Sibolga, (Analisa). Hingga kini, Pemko Sibolga belum memiliki peraturan daerah (Perda) Tata Ruang dan Zonasi, sehingga pembagunan daerah dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik dan lokasi peruntukan wilayah.
Hal ini lain juga dapat merusak tata lingkungan hidup, Pemko Sibolga juga akan sulit menempatkan blue print Kota Sibolga 20 tahun ke depan. Terimbas pada, anggaran dari APBN maupun dana alokasi khusus (DAK) khususnya bidang perumahan rakyat dan Departemen Pekerjaan Umum.
Demikian disampaikan komisi III DPRD Sibolga, Selasa (6/7) dalam sidang paripurna dewan mengagendakan penyampaian Perda Insiatif di prakarsai Jamil Zeb Tumori (F-Golkar), Pantas L Tobing (F-Demokrat), Albar Sikumbang, Kamil Gulo, Jimmy Hutajulu, Henry Tamba dan Muktar Nababan (F-Golkar).
Dalam paparan komisi III disampaiakan Ketuanya, Jamil Zeb Tumori menyatakan, dalam instruksi Presiden No. 1/2010 tentang prioritas pembangunan nasional ditargetkan seluruh daerah sudah mempunyai Perda Tata Ruang dan Zonasi paling lambat Desember tahun ini.
"Pada 2011 program pembangunan tinggal jalan karena acuannya sudah ada, tidak seperti sekarang, semuanya masih diragukan. Perda ini tidak bisa ditawar lagi. Sesuai UU No. 26/2007, pemerintah provinsi wajib mensesuaikan Perda ini paling lambat 2 tahun, sedangkan kabupaten/kota 3 tahun setelah disosialisasikan," ujar Jamil.
Bahkan, lanjut dia, Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa mengancam, bagi daerah yang belum memiliki peraturan daerah (Perda) Tata Ruang dan Zonasi tidak akan diberikan DAK .
Jamil menekankan, DPRD dan Pemko Sibolga harus lebih dulu mematuhi aturan itu, karena batas penerapan Perda itu hingga akhir tahun ini, yakni Desember 2010 dan mengambil peluang dalam memperoleh anggaran dari APBN dengan lebih dulu mensesuaikan Perda Tata Ruang dan Zonasi dengan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang.
Menurut politisi muda Golkar ini, bila Perda sudah diterapkan, maka jika ada proyek yang dibangun tidak sesuai, bisa dikenai sanksi tegas. Baik administrasi, denda, pembongkaran hingga pidana.
"Kalau nanti izin yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai tata ruang akan ada konsekuensi yang ditanggung pihak pengelola/rekanan konstruksi," katanya.
Sebab, sambung Jamil, tata ruang itu lintas sektor, sangat-sangat terpengaruh dengan sektor lainnya. Tata ruang mengatur lokasi mana yang boleh dibangun, atau tidak boleh dibangun, maupun lokasi mana yang boleh dibangun dengan persyaratan.
"Kita optimis pada 2010, Ranperda itu dapat disahkan menjadi Perda," ujarnya.
Badan Legislatif (Baleg) DPRD Kota Sibolga akan melakukan kajian yang melibatkan alat-alat kelengkapan DPRD, pengayaan ilmu dengan akademisi dari USU, lokakarya, dan kunjungan kerja. (yan)
dikutip dari :
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=61244:-komisi-iii-prakarsai-perda-inisiatif-tata-ruang&catid=51:umum&Itemid=31
Senin, 12 Juli 2010
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus dugaan korupsi anggaran Rancangan Umum Tata Ruang Kota Medan (RUTRK) atau Master Plan senilai Rp4,3 miliar yang disimpulkan penyidik Polda Sumut masih belum lengkap.
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus dugaan korupsi anggaran Rancangan Umum Tata Ruang Kota Medan (RUTRK) atau Master Plan senilai Rp4,3 miliar yang disimpulkan penyidik Polda Sumut masih belum lengkap.
“BAP tersangka Hj dkk yang diserahkan tim penyidik Tipikor Poldasu kemarin masih belum sempurna, ” kata Kasi Penerangan Hukum/ Humas Kejatisu, Edi Irsan Kurniawan Tarigan, Kamis (8/7).
Menurutnya,berkas dikembalikan ke Polda Sumut karena setelah diteliti masih belum lengkap. “Sejauh ini masih dua BAP dari enam tersangka yang kami terima, salah satunya atas nama tersangka Hj.Pengembalian berkas itu disertai petunjuk untuk dilengkapi, “kata Tarigan.
