Kiswanto, 2010 Peran GIS dan RS terhadap REDD.  Universitas Mulawarman.

Dr. Oldy, A. A : Dampak Penambahan Kuota Beasiswa terhadap Universitas Muara Bungo dan Masyarakat

  Muara Bungo, 8 Desember 2024 – Penambahan kuota beasiswa di Universitas Muara Bungo (UMB) menjadi salah satu langkah strategis yang tidak...

Struktur Sungai

Struktur Sungai

POLA RUANG SUMATERA

POLA RUANG SUMATERA

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

BERHALE ISLAND

Pulau Berhala
Large selection of World Maps at stepmap.com
StepMap Pulau Berhala


ISI IDRISI TAIGA

ISI IDRISI TAIGA

HOW TO GOIN ON BERHALE ISLAND

Kota Jambi

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

TERAKHIR DI UPDATE GOOGLE

COMMUNICATE

+62 812731537 01