Sabtu, 31 Juli 2010
Pemindahan Ibu Kota Negara
Jakarta — Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, mendukung wacana pemindahan ibu kota negara. Ia menilai wacana tersebut mampu menolong problem perkotaan dan meratakan pembangunan nasional. “Bagus-bagus saja,” ujarnya, Jumat (30/7).
Menurut Prijanto, pemindahan pusat pemerintahan merupakan bagian dari solusi masalah transportasi dan arus urbanisasi. “Setidaknya juga akan ada pemerataan. Karena daerah-daerah tertinggal di sejumlah nusantara juga akan ikut berkembang,” katanya.
Ia pun mendukung jika Kota Jakarta dijadikan sebagai kota jasa dan pusat perekonomian. Karena itu, ia berharap, kompleks perguruan tinggi yang saat ini masih tersebar di dalam kota segera pindah ke pinggiran ibu kota.
Wacana pemindahan ibu kota sempat bergulir dalam seminar yang diselenggarakan Badan Perencana Pembangunan Nasional pekan lalu. Beberapa wilayah yang disasar adalah Kota di Pinggir Jakarta, Palangkaraya atau ke wilayah Indonesia bagian Timur.
Namun sebagian besar pengamat yang hadir ketika itu umumnya menolak wacana tersebut. Dewan Penasihat Presiden, Emil Salim menilai tata ruang yang ada di Jakarta mampu mendukung aktivitas dalam skala regional dan global.
Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2010/07/30/brk,20100730-267641,id.html
Palangkaraya, Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, paling tepat menjadi Ibukota Republik Indonesia menggantikan Jakarta
VIVAnews - Pimpinan Komisi II DPR yang membidangi pemerintahan dalam negeri menilai Palangkaraya, Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, paling tepat menjadi Ibukota Republik Indonesia menggantikan Jakarta. Ada beberapa alasan Palangkaraya paling pas menjadi pusat pemerintahan.
"Secara geografis, Palangkaraya yang berada di Kalimantan terletak di titik tengah Indonesia," ujar Ketua Komisi II Chairuman Harahap kepada VIVAnews.
Selain itu, menurutnya, dari segi pertahanan pun Palangkaraya dinilai paling pas menjadi sentra pemerintahan. "Daratannya yang luas sangat bagus menjadi buffer atau benteng pertahanan," kata politisi Golkar itu di Gedung DPR, Jakarta.
Wakil Ketua Komisi II Ganjar Pranowo juga sepakat bila Palangkaraya menjadi Ibukota negara yang baru. Menurutnya, rencana Bung Karno untuk memindahkan Ibukota ke Palangkaraya adalah suatu gagasan jenius yang melampaui zamannya.
"Saat itu Bung Karno sudah memperhitungkan berbagai kemungkinan. Misalnya, Jakarta sejak dulu tidak didesain pemerintah Belanda untuk menanggung beban yang begini tinggi," kata Ganjar secara terpisah di Gedung DPR.
Kini terbukti, ujar Ganjar, dengan pertumbuhan yang luar biasa pesat namun tak terbendung, tak terkelola, dan tak terkontrol, Jakarta justru semakin tergerus dengan perkembangannya sendiri. "Tidak ada manajemen yang baik dalam mengelola tata kota Jakarta," kata politisi PDIP itu.
Sebaliknya, kata Ganjar, Palangkaraya memiliki tata ruang bagus yang bagus, dan lahan yang luas. Di samping itu, Palangkaraya pun mempunyai beberapa kelebihan sebagai Ibukota negara, baik dari segi geografis maupun pertahanan.
"Pertama, secara geografis Palangkaraya yang terletak di Kalimantan adalah daerah aman gempa," tutur Ganjar. Kalimantan tidak termasuk dalam wilayah ring of fire atau lingkar api. "Di sana hanya terdiri dari daratan yang datar, tanpa gunung," ujar Ganjar.
"Kedua, dari segi pertahanan, Palangkaraya dekat dengan perbatasan," kata Ganjar. Bila Ibukota ditempatkan di wilayah yang dekat dengan perbatasan, maka otomatis daerah perbatasan akan lebih diperhatikan oleh pemerintah pusat.
"Ketiga, Palangkaraya memiliki tanah yang luas," ujar Ganjar. Luas Palangkaraya mencapai 2.678,51 km persegi. Sebagai perbandingan, luas Jakarta hanya 661,52 km persegi. "Luas Kalimantan Tengah saja dua kali luas Pulau Jawa," kata Ganjar. Jadi, simpulnya, sangat tepat bila Palangkaraya menjadi kandidat Ibukota yang paling layak.
Namun pemindahan Ibukota negara memerlukan biaya yang tidak sedikit. Namun Chairuman dan Ganjar yakin, hasilnya pun akan sepadan. "Ingat, suatu kota itu ada karena ditumbuhkan, bukan ada dengan sendirinya," kata Chairuman. Oleh karena itu, lanjutnya, jika pemindahan Ibukota benar-benar akan dilaksanakan, maka infrastruktur dan sarana penunjang kehidupan harus dibangun secara bertahap di calon Ibukota tersebut.
Namun parlemen tak satu suara mendukung pemindahan ini. Idrus Marham, Sekjen Golkar yang duduk di Komisi II tak mendukung. Muslim, politisi Demokrat yang juga di Komisi II, lebih mendukung Jonggol sebagai Ibukota pemerintahan.(np)
Sumber : http://politik.vivanews.com/news/read/167865-mengapa-palangkaraya-paling-pas-jadi-ibukota
DKI Sukseskan Peringatan Hari Tata Ruang Dunia 2010
dok/beritajakarta.com
BERITAJAKARTA.COM — 30-07-2010 17:58
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Lingkungan Hidup akan mencanangkan peringatan Hari Tata Ruang Dunia (World Town Planning Day-WTDP), yang akan dirayakan serentak di seluruh provinsi di Indonesia. Rencananya, pencanangannya akan digelar di Ancol, Jakarta Utara, Minggu (1/8). Tema yang diusung pada tahun 2010 ini adalah “Smart Green City Planning” atau Perencanaan Cerdas Mewujudkan Kota Hijau.Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, menerangkan, pencanangan tersebut merupakan tanda dimulainya berbagai rangkaian peringatan WTPD 2010 di seluruh Indonesia. Sedangkan acara puncaknya akan diadakan pada tanggal 6-8 November 2010 di Denpasar-Bali. “Sesuai dengan temanya, aspek-aspek yang dikedepankan adalah perencanaan kota hijau secara cerdas melalui pertimbangan aspek-aspek ekonomi, lingkungan, sosial-budaya, dan tata kelola secara berkelanjutan,” kata Fauzi Bowo di Balaikota DKI, Jumat (30/7).
Tagline yang digunakan adalah Kotaku Hijau, dibuat agar lebih memudahkan masyarakat luas mengaitkan dengan tema WTPD 2010. Tema ini sangat relevan dengan apa yang sedang dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta. Yakni rancangan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2010-2030 segera dibahas dan ditetapkan menjadi Perda pada tahun ni.
“Raperda tersebut berupaya untuk mengadopsi perencanaan cerdas, yang salah satunya melalui penerapan prinsip pengelolaan pertumbuhan (growth management),” ujarnya. Contohnya, mengembangkan kawasan Pantura dengan tujuan memungkinkannya penambahan RTH dan pantai-pantai publik, meningkatkan rasio badan air, menyediakan alternatif sumber air bersih dan pembangunan tanggul-tanggul laut untuk mengantisipasi kenaikan muka air laut.