Menurutnya, kekurangan dalam BAP itu dinilai jaksa sangat krusial yang berkaitan dengan syarat Formil dan Materil.
Menurut informasi, penyidik Poldasu telah bekerja lebih kurang dua tahun untuk mengungkap kasus tersebut. Ada enam tersangka yang dinilai dalam kasus dugaan korupsi Master Plan itu.
Keenamnya merupakan pejabat rekanan. Antara lain, Hj mantan Kepala Bappeda Medan yang kini menjabat sebagai Asisten Ekonomi Pembangunan Pemko Medan, SA selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Bappeda Medan, SC selaku penerima dan pencaiiran cek ke PT Bank Sumut, dan FHB selaku Direktur PT Indah Karya.
Adanya kerugian negara dalam kasus ini dikuatkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut. Di mana hasil temuan lembaga itu ada kebocoron uang negara dirugikan sebesar Rp 1,2 miliar.
Kasus ini terkuak bermula dari adanya laporan Ir Filiyanti Bangun pada 26 Februari 2008 lalu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan Tanda Bukti Pengaduan No. 2008-02- 000478.
Tim khusus penyidik KPK melakukan penelitian kasus itu bulan April-Mei 2008 lalu, kemudian dilimpahkan kasusnya ke polisi. Lalu, Juni 2008, Kompol Baza W Zebua yang saat itu menjabat Kasat III Tipikor Dit Reskrim Polda Sumut memanggil Filiyanti Bangun dan menyatakan Kapolri telah melimpahkan laporannya ke Mapoldasu.
Proyek penyusunan dokumen Master Plan Kota Medan itu diketahui salah satu program Bappeda Kota Medan pada APBD 2006. RTR WK Medan 2006-2016 ini seyogyanya menjadi pedoman Kota Medan 10 tahun mendatang (menurut UU No 24/1992) atau 20 tahun mendatang (menurut UU No 26/2007) dalam membangun wilayah Kota berpenduduk 2,5 juta jiwa ini.
Namun, ditengarai tidak tepat sasaran dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademik sehingga layak dibatalkan. Selain memeriksa puluhan saksi,penyidik telah melakukan penyitaan atas dokumen dan surat- surat yang ada hubungan nya dengan dugaan kasus yang disebut-sebut melibatkan sejumlah pejabat Pemko Medan itu.
Selanjutnya melayangkan surat ke Mabes Polri untuk ditembuskan ke Gubernur Bank Indonesia (BI) guna memeriksa rekening pihak-pihak yang diduga telah menerima aliran dana korupsi tersebut. (M2/x)
dikutip dari :
Harian Sinar Indonesia Baru
http://hariansib.com/?p=129793
“BAP tersangka Hj dkk yang diserahkan tim penyidik Tipikor Poldasu kemarin masih belum sempurna, ” kata Kasi Penerangan Hukum/ Humas Kejatisu, Edi Irsan Kurniawan Tarigan, Kamis (8/7).
Menurutnya,berkas dikembalikan ke Polda Sumut karena setelah diteliti masih belum lengkap. “Sejauh ini masih dua BAP dari enam tersangka yang kami terima, salah satunya atas nama tersangka Hj.Pengembalian berkas itu disertai petunjuk untuk dilengkapi, “kata Tarigan.
Menurutnya, kekurangan dalam BAP itu dinilai jaksa sangat krusial yang berkaitan dengan syarat Formil dan Materil.
Menurut informasi, penyidik Poldasu telah bekerja lebih kurang dua tahun untuk mengungkap kasus tersebut. Ada enam tersangka yang dinilai dalam kasus dugaan korupsi Master Plan itu.
Keenamnya merupakan pejabat rekanan. Antara lain, Hj mantan Kepala Bappeda Medan yang kini menjabat sebagai Asisten Ekonomi Pembangunan Pemko Medan, SA selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Bappeda Medan, SC selaku penerima dan pencaiiran cek ke PT Bank Sumut, dan FHB selaku Direktur PT Indah Karya.
Adanya kerugian negara dalam kasus ini dikuatkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut. Di mana hasil temuan lembaga itu ada kebocoron uang negara dirugikan sebesar Rp 1,2 miliar.
Kasus ini terkuak bermula dari adanya laporan Ir Filiyanti Bangun pada 26 Februari 2008 lalu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan Tanda Bukti Pengaduan No. 2008-02- 000478.