Ia menjelaskan, memperhatikan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ditempuh melalui 3 proses utama yang saling berkaitan, yaitu proses perencanaan tata ruang wilayah yang menghasilkan RTRW sebagai guidance of future action. Agar interaksi manusia atau makhluk hidup dengan lingkungannya berjalan selaras, serasi, dan seimbang bagi kelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Kedua, proses pemanfaatan ruang yang merupakan wujud operasionalisasi dari rencana tata ruang. Selanjutnya proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW atau tujuan penataan ruang. “Perencanaan tata ruang DKI Jakarta secara mendasar mempertimbangkan isu-isu strategis, terutama aspek-aspek yang memberikan implikasi signifikan terhadap pembentukan struktur ruang dan pola ruang wilayah DKI Jakarta,” tuturnya.
Pemprov DKI Jakarta juga menerapkan kebijakan pengawasan ketat atas pertumbuhan fisik kota melalui penambahan ruang terbuka hijau, pengembalian fungsi-fungsi jalur hijau, penajaman sasaran berbagai kegiatan pada pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kerja sama pengendalian tata ruang dengan pemerintah kota/daerah.
Dalam hal pembangunan dan pengelolaan RTH, Pemprov DKI Jakarta berkomitmen mempertahankan RTH yang ada dan secara bertahap menambah luas RTH. Antara lain, melalui program pembangunan taman dan hutan, pembangunan kawasan, serta mendorong keterlibatan pihak swasta dalam pembangunan dan pengelolaan RTH. Kesemuanya membutuhkan partisipasi dari seluruh warga demi terwujudnya Jakarta sebagai kota hijau.
Sumber : http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?idwil=0&nNewsId=40389
Jumat, 30 Juli 2010
Badai Celia
Hurricane Celia
Perfectly circular, powerful Hurricane Celia spaned hundreds of miles over the Pacific Ocean in this image from June 24, 2010. Rough-textured clouds surround the storm’s distinct eye. Farther from the center of the storm, spiral arms appear thinner and smoother.The Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer, or MODIS, on NASA’s Aqua satellite captured this true-color image of Hurricane Celia at 1:55 p.m. Pacific Daylight Time on June 24, 2010. Just five minutes later, the U.S. National Hurricane Center classified Celia as a Category 4 hurricane with sustained winds of 135 miles per hour.
Norwegia Danai Proyek Percontohan REDD di Sulawesi Tengah ini bernilai US$ 5,6 juta
JAKARTA. Pemerintah Norwegia akan mendanai proyek percontohan (demonstration activity) REDD lewat Badan United Nations Redution Emision From Deforestation and Degradation (UN REDD). Proyek yang akan digelar di Sulawesi Tengah ini bernilai US$ 5,6 juta, namun tidak termasuk dalam kesepakatan letter of intent Indonesia-Norwegia yang dijalin beberapa waktu lalu.
Proyek percontohan ini akan mulai digelar tahun ini selama 20 bulan untuk memperkuat implementasi REDD pada tingkat nasional dan sub-nasional (daerah). Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto mengatakan proyek ini akan membantu REDD Readiness diantaranya konsultasi untuk membangun kebijakan di level nasional, MRV (measurement, reporting and verification), dan Reference Emission Level (REL) di Provinsi.
UN REDD memang dirancang sebagai dukungan bagi negara berkembang untuk menghadapi isu deforestasi dan degradasi lahan hutan. Lembaga ini akan membantu merancang strategi nasional dan menguji pendekatan nasional serta perencanaan kelembagaan untuk mengawasi dan melakukan verifikasi pengurangan hilangnya hutan.
Hadi bilang proyek percontohan REDD ini merupakan sarana pembelajaran bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan implementasi REDD nantinya pada tahun 2012. Menurutnya, proyek ini penting untuk mendapatkan perhitungan pasti soal stok karbon Indonesia per hektare dan berapa harga karbon per ton sebelum 2012. Asal tahu saja, sesuai Bali Action Plan,tahun 2012 merupakan awal penerapan REDD sebagai pengganti protocol Kyoto.
Aturan soal penyelenggaran proyek percontohan ini telah dilansir sejak 2008 lewat Permenhut No. P. 68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon Dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD). Permenhut ini pada dasarnya mengatur prosedur permohonan dan pengesahan demonstration activities REDD, sehingga metodologi, teknologi dan kelembagaan REDD dapat dicoba dan dievaluasi.
Kamis, 29 Juli 2010
Inilah senjata pemerintah untuk mementahkan perjuangan masyarakat adat nanti.
Penulis : Hendrik Palo
Lembaga : Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Papua/Ketua Pokja Masyarakat Adat Papua Untuk Perubahan Iklim dan REDD+ Alamat :Jl.Abepura – Sentani. No 116. Kampung Netar. Distrik sentani Kabupaten Jayapura. Telp : 081344029525. Email :hendrikpalo@yahoo.com, palo_hendrik@yahoo.com.
Perubahan Iklim menjadi pekerjaan tambahan bagi pemerintah Daerah Provinsi Papua saat ini, secara International program yang yang berhubungan dengan global warming akan efektif pada tahun 2012. Sejak tahun 2007-20012 proses-proses persiapan menjadi agenda yang di kerjakan oleh pemerintah Provinsi Papua. Salah satu kegiatan yang di selenggarakan pada tanggal 16 Juli 2010 di Hotel Matoa Jayapura adalah Menggali Persepsi para pihak tentang perubahan Iklim dan dampak implementasi REDD di Di Papua.
Atas nama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( AMAN) Wilayah Tanah Papua saya di undangan menghadiri pertemuan tersebut, para pihak yang hadir adalah kalangan LSM, Perguruan Tinggi, Perusahaan, Pemerintah dan masyarakat adat.
Lembaga lain yang ada pada workshop di maksud adalah ibu Noer dari badan penelitian kehutanan Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2 peneliti dari Unveritas Australia, dan CIFOR. Perwakilan masyarakat yang hadir pada worshop tersebut; 3 orang dari Sarmi, 2 orang mewakili merauke dan saya mewakili AMAN.
Hasil Pembahasan kelompok Diskusi Masyarakat Adat.
Kelompok Diskusi masyarakat adat di bantu oleh pak Rumbiak dari Dinas Kehutanan Provinsi Papua, beberapa pertanyaan di berikan kepada kelompok untuk mendiskusikannya. Yang menarik adalah pertanyaan tentang bagaimana sebaiknya REDD di implementasikan di Papua??? Kesepakatan yang di buat masyarakat adat adalah:
Pemerintah Provinsi, terutama Intansi terkait harus membuat perda tentang hak-hak masyarakat adat dalam mekanisme pelaksanaan REDD. Yang berikut bahwa masyarakat adat harus di libatkan dalam mekanisme REDD ini mulai dari awal (perencanaan, pelaksanaan ampai evaluasi) dua poin ini menjadi sorotan masyarakat adat.
Ibu Noer sebagai perwakilan Departemen kehutanan RI, menegaskan kembali tentang hak-hak adat tersebut, bahwa pada proses verifikasi nanti, apabila hak masyarakat adat tidak ti input dalam rencana pelaksanaan REDD di Papua maka Dokumen Recana pelaksanaan REDD tersebut akan di Tolak. Beliau menekankan bahwa pemerintah harus input hak-hak masyarat.
Sebagai aktifis masyarakat adat dan perwakilan AMAN Papua saya di berikan kesempatan menyampaikan pendapat, Penyampaian saya sebagai beriku; kami hanya menuntut adanya kejelasan tentang di akomodirnya hak-hak masyarakat adat Papua dalam mekanisme REDD. Kejelasan tersebut di mulai dari sebuah dokumen undang-undang, karena undang-undang yang akan di jadikan masalah oleh pemerintah ketika nanti muncul tuntutan dari masyarakat adat.
Dinas kehutanan, akan berkomentar bahwa tidak ada Undang-undang yang mengatur tentang masyarakat adat, karena itu kami tidak inklud hak-hak masyarakat adat dalam mekanisme REDD, inilah senjata pemerintah untuk mementahkan perjuangan masyarakat adat nanti, karena itu kami mohon sebelum mekanisme REDD efektif di kerjakan di atas tanah Papua maka, Status masyarakat adat sebagai pemilik hutan harus Jelas di akomodir dalam sebuah dokumen peraturan daerah.
Sehingga ketika pengelolaan hutan dan mekanisme REDD pengelolahnya adalah masyarakat adat ulayat, atau jika pengelolanya adalah perusahaan, maka bagaimana kerjasamanya dengan masyarakat adat pemilik ulayat, ini harus jelas di atur dalam perda.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sebagai lembaga Perjuangan hak-hak masyarakat adat, memiliki kesungguhan dalan issue perubahan iklim dan REDD+, proses ini di kawal dari tingkat International , Nasional, dan daerah.hanya satu tujuan nya adalah hak-hak masyarakat adat harus di imput dalam mekanisme REDD.
Hutan lestari ekonomi masyarakat meningkat adalah pernyataan Gubernur dalam berbagai kesempatan pertemuan REDD. Jangan sampai terjadi sebaliknya Hutan Rusak ekonomi Pejabat meningkat.
Niat serta pernyataan gubernur akan menjadi suatu kebohongan publik bagi masyarakat adat Papua kalau tidak di tindak lanjuti dengan sebuah Peraturan daerah. Yang perlu di ingat bahwa 90% orang asli Papua hidup di dalam dan sekitar Hutan, dan 69,69% hidupnya berasal dari hasil hutan( Menurut kepala dinas Kehutanan Provinsi papua), karena itu maka pernyataan tentang hutan lestari ekonomi meningkatkan perlu di tindak lanjutui dengan sebuar Peraturan daerah.
Workshop ini telah menghasilkan beberapa hal tentang masyarakat adat, Bapak Gubernur memiliki kewenangan untuk semua ini..dengan demikian mohon memberikan arahan-arahan yang kongkrit kepada Intansi terkait dalam mendorong Peraturan Daerah tentang pemberdayaan hak hak masyarakat adat pemilik hutan dalam Mekanisme REDD di Papua hany dengan cara itu. Hutan Lestari Ekonomi Masyarakat Adat Meningkat.
Sumber : http://id-id.facebook.com/topic.php?uid=88451748895&topic=16080
Sabtu, 24 Juli 2010
Dibutuhkan beberapa strategi untuk percepatan penyelesaian revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Hal ini untuk memenuhi amanat Undang-Undang No. 26/2007 tentang penataan ruang dan Inpres No.1/2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 yang diantaranya mendorong agar RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota diselesaikan akhir tahun 2010 ini. Demikian diungkapkan Direktur Penataan Ruang Wilayah Jawa-Bali Sri Apriatini Soekardi dalam workshop percepatan penyusunan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota di Jakarta (21/7).
Sri Apriatini menambahkan, strategi-strategi tersebut antara lain membentuk tim khusus untuk memfasilitasi proses penyelesaian revisi RTRW Kabupaten/Kota, melakukan pemetaan progres dan permasalahan/kendala yang dihadapi dalam penyusunan RTRW Kabupaten/Kota, melakukan pembinaan teknis dan pembekalan kepada aparat Pemerintah Daerah (Pemda) terkait ketentuan substansi dan prosedur evaluasi, menyusun jadwal pembahasan di tingkat Badan Koordinasi Perencanaan Ruang Nasional dan memberikan fasilitasi untuk proses persetujuan substansi, serta melakukan klinik tata ruang dan pendampingan terhadap daerah yang membutuhkan dukungan teknis.
Saat ini, sebanyak 4 Provinsi, 11 kabupaten, dan 10 kota di Wilayah Jawa Bali, termasuk ke dalam target penyelesaian penyesuaian RTRW pada tahun 2010. Hasil monitoring status RTRW menunjukkan 2 dari 7 provinsi, 4 dari 91 kabupaten, serta 2 dari 30 kota telah menetapkan menjadi Peraturan Daerah, ujar Sri Apriatini.
Dari proses monitoring dan evaluasi yang dilakukan terhadap proses persetujuan substansi materi teknis, masih banyak dijumpai berbagai kendala terkait Rancangan Peraturan Daerah RTRW. Kendala yang dihadapi oleh Pemda tersebut baik secara institusional maupun substansial.
“Oleh karenanya, mengingat waktu dan proses penyelesaian revisi RTRW yang sangat singkat, maka diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari aparat Pemda. Diantaranya dengan meluangkan waktu yang ekstra ketat serta mengerahkan semua sumber daya manusia yang dimiliki,” tegas Sri Apriatini. (ww/ibm)
Sri Apriatini menambahkan, strategi-strategi tersebut antara lain membentuk tim khusus untuk memfasilitasi proses penyelesaian revisi RTRW Kabupaten/Kota, melakukan pemetaan progres dan permasalahan/kendala yang dihadapi dalam penyusunan RTRW Kabupaten/Kota, melakukan pembinaan teknis dan pembekalan kepada aparat Pemerintah Daerah (Pemda) terkait ketentuan substansi dan prosedur evaluasi, menyusun jadwal pembahasan di tingkat Badan Koordinasi Perencanaan Ruang Nasional dan memberikan fasilitasi untuk proses persetujuan substansi, serta melakukan klinik tata ruang dan pendampingan terhadap daerah yang membutuhkan dukungan teknis.
Saat ini, sebanyak 4 Provinsi, 11 kabupaten, dan 10 kota di Wilayah Jawa Bali, termasuk ke dalam target penyelesaian penyesuaian RTRW pada tahun 2010. Hasil monitoring status RTRW menunjukkan 2 dari 7 provinsi, 4 dari 91 kabupaten, serta 2 dari 30 kota telah menetapkan menjadi Peraturan Daerah, ujar Sri Apriatini.
Dari proses monitoring dan evaluasi yang dilakukan terhadap proses persetujuan substansi materi teknis, masih banyak dijumpai berbagai kendala terkait Rancangan Peraturan Daerah RTRW. Kendala yang dihadapi oleh Pemda tersebut baik secara institusional maupun substansial.
“Oleh karenanya, mengingat waktu dan proses penyelesaian revisi RTRW yang sangat singkat, maka diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari aparat Pemda. Diantaranya dengan meluangkan waktu yang ekstra ketat serta mengerahkan semua sumber daya manusia yang dimiliki,” tegas Sri Apriatini. (ww/ibm)
Menyiapkan Kota yang Nyaman dan Berkelanjutan
Kota yang berkelanjutan adalah kota yang mampu mengedepankan keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup dalam pembangunan. Dari aspek sosial, kota berkelanjutan yang nyaman harus mampu meningkatkan kualitas kehidupan sosial masyarakatnya, misalnya dalam hal penyediaan transportasi publik, ruang terbuka hijau, serta ruang bagi pejalan kaki dan sektor informal kota. Direktur Penataan Ruang Wilayah I, Bahal Edison Naiborhu menyampaikan hal tersebut dalam Obrolan Tata Ruang bersama Kementerian Pekerjaan Umum di Radio Trijaya FM, Jakarta (21/7).
Upaya menciptakan kota yang nyaman ini, menurut Edison telah diterapkan di berbagai daerah, misalnya Malioboro, Bandung, dan lain-lain. Namun sayangnya, kenyamanan kota tersebut hanya sementara. Bahkan saat ini, Edison menilai kenyamanan tersebut telah terdegradasi dan tidak ada keberlanjutan.