Tim khusus penyidik KPK melakukan penelitian kasus itu bulan April-Mei 2008 lalu, kemudian dilimpahkan kasusnya ke polisi. Lalu, Juni 2008, Kompol Baza W Zebua yang saat itu menjabat Kasat III Tipikor Dit Reskrim Polda Sumut memanggil Filiyanti Bangun dan menyatakan Kapolri telah melimpahkan laporannya ke Mapoldasu.
Proyek penyusunan dokumen Master Plan Kota Medan itu diketahui salah satu program Bappeda Kota Medan pada APBD 2006. RTR WK Medan 2006-2016 ini seyogyanya menjadi pedoman Kota Medan 10 tahun mendatang (menurut UU No 24/1992) atau 20 tahun mendatang (menurut UU No 26/2007) dalam membangun wilayah Kota berpenduduk 2,5 juta jiwa ini.
Namun, ditengarai tidak tepat sasaran dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademik sehingga layak dibatalkan. Selain memeriksa puluhan saksi,penyidik telah melakukan penyitaan atas dokumen dan surat- surat yang ada hubungan nya dengan dugaan kasus yang disebut-sebut melibatkan sejumlah pejabat Pemko Medan itu.
Selanjutnya melayangkan surat ke Mabes Polri untuk ditembuskan ke Gubernur Bank Indonesia (BI) guna memeriksa rekening pihak-pihak yang diduga telah menerima aliran dana korupsi tersebut. (M2/x)
dikutip dari :
Harian Sinar Indonesia Baru
http://hariansib.com/?p=129793
MITIGASI BANJIR BANDANG PANTAI BARAT (II)
Kejadian banjir bandang dan longsor juga semakin sering terjadi di berbagai belahan dunia, pada periode Juni-Juli 2010 telah terjadi banjir bandang yang merenggut korban jiwa antara lain di Arkansas (Amerika), Prancis Selatan, Myanmar, Singapura dan terakhir di China (Juli 2010).Pada dasarnya banjir bandang disebabkan oleh curah hujan yang sangat tinggi yang disebut dengan torrential rainfalls atau torrential precipitation dimana curah hujan total lebih 100 mm/24 jam.
Sebuah penelitian mendalam oleh Lembaga Nasional dan Meteorologi Bulgaria dalam artikelnya : Torrential Precipitation Event in Bulgaria : A Comparative Analysis for East Bulgaria (2008) mengungkapkan kejadian hujan badai (torrential rainfalls) meningkat 50% pada kurun waktu 1991-2007 dibandingkan dengan kejadian hujan badai pada kurun 1950-1990. Kajian lanjutan membuktikan bahwa peningkatan kejadian hujan badai itu berkaitan dengan peristiwa pemanasan global (global warming up) pada permukaan bumi baik daratan maupun lautan antara 0,5-1,5°C yang telah meningkatkan penguapan massa air laut.
Pemanasan global pada laut luas (samudera) akan menciptakan penguapan air laut yang bergerak vertikal (convection) dalam skala yang luas yang disebut dengan Mesoscale Convection System. Fenomena global ini juga terjadi di Indonesia baik yang bersumber dari Samudera India maupun yang bersumber dari Samudera Pasifik. Pemanasan massa air laut di samudera India akan menciptakan gugus awan yang mengandung uap air dalam skala luas yang dibawa arus angin ke Sumatera khususnya ke kawasan pantai barat Sumatera Utara.
Gugusan awan yang mengandung uap air ini selanjutnya membentur kawasan pegunungan Bukit Barisan yang menimbulkan hujan orografis berupa hujan badai (torrential rainfalls) sebagaimana terjadi pada kejadian banjir bandang pada DAS Aek Pahu di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan pada 12 Januari 2010. Pola pergerakan awan sebagai sumber hujan yang sangat lebat pada tanggal 12 Januari 2010 itu dapat dicermati jam demi jam pada rekaman satelit cuaca MTSAT dari Kochi University Jepang.
Sebuah penelitian mendalam oleh Lembaga Nasional dan Meteorologi Bulgaria dalam artikelnya : Torrential Precipitation Event in Bulgaria : A Comparative Analysis for East Bulgaria (2008) mengungkapkan kejadian hujan badai (torrential rainfalls) meningkat 50% pada kurun waktu 1991-2007 dibandingkan dengan kejadian hujan badai pada kurun 1950-1990. Kajian lanjutan membuktikan bahwa peningkatan kejadian hujan badai itu berkaitan dengan peristiwa pemanasan global (global warming up) pada permukaan bumi baik daratan maupun lautan antara 0,5-1,5°C yang telah meningkatkan penguapan massa air laut.
Pemanasan global pada laut luas (samudera) akan menciptakan penguapan air laut yang bergerak vertikal (convection) dalam skala yang luas yang disebut dengan Mesoscale Convection System. Fenomena global ini juga terjadi di Indonesia baik yang bersumber dari Samudera India maupun yang bersumber dari Samudera Pasifik. Pemanasan massa air laut di samudera India akan menciptakan gugus awan yang mengandung uap air dalam skala luas yang dibawa arus angin ke Sumatera khususnya ke kawasan pantai barat Sumatera Utara.
Gugusan awan yang mengandung uap air ini selanjutnya membentur kawasan pegunungan Bukit Barisan yang menimbulkan hujan orografis berupa hujan badai (torrential rainfalls) sebagaimana terjadi pada kejadian banjir bandang pada DAS Aek Pahu di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan pada 12 Januari 2010. Pola pergerakan awan sebagai sumber hujan yang sangat lebat pada tanggal 12 Januari 2010 itu dapat dicermati jam demi jam pada rekaman satelit cuaca MTSAT dari Kochi University Jepang.
Rekaman lapangan mencatat curah hujan 160 mm dalam durasi 2 jam 16 menit pada tanggal 12 Januari 2010 itu yang telah menimbulkan banjir bandang dan berdampak pada kerusakan perumahan karyawan PTPN III di Desa Aek Pahu/Aek Pining Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan. Untunglah tidak ada korban jiwa! Curah hujan 160 mm dalam durasi pendek : 2 jam 16 menit itu mengandung energi kinetik yang sangat besar yang akan membombardir permukaan tanah yang akan mengalami serangkain proses yang menimbulkan longsor di hulu DAS dan banjir bandang di hilir DAS.
Mitigasi longsor
Bencana alam seperti gempa bumi, longsor dan banjir bandang memiliki perulangan (siklus) kejadian. Bencana longsor dapat berulang pada jangka waktu tahunan atau setiap tahun sekali tergantung tingkat kerentanan gerakan tanahnya. Oleh karena itu sudah suatu keharusan dalam rangka penyelamatan pra bencana atau penyelamatan sebelum bencana longsor terjadi terhadap manusia, harta benda (rumah dan segala isinya), infrastuktur, seperti jalan, jembatan, prasarana air minum, jaringan listrik, telepon dan fasilitas umum seperti rumah sekolah, lahan pertanian, permukiman, perlu dilakukan upaya mitigasi bencana longsor.
Mitigasi adalah upaya pengurangan resiko becana sebelum bencana itu terjadi. Mitigasi berbeda dengan kegiatan SAR (search and Rescue) yang merupakan kegiatan pasca bencana. Langkah pertama dan mendasar dalam upaya mitigasi bencana longsor adalah mengadakan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah (Susceptibility to Landslide Zone Map). Suatu daerah (kabupaten atau kota) dipetakan kerentanan gerakan tanahnya sehingga dapat diketahui daerah mana saja yang sangat rawan bagi terjadinya longsor (zona KGT tinggi) atau daerah rawan longsor (zona KGT menegah), tidak rawan longsor (zona KGT rendah).
Pada Peta Zona Gerakan Tanah (Peta KGT) dapat pula diketahui jenis dan tipe longsor di suatu kabupaten/kota, apakah jenis/tipe : rayapan (creep), jatuhan/guguran (rock fall), lengseran (sliding) atau avalanche sehingga mitigasi teknisnya juga dapat dilakukan secara terarah. Selain sebagai basis penyelamatan jiwa, peta KGT dapat dan memang harus digunakan sebagai basis dalam pengembangan wilayah (kabupaten, kota, desa) dan basis perencanaan (design) konstruksi jalan, jembatan, bendungan, permukiman dlsb.
Mitigasi longsor
Bencana alam seperti gempa bumi, longsor dan banjir bandang memiliki perulangan (siklus) kejadian. Bencana longsor dapat berulang pada jangka waktu tahunan atau setiap tahun sekali tergantung tingkat kerentanan gerakan tanahnya. Oleh karena itu sudah suatu keharusan dalam rangka penyelamatan pra bencana atau penyelamatan sebelum bencana longsor terjadi terhadap manusia, harta benda (rumah dan segala isinya), infrastuktur, seperti jalan, jembatan, prasarana air minum, jaringan listrik, telepon dan fasilitas umum seperti rumah sekolah, lahan pertanian, permukiman, perlu dilakukan upaya mitigasi bencana longsor.