“Dalam menyiapkan kota yang nyaman dan berkelanjutan, diperlukan konsistensi dalam pelaksanaan Rencana Tata Ruang yang dilengkapi dengan pengawasan dan pengendalian. Selain itu, kunci keberhasilan adalah good governance agar keberhasilan mewujudkan kota yang nyaman tersebut dapat berkelanjutan,” paparnya.
Sementara Pengamat Tata Ruang, Hendropranoto mengatakan, dalam menyiapkan kota yang nyaman, pembangunan fisik kota perlu didukung dengan pemberdayaan masyarakat. Keberdayaan masyarakat tersebut sangat menentukan, karena masyarakat turut berperan sebagai salah satu pihak pelaksana pembangunan.
“Harus ada kerjasama antara Pemerintah sebagai perencana dan masyarakat sebagai pemanfaat ruang. Tugas Pemerintah adalah menyediakan kota yang nyaman, dan masyarakat turut memelihara agar kenyamanan kota tersebut dapat berkelanjutan,”imbuhnya.
Hendropranoto menambahkan, pendekatan pemberdayaan masyarakat tersebut dapat pula diterapkan untuk menjadikan kota Jakarta yang nyaman dan berkelanjutan. Kunci keberhasilannya adalah dengan urban management yang didukung dengan urban development leadership yang baik serta dapat diterapkan dengan pendekatan community development.
Terkait pemberdayaan masyarakat, hal tersebut dapat diwujudkan oleh Pemerintah dengan mengkomunikasikan rencana pembangunan kepada masyarakat. “Dengan konsultasi publik ini, diharapkan nantinya akan diperoleh masukan dari masyarakat sehingga pembangunan berkelanjutan yang diinginkan dapat bersifat inklusif,” tandas Edison. (sha/ibm)
Tertib Administrasi Untuk Mencapai Laporan Tepat Mutu dan Waktu
Tertib administrasi diperlukan untuk mencapai laporan yang tepat mutu dan tepat waktu. Saat ini, Ditjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum (PU) memberlakukan penilaian kepatuhan dan kinerja dalam rangka tertib administrasi laporan keuangan. Sesditjen Penataan Ruang menyampaikan hal tersebut dalam Konsolidasi Laporan Keuangan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Eselon I (UAPPA/B-E1) Ditjen Penataan Ruang di Jakarta (14/7).
Kondisi yang terjadi sekarang, pejabat eselon I dituntut untuk membuat laporan utama semester I dan II yang akan termonitor secara eksternal. Nantinya, laporan keuangan tersebut terus dipantau oleh Inspektorat Jenderal Kementerian PU dan Badan Pemeriksa Keuangan. “Oleh karenanya, diharapkan penyusunan laporan keuangan harus lebih serius, baik dan benar serta sebisa mungkin meminimalisir terjadinya kesalahan,” ujar Ruchyat Deni.
Kepala Bagian Umum dan Keuangan Setditjen Penataan Ruang Harjoko menambahkan, tujuan dari pelaporan Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) ini adalah untuk menyiapkan laporan keuangan eselon I agar tepat waktu dan mutu guna. Sebagai upaya agar terwujud hal tersebut maka dilaksanakan kegiatan konsolidasi ini. Konsolidasi ini penting untuk mengurangi kesalahan dan kekurangan dalam pelaporan keuangan dengan mengikuti kaidah Sistem Akuntansi Instansi dan Manajemen di unit Satker masing-masing.
“Sasaran dari kegiatan ini, yakni mereview Laporan Keuagan Semester I dari para Satuan Kerja / SKPD serta sarana penyegaran terhadap petugas SAK dan SIMAK-BMN,” imbuh Harjoko.
Di akhir kegiatan Ruchyat Deni mengingatkan akan pentingnya memperhatikan pencatatan Barang Milik Negara. Jangan sampai ada pembelian barang yang lolos namun tidak tercatat sebagai aset. Ke depan, untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pertugas pelaporan keuangan, Ditjen Penataan Ruang mengadakan pelatihan secara rutin dan berkala. “Melalui pelatihan tersebut diharapkan pencapaian pelaporan sesuai aturan atau kaidah yang berlaku dan benar,” tandasnya. (ldy/ayy/ibm)
Kondisi yang terjadi sekarang, pejabat eselon I dituntut untuk membuat laporan utama semester I dan II yang akan termonitor secara eksternal. Nantinya, laporan keuangan tersebut terus dipantau oleh Inspektorat Jenderal Kementerian PU dan Badan Pemeriksa Keuangan. “Oleh karenanya, diharapkan penyusunan laporan keuangan harus lebih serius, baik dan benar serta sebisa mungkin meminimalisir terjadinya kesalahan,” ujar Ruchyat Deni.
Kepala Bagian Umum dan Keuangan Setditjen Penataan Ruang Harjoko menambahkan, tujuan dari pelaporan Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) ini adalah untuk menyiapkan laporan keuangan eselon I agar tepat waktu dan mutu guna. Sebagai upaya agar terwujud hal tersebut maka dilaksanakan kegiatan konsolidasi ini. Konsolidasi ini penting untuk mengurangi kesalahan dan kekurangan dalam pelaporan keuangan dengan mengikuti kaidah Sistem Akuntansi Instansi dan Manajemen di unit Satker masing-masing.
“Sasaran dari kegiatan ini, yakni mereview Laporan Keuagan Semester I dari para Satuan Kerja / SKPD serta sarana penyegaran terhadap petugas SAK dan SIMAK-BMN,” imbuh Harjoko.
Di akhir kegiatan Ruchyat Deni mengingatkan akan pentingnya memperhatikan pencatatan Barang Milik Negara. Jangan sampai ada pembelian barang yang lolos namun tidak tercatat sebagai aset. Ke depan, untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pertugas pelaporan keuangan, Ditjen Penataan Ruang mengadakan pelatihan secara rutin dan berkala. “Melalui pelatihan tersebut diharapkan pencapaian pelaporan sesuai aturan atau kaidah yang berlaku dan benar,” tandasnya. (ldy/ayy/ibm)
Rencana Tata Ruang Sebagai Pedoman Pelaksanaan Pembangunan
Rencana tata ruang merupakan pedoman untuk melaksanakan pembangunan jangka menengah dan jangka panjang. Oleh karenanya,rencana tata ruang menjadi bagian tidak terpisahkan dari rencana pembangunan. Demikian disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Imam S. Ernawi pada Sosialisasi Peraturan Pemerintah Terkait Penataan Ruang di Jakarta (13/7).
Imam S. Ernawi menambahkan, Undang-Undang No. 26/2007 tentang penataan ruang menyatakan bahwa sistem penyelenggaraan penataan ruang merupakan bagian tidak terpisahkan dari subsistem pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Sementara itu, terkait dengan prioritas kawasan strategis nasional memerlukan intervensi perencanaan sektoral dan kewilayahan.
Lebih lanjut Dirjen Penataan Ruang memaparkan, ketentuan sanksi merupakan hal baru dalam sistem penyelenggaraan penataan ruang yang dimuat dalam UUPR. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan untuk mendorong penegakan hukum dalam kegiatan pemanfaatan ruang. Selain itu, dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang, sudah dibentuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Penataan Ruang baik dari instansi pemerintah di pusat maupun daerah yang terkait dengan penataan ruang.
Terkait dengan bidang lingkungan hidup, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Dijelaskan, dalam setiap penyusunan RTRW dilakukan analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang ditentukan melalui kajian lingkungan hidup strategis. PP tersebut mengatur pula upaya mengatasi konflik antara penataan ruang dan bidang kehutanan, yakni pada pasal 31. Ditegaskan bahwa perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan berlaku peraturan perundang-undangan bidang kehutanan.