Mitigasi adalah upaya pengurangan resiko becana sebelum bencana itu terjadi. Mitigasi berbeda dengan kegiatan SAR (search and Rescue) yang merupakan kegiatan pasca bencana. Langkah pertama dan mendasar dalam upaya mitigasi bencana longsor adalah mengadakan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah (Susceptibility to Landslide Zone Map). Suatu daerah (kabupaten atau kota) dipetakan kerentanan gerakan tanahnya sehingga dapat diketahui daerah mana saja yang sangat rawan bagi terjadinya longsor (zona KGT tinggi) atau daerah rawan longsor (zona KGT menegah), tidak rawan longsor (zona KGT rendah).
Pada Peta Zona Gerakan Tanah (Peta KGT) dapat pula diketahui jenis dan tipe longsor di suatu kabupaten/kota, apakah jenis/tipe : rayapan (creep), jatuhan/guguran (rock fall), lengseran (sliding) atau avalanche sehingga mitigasi teknisnya juga dapat dilakukan secara terarah. Selain sebagai basis penyelamatan jiwa, peta KGT dapat dan memang harus digunakan sebagai basis dalam pengembangan wilayah (kabupaten, kota, desa) dan basis perencanaan (design) konstruksi jalan, jembatan, bendungan, permukiman dlsb.
Langkah kedua upaya penyelamatan terhadap bencana longsor di kawasan pantai Barat Sumut adalah melakukan sosialisasi peta KGT kepada masyarakat luas terutama pada masyarakat yang bermukim di daerah rawan longsor dan juga melakukan pendidikan dan pelatihan Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat (Community Based Disaster Mitigation) dalam rangka membangun kesadaran serta menumbuhkan pengertian yang pas tentang seluk-beluk kebencanaan longsor dan pelatihan reaksi cepat dalam rangka evakuasi sistematik.
Jadi setelah Peta KGT tersedia maka pendidikan dan pelatihan mitigasi bencana longsor harus dilakukan kepada masyarakat yang daerahnya rawan longsor. Mitigasi bencana berbasis masyarakat terhadap bencana banjir bandang dan longsor inilah yang tidak dilakukan di berbagai tempat rawan longsor seperti di Jawa sehingga rakyat tidak waspada dan tidak mampu berreaksi cepat menyelamatkan diri sebagaimana terjadi di desa Gunung Rejo Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah yang mengubur 200 orang yang tidak siaga.
Jadi dalam rangka penyelamatan jiwa rakyat yang yang bermukim di daerah rawan longsor di berbagai daerah kabupaten/kota kawasan Pantai Barat Sumatera Utara lakukanlah terlebih dahulu pemetaan zona kerentanan gerakan tanah, selanjutnya sosialisasikan dan lakukan penyadaran dan pelatihan reaksi cepat dalam menghadapi bencana longsor dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat seluas-luasnya pada daerah rawan longsor.
Mitigasi Pantai Barat
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan akan menetapkan Kecamatan Sipirok sebagai ibukota kabupaten. Untuk maksud itu adalah penting dan perlu kiranya Pemkab. Tapanuli Selatan melakukan penilaian (assesment) resiko bencana geologi (longsor, banjir bandang, gempabumi) terhadap tataruang kecamatan Sipirok yang posisinya berada dalam jarak dan pengaruh yang sangat dekat dengan jalur kegempaan dari patahan Toru dan patahan Angkola.
Selain itu kondisi geologis, topografis, dan klimatologis tataruang kecamatan Sipirok rentan bagi terjadinya longsor dan banjir bandang. Bahkan denyut bumi Kecamatan Sipirok sebagai cikal bakal ibukota kabupaten perlu pula diketahui dan dipetakan dengan melakukan survei kegempaan mikro (microtremor) untuk mengetahui tingkat resiko bencana gempabumi-nya dalam rangka mitigasi bencana gempabumi.
Jadi setelah Peta KGT tersedia maka pendidikan dan pelatihan mitigasi bencana longsor harus dilakukan kepada masyarakat yang daerahnya rawan longsor. Mitigasi bencana berbasis masyarakat terhadap bencana banjir bandang dan longsor inilah yang tidak dilakukan di berbagai tempat rawan longsor seperti di Jawa sehingga rakyat tidak waspada dan tidak mampu berreaksi cepat menyelamatkan diri sebagaimana terjadi di desa Gunung Rejo Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah yang mengubur 200 orang yang tidak siaga.