“Selain itu, perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan juga dapat dilaksanakan sebelum perubahan RTRW ditetapkan, yang kemudian diintegrasikan dalam perda RTRW yang baru,” tandas Imam S. Ernawi. (ai/ibm)
Terkait dengan bidang lingkungan hidup, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Dijelaskan, dalam setiap penyusunan RTRW dilakukan analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang ditentukan melalui kajian lingkungan hidup strategis. PP tersebut mengatur pula upaya mengatasi konflik antara penataan ruang dan bidang kehutanan, yakni pada pasal 31. Ditegaskan bahwa perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan berlaku peraturan perundang-undangan bidang kehutanan.
“Selain itu, perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan juga dapat dilaksanakan sebelum perubahan RTRW ditetapkan, yang kemudian diintegrasikan dalam perda RTRW yang baru,” tandas Imam S. Ernawi. (ai/ibm)
FREE PETA SELURUH INDONESIA
download seluruh peta indonesia dari openstreetmap gis blog
http://tarafits.blogspot.com/ Delhi 91, India. 9 July , 2010. Confusion at the End of Afghanistan Tunnel! "History is ruled by an inexorable determinism in which the free choice of major historical figures plays a minimal role", Leo Tolstoy .. killing at least 300 civilians every month but much less than before the agreement for the US troops ( now less than 90000 )to be confined to the bases , when the resistance attacked GIs and in the process many Iraqi civilians
Indonesia. * 2006, GANZ: A high technology company in Hungary, with a consistent track record in power transformers, GIS Switchgear and rotating machines, as well as in the supporting areas of design, erection and commissioning. .. Canada, Indonesia, and Ganz in Hungary are operating as a seamless whole, in matters of technology and design. 4. PERFORMANCE OF THE CG INDUSTRIAL SYSTEMS BUSINESS RS. CRORE YEAR ENDED 31 MARCHFY2010 GROWTH
Google Earth Imagery Update Bulan Maret 2010 yang Kedua. March 31st, 2010 by EdyPurnomo.net Leave a reply » wah thanks bro info2nya, baru tau ada blog GIS keren kayak gini yg berbahasa indonesia.. Tolong di cari lagi ya bro, link baru untuk menampilkan GE di ArcGIS. Doni says: April 15, 2010 at 11:55 pm. Brow…Klo Update Sendiri Untuk Wilayah Kabupaten Jember Gmn Caranya??Mohon Penerangan Neeh,,,. Hafidh says: May 17, 2010 at 9:40 pm. Jakarta Utara juga udah mulai baru
ArcGIS.com. March 23rd, 2010 by EdyPurnomo.net Leave a reply » July 2010Blog reports an imagery update for Google Earth and Google Maps; check to see if any of your favorite places has gotten an update! For Indonesia, Medan, Solo and Depok got new image! Yo [] Download GPSBabel 1.4.0. GPSBabel is a free software to transfer routes, tracks, and waypoint data to and from consumer GPS units and converts GPS
July 2010 Image Update for Google Earth & Google Maps. Google LatLong BlogIndonesia, Medan, Solo and Depok got new image! Yo [. Blog Geographic Information System (GIS) ini adalah tempat berbagi pengetahun dan pemahaman saya tentang GIS, tools yang berkaitan dengan GIS,Tips dan tricks GIS, serta informasi terbaru dan terupdate seputar GIS.
Peta Indonesia juga tersedia untuk di download secara gratis. © 2010 GIS Blog Indonesia · Proudly powered by WordPress & Green Park 2 by Cordobo.
SPOT Image telah merekam citra satelit 10 stadion yang akan digunakan sebagai venue World Cup 2010 Afrika Selatan
GIS information on the web For Indonesia, Google Earth imagery update the Second Month in March 2010 Google Earth is more diligent in updating the
March 31st, 2010 by gisiana Leave a reply " Google has just finished Google Earth Imagery Update Bulan Maret 2010 yang Kedua | GIS Blog Indonesia
19 March, 2010 - 08:34. Akhirnya saya kembali ke blog saya sendiri. Planet Geo Indonesia is a GIS/geo- related blog aggregator, written by Indonesian
FY2009 Image Update for Google Earth & Google Maps. Google LatLong reports an imagery update for Google Earth and Google Maps; check to see if any of your favorite places has gotten an update! For
Other resources :
Here is an excerpt about "download seluruh peta indonesia dari openstreetmap gis blog " from this page:Peta Indonesia juga tersedia untuk di download secara gratis. © 2010 GIS Blog Indonesia · Proudly powered by WordPress & Green Park 2 by Cordobo.Here is an excerpt about "citra satelit 10 stadion piala dunia 2010 gis blog indonesia" from this page:
SPOT Image telah merekam citra satelit 10 stadion yang akan digunakan sebagai venue World Cup 2010 Afrika SelatanHere is an excerpt about "gis blog indonesia indonesian to english powered by mloovi" from this page:
GIS information on the web For Indonesia, Google Earth imagery update the Second Month in March 2010 Google Earth is more diligent in updating theHere is an excerpt about "google earth march 2010 imagery update free gis data free " from this page:
March 31st, 2010 by gisiana Leave a reply " Google has just finished Google Earth Imagery Update Bulan Maret 2010 yang Kedua | GIS Blog IndonesiaHere is an excerpt about "ketut wikantika planet geo indonesia" from this page:
19 March, 2010 - 08:34. Akhirnya saya kembali ke blog saya sendiri. Planet Geo Indonesia is a GIS/geo- related blog aggregator, written by IndonesianHere is an excerpt about "free download gps map indonesia map gis blog indonesia" from this page:
GIS Blog Indonesia Blog Geographic Information System (GIS) ini adalah tempat berbagi March 2010; February 2010; January 2010; December 2009Here is an excerpt about "february 2010 image update for google earth amp; google maps free gis " from this page:
Google Earth March 2010 Imagery Update; Google Earth More New November Imagery Update Citra Satelit GeoEye Kota Manado Terbaru di Google Earth | GIS Blog IndonesiaHere is an excerpt about "2010 february gis blog indonesia" from this page:
GIS Blog Indonesia di Facebook Blog Geographic Information System (GIS) ini adalah tempat berbagi March 2010; February 2010; January 2010; December 2009
Read also :
free download gps map indonesia map gis blog indonesiafebruary 2010 image update for google earth amp; google maps free gis
2010 february gis blog indonesia
links on quot;gis blog indonesiaquot; facebook
gis vector data free gis data free gis tutorials
2010 march gis blog indonesia
open source gis gis blog indonesia
ppgis net blog community mapping in tsunami affected areas in aceh
gis blog indonesia link listing software untuk processing satellite
climate scholarships in denmark 2009 2010 beasiswa indonesia
Pasar Karbon REDD
Saff pengajar fakultas hukum
Universitas Mulawarman samarinda
Kalimantan Timur. Website : http://www.sitikotijah.com/
Isu pemanas global telah menjadi pembicaraan dunia sejak Lahirnya Protokol Kyoto. Ini persetujuan tentang perubahan iklim (UNFCCC), yang diterima hampir semua Negara untuk mengatasi pemanasan global.
Indonesia sebagai bagian negara dunia, telah meratifikasi Protocol Kyoto ini dengan keluarnya UU Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahaan Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja PBB). Presiden SBY telah menjanjikan moratorium penebangan hutan alam selama 2 (dua) tahun kepada Norwegia yang memberikan bantuan 1 Miliar dolar untuk program REDD.
Program akan melakukan emisi dari deforestarsi dan degradasi hutan, ini dipercaya akan menyelamatkan masa depan hutan di Indonesia, termasuk dihutan Kalimantan Timur.