Jadi dalam rangka penyelamatan jiwa rakyat yang yang bermukim di daerah rawan longsor di berbagai daerah kabupaten/kota kawasan Pantai Barat Sumatera Utara lakukanlah terlebih dahulu pemetaan zona kerentanan gerakan tanah, selanjutnya sosialisasikan dan lakukan penyadaran dan pelatihan reaksi cepat dalam menghadapi bencana longsor dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat seluas-luasnya pada daerah rawan longsor.
Mitigasi Pantai Barat
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan akan menetapkan Kecamatan Sipirok sebagai ibukota kabupaten. Untuk maksud itu adalah penting dan perlu kiranya Pemkab. Tapanuli Selatan melakukan penilaian (assesment) resiko bencana geologi (longsor, banjir bandang, gempabumi) terhadap tataruang kecamatan Sipirok yang posisinya berada dalam jarak dan pengaruh yang sangat dekat dengan jalur kegempaan dari patahan Toru dan patahan Angkola.
Selain itu kondisi geologis, topografis, dan klimatologis tataruang kecamatan Sipirok rentan bagi terjadinya longsor dan banjir bandang. Bahkan denyut bumi Kecamatan Sipirok sebagai cikal bakal ibukota kabupaten perlu pula diketahui dan dipetakan dengan melakukan survei kegempaan mikro (microtremor) untuk mengetahui tingkat resiko bencana gempabumi-nya dalam rangka mitigasi bencana gempabumi.
Mitigasi terhadap tataruang kecamatan Sipirok sebagai cikal bakal ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan dimaksudkan agar sejak dini dapat dilakukan upaya-upaya yang terrencana dan sistematis dalam rangka menciptakan tataruang yang berketahanan terhadap bencana (spatial proof disaster). Selain kecamatan Sipirok, upaya mitigasi terhadap tataruang kecamatan-kecamatan lainnya yang rawan bencana geologis (longsor, banjir bandang, gempabumi) perlu dilaksanakan terhadap kecamatan-kecamatan : Batang Toru, Muara Batang Toru, Marancar, Angkola Barat/Angkola Sangkunur, Angkola Selatan, Batang Angkola, Sayurmatinggi, Angkola Tanotombangan dan Angkola Timur.
Dari hasil observasi tinjau yang penulis lakukan beberapa waktu yang lalu, kiranya Pemkab. Tapanuli Selatan perlu mewaspadai potensi bencana longsor (earth movement) terhadap tataruang kecamatan Batang Toru – Muara Batang Toru – Marancar. Pemkab. Tapanuli Selatan perlu melakukan kajian yang mendalam untuk menilai tingkat bahaya/ancaman bencana longsor terhadap kota kecamatan Batang Toru serta menentukan upaya mitigasi dalam rangka stabilisasi ancaman longsor (landslide stabilizing) mengingat posisi kota kecamatan Batang Toru dalam kerangka ancaman bahaya longsor memiliki kesamaan dengan Guinsaugon di Pilipina selatan itu. Kota Kecamatan Batangtoru tempaknya berada pada posisi lidah (toe) longsoran seperti Guinsaugon. Peribahasa mengatakan sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tak berguna. Jadi jangan pandang remeh ancaman bencana longsor terhadap Batangtoru.
Uraian pra kondisi kawasan rentan terhadap bencana geologis (longsor, banjir bandang dan gempabumi) dari kecamatan-kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan dimaksudkan pula untuk mengungkapkan perspektif akan terdapatnya potensi atau ancaman bencana geologis terhadap kawasan lain di daerah pengunungan Bukit Barisan dari kawasan pantai barat Sumut ini mulai dari : Madina, Tapsel, Padang Sidempuan, Palas, Paluta, Tapteng, Pakpak Bharat, Dairi dan Samosir. Oleh karena itu pemkab/pemko dalam lingkup kawasan pantai barat Sumut tersebut sudah seharusnya melakukan upaya pengurangan resiko bencana (mitigasi) dari ancaman bencana longsor, banjir bandang dan gempabumi.
Semoga kepemimpinan baru dari hasil pilkada barusan di kawasan pantai barat Sumut ini juga memunculkan paradigma baru yang peduli terhadap keselamatan jiwa masyarakat dengan melakukan langkah nyata dalam melindungi jiwa rakyat dari bencana alam sebelum bencana alam itu terjadi.