Ada 2 hal yang penting dari letter of intent dengan Norwegia dan Indonesia , yakni:
- Give all relevant stakeholders, including indigenous peoples, local communities and civil society subject to national legislation, and where applicable, international instruments, the opportunity of full and effective participation in REDD+ Planning and implementation;
- Dalam pemenuhan LOI dengan Norwegia, Indonesia diwajibakan untuk menghentikan sementara seluruh konsesi yang mengkonversi lahan gambut dan hutan alam.
Pertanyaannya dari sisi mana, pemerintah melihat akan ada perbaikan kondisi hutan akan lebih baik. Sebagai gambaran REDD akan dimulai diberlakukan tahun 2011. Faktanya sekarang ada ijin konvensi hutan sebanyak 32.320.372 hektar, yang berpotensi meningkatkan emisi gas rumah kaca dari kawasan hutan dan lahan gambut serta 2.000 lebih ijin tambang yang berada kawasan hutan diseluruh Indonesia. Semua kawasan hutan dan lahan sudah dikapling untuk tambang, perkebunan, industry, perumahan dan lain-lain.
Menurut Sawit Watch, langkah moratorium ini terlambat, mengapa? Sebab sudah sekitar 26, 7 hutan hektar lahan kelapa sawit di 23 propinsi akan lolos dari moratorium dua tahun ini. Karena pejabat daerah sudah berlombah-lomba mengeluarkan ijin sebanyak-banyak untuk konvensi dikawasan gambut dan hutan alam sebelum Januari 2011.
Pertemuan COP 15 di Copenhagen dikenal dengan Hopesesshagen, pertemuan ini tidak menghasilkan kesepakatan apapun, hanya bersifat catatan dan tidak mengikat dilleval hokum yang ikut konferensi. Namun yang manarik Copenhagen telah membuka pasar karbon REDD makin ramai dan jalan pintas menyelesaikan masalah pemanas global.
Pasar Karbon di Indonesia
Presiden pada awal 2010, mengundang para gubernur untuk menyusun rencana aksi nasional adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Hal ini dalam rangka untuk memenuhi target 26% penurunan emisi Indonesia pada tahun 2005, sementara Indonesia menyumbang 2,3 gigaton karbon pertahun. Tindak lanjut dari pertemuan di atas sampai sekarang belum berupa ada aturan perundang-undangan.
Dalam proyek REDD Indonesia, akan dilakukan antara lain;
- KPCP project (Kalimantan Forest Carbon Partnership) at the central Kalimantan province in collaboration with the government of Australia;
- GTZ project at the East Kalimantan province in collaboration with the government of Germany;
- TNC project at the East Kalimantan province supported by the the Nature Conservancy;
- KOICA project at the West Nusa Tenggara province in collaboration with the government of South Korea;
- ITTO project at the East Jawa province supported by the Internasional Tropical Timber;
- UNREDD project supported by the UN agencies of UNEP, UNDP and FAO;
- Indonesia REDD readiness melalui program FCPF Bank Dunia dilaksanakan di Kalimantan Selatan, Sumatera Selata, Maluka, NAD, dan Papua Barat (Bebsic : 2010)
Rencana proyek REDD di atas, sebagai bentuk komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan dana dalam negeri, dan menurunkan emisi hingga 41% bila memperoleh dukungan dari Negara lain.
Kaltim sebagai bagian dari proyek REDD, menghadapi permasalahan dengan RTRW, tambang skala besar, kebun kelapa sawit dan lainnya. Kepentingan masyarakat, kesejahteraa, dan keselamatan yang hidup dan tinggal di sini jauh dari kesepakatan tersebut. Dalam dinamika pasar kabon REDD, jelas Presiden kita dan Gubernur Kaltim, sibuk melakukan politik pencitraan dengan slohan dan janji didunia Internasional. Slogan Gubernur green Kaltim, yes-yes, adalah mimpi, ditengah ribuan pesta tambang yang terus berjalan, sebagai salah satu sumber pemanasan global.
Kedepan para pemimpin kita bijak mengambil suatu langkah yang bisa dilogikakan dan bermanfaat bagi anak cucu kita kelak, jangan demi utang kita jual mimpi REDD didunia internasional.
Sumber : http://green.kompasiana.com/group/polusi/2010/07/23/pasar-karbon-redd/
Hutan: Posisi Tawar Strategis Indonesia di COP 15 Kopenhagen
Dalam kaitan ini saya berpendapat, tidak cukup hanya dengan tuntutan penurunan emisi, tetapi saya cenderung mengusulkan gerakan menghutankan kembali seluruh kota didunia. Bahwa kota metropolitan dengan berbagai kegiatannya mengasilkan polutan berupa emisi carbondioksida inilah yang menjadi penyebab utama pemanasan global, ini logika saya. Karena itulah setidaknya antara 40% sampai 50% dari kontribusi emisi carbon dikonversi menjadi berapa luasan hutan dipersyaratkanh atas kota tersebut. Berati ini program secara bertahap sampai terjadi keseimbangan antara emisi carbon dengan luasan hutan kota yang wajib diwujudkan dalam kerangka mengatasi pemanasan global.
Frame work protocol Kyoto, mendudukan hutan tropis sebagai wilayah konservasi carbohydrate. Plasma nutfah yang ada dihutan membutuhkan karbohidrate karena ia adalah mahluk yang bergerak memproses pelapukan. Adalah fakta bahwa hutan tidak akan mengalami pelapukan jika tidak terdapat plasma nutfah. Hutan tidak secara otomatis menghasilkan H2O guna menyerap carbon dioksida jika miskin plasma nutfah. Dalam kerangka inilah Negara yang memiliki hutan djadikan wilayah konservasi karbohidrate, sementara daerah perkotaan tertama Negara industry maju dengan bebas melepas emisi carbondioksida.
Sebagaimana kita ketahui, bahkan negara industry maju seperti Amerika Serikat menolak protocol Kyoto yang mewajibkan konpensasi atas setiap hektar hutan atau skema carbon trade. Suatu skema yang disebut sebagai Reducing Emission from Deforestation dan Degradation (REDD) in Developing Countries, Inilah inti protocol Kyoto yang saya tentang karena sangat tidak adil terhadap masyarakat berbagai wilayah pedalaman di Indonesia.
Dengan skema REDD maka berbagai daerah di luar pulau Jawa sangat membutuhkan infrastruktur untuk mengembangkan industry diwilayahnya demi tersedianya lapangan kerja baru, terhambat oleh aturan protektif sumber daya hutan dalam kerangka REDD tadi. Gerakan pengendalian lingkungan sejatinya memberikan kemudahan pembangunan industry agar masyarakat dapat alokasi pekerjaan baru, berpindah dari pekerjaan lama menggarap sumber daya hutan.
Menurut saya skema REDD merupakan cara kerja pemiskinan sistematis terhadap masyarakat pedalaman. Produktifitas masyarakat pedalaman negeri ini melemah karena aturan protektif deforestrasi dan pada akhirnya hanya jadi menerima santunan BLT karena adanya pendapatan negara dari konpensasi carbon trade.
Sementara itu Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Conference of the Parties (COP) 15 di Kopenhagen, Denmark pada 7-18 Desember mendatang, diragukan bisa mencapai kesepakatan baru. Seperti diketahui bahwa penyebab terganjalnya kesepakatan baru tersebut adalah sikap Negara industry maju yang bertahan menolak mereduksi, menurunkan emisi carbon yang ditebarkan kilang industry mereka. Indonesia dan negara berkembang lainnya ditekan dengan skema REDD, hal ini berarti jalan buntu.
Pada pertemuan pendahuluan di Barcelona kelompok negara berkembang melakukan walk out sehingga tidak ada rumusan yang dihasilkan bagi COP 15 Kopenhagen.
Dalam posisi begini saya usulkan agar pada COP 15 di Kopenhagen, Denmark kita keluar dari kerangka protocol Kyoto untuk bisa bebas menggarap sumber daya hutan demi kemakmuran rakyat kita sendiri. Biarkan Negara industry maju mengembalikan hutan mereka sendiri. Kita menolak menjadi penyangga kegiatan industri negara maju untuk kepentingan kemakmuran mereka. Dalam kaitan pemanasan global, maka hutan negeri ini kita jadikan bargaining power sebagai penyeimbang peta politik perekonomian global.
Sumber : http://koskarppbbantaeng.blogspot.com/2010/07/hutan-posisi-tawar-strategis-indonesia.html
Badai Bonnie mengarah ke Teluk yg Berminyak
Tropical Storm Bonnie, the second named storm of the 2010 Atlantic hurricane season, moved across the southern Florida peninsula on Friday afternoon, July 23, 2010, and is now taking aim at the Gulf of Mexico. The forecast track is expected to take it over or near the BP Deepwater Horizon oil spill on July 24.
The temperatures of Tropical Storm Bonnie's cloud tops are shown in this July 23 thermal infrared image from the AIRS instrument on NASA's Aqua spacecraft. The coldest clouds and heaviest precipitation are shown in purples and blues. Credit: NASA/JPL-Caltech
According to NOAA's National Hurricane Center, Bonnie made landfall in South Florida with maximum sustained winds near 65 kilometers (40 miles) per hour. As it encountered land, it was downgraded to a tropical depression, with maximum sustained winds of 55 kilometers (35 miles) per hour. Bonnie is expected to regain tropical storm strength as it enters the open waters of the Gulf of Mexico Friday night and Saturday. At 5 p.m. EDT July 23, Bonnie was located about 55 kilometers south of Ft. Myers, Fla., moving to the west-northwest at 30 kilometers (18 miles) per hour. Bonnie is expected to slow and move over the eastern Gulf of Mexico Friday night, July 23, and Saturday, July 24, and reach the northern Gulf Coast late Saturday.
Bonnie is expected to produce total rainfall accumulations of 3 to 8 centimeters (1 to 3 inches) over parts of southeastern Louisiana, southern Alabama, southern Mississippi and the far western Florida panhandle, with possible isolated maximum amounts of up to 13 centimeters (5 inches). Additional rainfall amounts of 3 to 5 centimeters (1 to 2 inches) are possible today over Central and South Florida.
Of particular concern to Gulf Coast residents and oil spill response personnel is Bonnie's storm surge, which could potentially carry oil from the spill inland. The storm surge is expected to raise water levels by as much as 1 to 1.5 meters (3 to 5 feet) above ground level along the immediate coast near and to the right of where the center of Bonnie makes landfall on the northern Gulf Coast.
The NASA Jet Propulsion Laboratory-built and managed Atmospheric Infrared Sounder (AIRS) instrument on NASA's Aqua satellite captured this infrared image of Bonnie when it was a tropical storm at 2:47 p.m. EDT (18:47 UTC) on July 23, 2010. The AIRS data create an accurate 3-D map of atmospheric temperature, water vapor and clouds, data that are useful to hurricane forecasters. The image shows the temperature of Bonnie's cloud tops or the surface of Earth in cloud-free regions. The coldest cloud-top temperatures appear in purple, indicating towering cold clouds and heavy precipitation. The infrared signal of AIRS does not penetrate through clouds. Where there are no clouds, AIRS reads the infrared signal from the surface of the ocean waters, revealing warmer temperatures in orange and red.
For more information on AIRS, visit: http://airs.jpl.nasa.gov/ . For more information on NASA's research of hurricanes/tropical cyclones, visit: http://www.nasa.gov/mission_pages/hurricanes/main/index.html .
Text credit: Alan Buis, NASA/Jet Propulsion Laboratory
Musim Badai 2010 : Badai Bonnie Tropis ( Samudra Atlantik Utara)
Bonnie Struggling in the Gulf of Mexico due to Wind Shear
A strong southeasterly wind shear is preventing Tropical Depression Bonnie from strengthening over the Gulf of Mexico, where the storm sits on Saturday, July 24. GOES-13 satellite image today provides a good picture of the effects of that shear as the center of Bonnie visibly seems to be southwest of the bulk of its clouds and showers.
The Geostationary Operational Environmental Satellite, GOES-13 that watches weather over the eastern U.S. captured a visible image of Tropical Depression Bonnie this morning, July 24, at 1140 UTC (7:40 a.m. EDT). The image clearly shows Bonnie's center as a small circular area southeast of Louisiana located to the southeast of the bulk of Bonnie's clouds and showers to the northeast.
The Geostationary Operational Environmental Satellite, GOES-13 that watches weather over the eastern U.S. captured a visible image of Tropical Depression Bonnie this morning, July 24, at 1140 UTC (7:40 a.m. EDT). The image clearly shows Bonnie's center as a small circular area southeast of Louisiana located to the southeast of the bulk of Bonnie's clouds and showers to the northeast.
The National Hurricane Center noted that "the southeasterly shear is not expected to abate prior to bonnie reaching the coast and none of the intensity guidance shows intensification. However...the official forecast will keep the possibility of re-strengthening to a tropical storm before bonnie makes landfall. An alternate scenario that remains possible is for bonnie to degenerate to an open trough today. That scenario is supported by some of the global models."
At 8 a.m. EDT, Bonnie's maximum sustained winds were holding near 30 mph. Bonnie's center was located near latitude 27.6 north and longitude 86.1 west. That's about 215 miles east-southeast of the mouth of the Mississippi River and 160 miles south-southwest of Apalachicola, Florida. The depression is moving toward the west-northwest near 20 mph and a gradual decrease in forward speed is expected today with little change in the direction of motion. On this track the center of Bonnie is forecast to approach the northern Gulf coast tonight.
NASA's Aqua satellite provided a very clear image of Tropical Storm Bonnie over Florida on July 23 at 18:50 UTC (4:50 p.m. EDT) as it was moving into the Gulf of Mexico.
Credit: NASA/MODIS Rapid Response Team
Credit: NASA/MODIS Rapid Response Team
A tropical storm warning is still in effect for Destin, Florida to Morgan City, Louisiana including Lake Pontchartrain. However, the National Hurricane Center noted that the tropical storm warning will likely be discontinued later this morning (July 24).
Tropical Depression Bonnie is expected to produce total rainfall accumulations of 1 to 2 inches over portions of southern Louisiana, southern Alabama, southern Mississippi and the far western Florida panhandle...with possible isolated maximum amounts of 3 inches. Gusty winds will also be experienced in those areas today and storm surge is expected between 1 and 3 feet.
Before coming into the Gulf of Mexico, Tropical Storm Bonnie made landfall in South Florida on Friday the 23rd of July 2010. The center of the storm came ashore near Cutler Bay along the southeast coast of Florida, about 40 miles south of Miami, around 11:00 a.m. local time (EDT) with sustained winds of 40 mph (~65 mph) according to the National Hurricane Center.
Tropical Depression Bonnie is expected to produce total rainfall accumulations of 1 to 2 inches over portions of southern Louisiana, southern Alabama, southern Mississippi and the far western Florida panhandle...with possible isolated maximum amounts of 3 inches. Gusty winds will also be experienced in those areas today and storm surge is expected between 1 and 3 feet.
Before coming into the Gulf of Mexico, Tropical Storm Bonnie made landfall in South Florida on Friday the 23rd of July 2010. The center of the storm came ashore near Cutler Bay along the southeast coast of Florida, about 40 miles south of Miami, around 11:00 a.m. local time (EDT) with sustained winds of 40 mph (~65 mph) according to the National Hurricane Center.