Dari hasil observasi tinjau yang penulis lakukan beberapa waktu yang lalu, kiranya Pemkab. Tapanuli Selatan perlu mewaspadai potensi bencana longsor (earth movement) terhadap tataruang kecamatan Batang Toru – Muara Batang Toru – Marancar. Pemkab. Tapanuli Selatan perlu melakukan kajian yang mendalam untuk menilai tingkat bahaya/ancaman bencana longsor terhadap kota kecamatan Batang Toru serta menentukan upaya mitigasi dalam rangka stabilisasi ancaman longsor (landslide stabilizing) mengingat posisi kota kecamatan Batang Toru dalam kerangka ancaman bahaya longsor memiliki kesamaan dengan Guinsaugon di Pilipina selatan itu. Kota Kecamatan Batangtoru tempaknya berada pada posisi lidah (toe) longsoran seperti Guinsaugon. Peribahasa mengatakan sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tak berguna. Jadi jangan pandang remeh ancaman bencana longsor terhadap Batangtoru.
Uraian pra kondisi kawasan rentan terhadap bencana geologis (longsor, banjir bandang dan gempabumi) dari kecamatan-kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan dimaksudkan pula untuk mengungkapkan perspektif akan terdapatnya potensi atau ancaman bencana geologis terhadap kawasan lain di daerah pengunungan Bukit Barisan dari kawasan pantai barat Sumut ini mulai dari : Madina, Tapsel, Padang Sidempuan, Palas, Paluta, Tapteng, Pakpak Bharat, Dairi dan Samosir. Oleh karena itu pemkab/pemko dalam lingkup kawasan pantai barat Sumut tersebut sudah seharusnya melakukan upaya pengurangan resiko bencana (mitigasi) dari ancaman bencana longsor, banjir bandang dan gempabumi.
Semoga kepemimpinan baru dari hasil pilkada barusan di kawasan pantai barat Sumut ini juga memunculkan paradigma baru yang peduli terhadap keselamatan jiwa masyarakat dengan melakukan langkah nyata dalam melindungi jiwa rakyat dari bencana alam sebelum bencana alam itu terjadi.
Penulis adalah anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumut
dikutip dari :
http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129042:mitigasi-banjir-bandang-pantai-barat-ii&catid=25:artikel&Itemid=44
Pentingnya Pemahaman REED+ di Tingkat Akar Rumput dan Pemangku Kepentingan
Penyampaian informasi tentang REDD ataupun REDD+ memang erat kaitannya dengan metode penyampaian informasi, keengganan masyarakat dan birokrasi terhadap beberapa inisiatifadaptasi dan mitigasi yang dianggap terlalu rumit, serta ketiadaan suatu program pengembangan kapasitas yang membumi tentang REDD+.
Selain untuk memaparkan tetang studi pemetaan yang sudah di lakukan Center for People and Forest – RECOFTC Indonesia yang bekerja sama dengan GTZ Indonesiam sejak 2010 melaksanakan studi pemetaan dan kebutuhan untuk pengembangan kapasitas para pemangku kepentingan (stakeholders) di tingkat akar rumput tentang REDD+ di Indonesia pada tanggal 23 Juni 2010 yang lalu.
Hasil studi yang dipaparkan oleh Prof.Dr.Bustanul Arifin (aspek ekonomi sumber daya), Arif Wicaksono, Msc (aspek manajemen hutan) dan Haryanto Putro (aspek kelembagaan dan pengembangan kapasitas) tentang kebutuhan yang diperlukan untuk implementasi REDD+ termasuk gap pengetahuan yang ada di masyarakat, pemerintah lokal, lembaga pendamping (LSM) dan pemerintah pusat.
Ketimpangan pemahaman memang menjadi tantangan tersendiri, salah satunya dengan memberikan penjelasan yang lebih sederhana pada masyarakat. “Bahasa penyampaian untuk masyarakat memang harus lebih di sederhanakan, kita bisa menyampaikan bahwa masyarakat sebaiknya menjaga hutan dengan cara tidak menebang dan banyak menanam pohon supaya bisa menyerap karbon”, seperti yang dituturkan oleh Bustanul Arifin. Mengapa ini penting?
Permasalahan perubahan iklim memang tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang singkat. Proses dan tahapan yang dilaksanakan pun akan memakan jangka waktu yang lama. “Apalagi, dalam jangka waktu 20 tahun kedepan bisa saja ada perubahan revolusioner dan tugas kita diawal ini menjaga kesepakatan untuk jangka panjang” tutur Haryanto Putro.
Konsultasi multipihak ini memang diharapkan mampu merumuskan segenap aspirasi dan persoalan di tingkat lapangan dan nasional dalam rangka pemetaan kebutuhan dan pengembangan kapasitas di tingkat akar rumput. Seperti yang dipaparkan oleh Mila Nuh, RECOFTC, “REDD, seperti tsunami, dan sekarang waktunya kita menghadapi ini bersama untuk membuat kesepakatan bersama, supaya kita bisa memiliki posisi negosiasi yang kuat dan tentu saja tidak merugikan bangsa dan masyarakat”. (dianing Kusumo – PILI NGO Movement)
source:
http://redd-indonesia.org/feature-headline/detail/read/pentingnya-pemahaman-reed-di-tingkat-akar-rumput-dan-pemangku-kepentingan/
http://ceester.blogspot.com/2010/07/pentingnya-pemahaman-reed-di-tingkat.html
IKONOS (Satelite Space Imaging USA)
Ikonos adalah satelit milik Space Imaging (USA) yang diluncurkan bulan September 1999 dan menyediakan data untuk tujuan komersial pada awal 2000. Ikonos adalah satelit dengan resolusi spasial tinggi yang merekam data multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m (citra berwarna) dan sebuah kanal pankromatik dengan resolusi 1 m (hitam-putih). Ini berarti Ikonos merupakan satelit komersial pertama yang dapat membuat image beresolusi tinggi. Dengan kedetilan/resolusi yg cukup tinggi ini membuat satelit ini akan menyaingi pembuatan foto udara. Lah iaya ngapain lagi pakai foto udara wong yang ini sudah cukup detil, bahkan kalau memetakan kota bekasi bisa dengan skala 1:5000 bahkan 1:2000 untuk desain tata ruang
Dalam gambar sebelum kejadian terlihat lalulintas lancar jarak antar kendaraan mobil, bus dan truk cukup jauh. Nampak hijau tanaman padi. Pada gambar setelah di”tumbuhi” lumpur terlihat rona warna abu-abu, pabrik yg terkubur, serta jalan tol yang penuh sesak antri. Juga terlihat asal mengepul dari lokasi semburan.
Bagaimana perkembangan selanjutnya ?
Dibawah ini perkembangan tanggal 29 Agustus 2006 dan 16 September 2006.
Dibawah ini perkembangan tanggal 29 Agustus 2006 dan 16 September 2006.
Dengan melihat pesatnya perkembangan yang hanya selisih kurang dari satubulan saja sudah jelas bahwa lumpur ini menjadi tidak mudah dikendalikan di lokasi semburan. Jalan tol Porong jelas harus dipindahkan, dan barangkali juga jalan kereta api disebelah baratnya.
Saat ini debit sudah mencapai diatas 125 000 meterkubik sehari, dan sangat mungkin cenderung meningkat. Tentusaja mengalirkan airnya yang 70% ini saja sudah akan sangat menolong. Tetapi kita tahu pasti bahwa hal ini bukan berarti telah menyelesaikan seluruhnya, masih banyak yang harus dikerjakan, masih banyak yg perlu perhatian. Termasuk dampak lingkungan pembuangan air ini ke Sungai Porong.
Source /refrences: Images acquired and processed by CRISP, National University of Singapore IKONOS image © CRISP 2004
sumber :
http://rovicky.wordpress.com/2006/10/02/ngintip-perkembangan-porong-dengan-ikonos/
sumber :
http://rovicky.wordpress.com/2006/10/02/ngintip-perkembangan-porong-dengan-ikonos/
http://black-remotesensingandgis.blogspot.com/2010/07/ikonos.html
Langganan:
Postingan (Atom)
Dr. Oldy, A. A : Dampak Penambahan Kuota Beasiswa terhadap Universitas Muara Bungo dan Masyarakat
Muara Bungo, 8 Desember 2024 – Penambahan kuota beasiswa di Universitas Muara Bungo (UMB) menjadi salah satu langkah strategis yang tidak...
STUDY TATA RUANG
Struktur Sungai
POLA RUANG SUMATERA
Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi
BERHALE ISLAND
ISI IDRISI TAIGA
Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo
PERATURAN TATA RUANG
DOWNLOAD PETA-PETA
Labels
Study Tata Ruang
(6)
Geospasial
(3)
PETA RTRW
(3)
PERDA RTRW
(2)
Peta Taman Nasional Bukit 30
(2)
Gunung Kerinci
(1)
Perencanaan Wilayah dan Kota
(1)
Peta Administrasi
(1)
SPASIAL
(1)
TANYA-JAWAB
(1)
TNBT
(1)
UU No 4/11 Informasi Geospasial
(1)
COMMUNICATE
+62 812731537 01