This TRMM satellite 3-D image shows heavy rain associated with a tall convective tower (shown in red) that extends to over 15 km (over 9 miles high) near the center of the storm. Credit: NASA/SSAI, Hal Pierce
Bonnie formed a day earlier between the central Bahamas and eastern Cuba from a west-ward propagating tropical wave that had emerged off of the coast of Africa a little over a week ago. The storm has been moving steadily towards the west-northwest at a fairly rapid pace after forming south of the Bahamas.
The Tropical Rainfall Measuring Mission satellite (known as TRMM) captured unique images of Bonnie as it was approaching the southeast coast of Florida during the early morning hours on Friday, July 23. The images were taken at 07:53 UTC (3:53 am EDT) July 23 just after Bonnie had passed over Andros Island in the southwestern Bahamas. One TRMM image showed the horizontal pattern of rain intensity within the storm.
Rain rates in the center of the orbit "swath" or path are based on the TRMM Precipitation Radar (PR), and those in the outer swath on the TRMM Microwave Imager (TMI). The rain rates are overlaid on infrared (IR) data from the TRMM Visible Infrared Scanner (VIRS).
TRMM revealed that in general, Bonnie is a pretty small storm and contains very little in the way of rain. Patchy areas of mostly light to occasionally moderate rain are spread around but away from the center. There is, however, one area of intense rain located near the center. The storm is not very well organized with only weak banding (curvature) evident in the rainbands away from the center and no evidence of an eye.
A second image using TRMM data was created to show the storm in 3-D. That image showed the area of heavy rain evident in the rainfall image was associated with a tall convective tower that extends to over 15 km (over 9 miles high) near the center of the storm. Oftentimes, these tall towers can be a sign of strengthening as they indicate the presence of strong showers and thunderstorms that are releasing large amounts of heat into the storm. However, because it was only weakly organized and under the influence of moderate to strong southeasterly wind shear, Bonnie was unable to strengthen before making landfall in south Florida.
The National Hurricane Center forecast track as of 8 a.m. EDT on July 24 takes Bonnie into southeastern Louisiana near midnight tonight, making landfall in the bayou near Barataria Bay, south of New Orleans. For updates on Tropical Depression Bonnie's track and latest forecast, visit the National Hurricane Center website at: www.nhc.noaa.gov.
The GOES series of satellites are operated by the National Oceanic and Atmospheric Administration, and NASA's GOES Project, located at NASA's Goddard Space Flight Center, Greenbelt, Md. creates some of the GOES satellite images. TRMM is a joint mission between NASA and the Japanese space agency JAXA.
Text credit: Rob Gutro and Steve Lang, NASA/Goddard Space Flight Center
Sumber : http://www.nasa.gov/mission_pages/hurricanes/archives/2010/h2010_Bonnie.html
Rabu, 21 Juli 2010
NASA membuat peta kedalaman hutan dunia yang pertama
The work - based on data collected by NASA's ICESat, Terra, and Aqua satellites -- should help scientists build an inventory of how much carbon the world’s forests store and how fast that carbon cycles through ecosystems and back into the atmosphere. Michael Lefsky of the Colorado State University described his results in the journal Geophysical Research Letters.
A first-of-its-kind global map shows forest canopy height in shades of green from 0 to 70 meters (230 feet). For any patch of forest, the height shown means that 90 percent or more of the trees in the patch are that tall or taller. Areas without forest are shown in tan. Credit: NASA Earth Observatory/Image by Jesse Allen and Robert Simmon/Based on data from Michael Lefsky.
A first-of-its-kind global map shows forest canopy height in shades of green from 0 to 70 meters (230 feet). For any patch of forest, the height shown means that 90 percent or more of the trees in the patch are that tall or taller. Areas without forest are shown in tan. Credit: NASA Earth Observatory/Image by Jesse Allen and Robert Simmon/Based on data from Michael Lefsky.
The new map shows the world’s tallest forests clustered in the Pacific Northwest of North America and portions of Southeast Asia, while shorter forests are found in broad swaths across northern Canada and Eurasia. The map depicts average height over 5 square kilometers (1.9 square miles) regions), not the maximum heights that any one tree or small patch of trees might attain.
Temperate conifer forests -- which are extremely moist and contain massive trees such as Douglas fir, western hemlock, redwoods, and sequoias--have the tallest canopies, soaring easily above 40 meters (131 feet). In contrast, boreal forests dominated by spruce, fir, pine, and larch had canopies typically less than 20 meters (66 feet). Relatively undisturbed areas in tropical rain forests were about 25 meters (82 feet), roughly the same height as the oak, beeches, and birches of temperate broadleaf forests common in Europe and much of the United States.
Temperate conifer forests -- which are extremely moist and contain massive trees such as Douglas fir, western hemlock, redwoods, and sequoias--have the tallest canopies, soaring easily above 40 meters (131 feet). In contrast, boreal forests dominated by spruce, fir, pine, and larch had canopies typically less than 20 meters (66 feet). Relatively undisturbed areas in tropical rain forests were about 25 meters (82 feet), roughly the same height as the oak, beeches, and birches of temperate broadleaf forests common in Europe and much of the United States.
A forest canopy height map of the contiguous United States. Credit: NASA Earth Observatory/Image by Jesse Allen and Robert Simmon/Based on data from Michael Lefsky.
Where’s the Carbon?
Scientific interest in the new map goes far beyond curiosities about tree height. The map has implications for an ongoing effort to estimate the amount of carbon tied up in Earth’s forests and for explaining what sops up 2 billion tons of “missing” carbon each year.
Humans release about 7 billion tons of carbon annually, mostly in the form of carbon dioxide. Of that, 3 billion tons end up in the atmosphere and 2 billion tons in the ocean. It’s unclear where the last two billion tons of carbon go, though scientists suspect forests capture and store much of it as biomass through photosynthesis.
Scientific interest in the new map goes far beyond curiosities about tree height. The map has implications for an ongoing effort to estimate the amount of carbon tied up in Earth’s forests and for explaining what sops up 2 billion tons of “missing” carbon each year.
Humans release about 7 billion tons of carbon annually, mostly in the form of carbon dioxide. Of that, 3 billion tons end up in the atmosphere and 2 billion tons in the ocean. It’s unclear where the last two billion tons of carbon go, though scientists suspect forests capture and store much of it as biomass through photosynthesis.
European Beech.
Credit: Forestryimages.org/University of West Hungary/Norbert Frank› Larger image
An artist’s representation of ICESat in orbit.
Credit: NASA/Scientific Visualization Studio/Chris Meaney› Larger image
Stand of bristlecone pine on Almahgre Mountain in Colorado.
Credit: Forestryimages.org/USDA Forest Service/Dave Powell› Larger image
There are hints that young forests absorb more carbon than older ones, as do wetter ones, and that large amounts of carbon end up in certain types of soil. But ecologists have only begun to pin down the details as they try to figure out whether the planet can continue to soak up so much of our annual carbon emissions and whether it will continue to do so as climate changes.
“What we really want is a map of above-ground biomass, and the height map helps get us there,” said Richard Houghton, an expert in terrestrial ecosystem science and the deputy director of the Woods Hole Research Center.
One of Lefsky’s colleagues, Sassan Saatchi of NASA’s Jet Propulsion Laboratory, has already started combining the height data with forest inventories to create biomass maps for tropical forests. Complete global inventories of biomass, when they exist, can improve climate models and guide policymakers on how to minimize the human impact on climate with carbon offsets.
More immediately, said University of Maryland remote sensing expert Ralph Dubayah, tree canopy heights can be plugged into models that predict the spread and behavior of fires, as well as ecological models that help biologists understand the suitability of species to specific forests.
“What we really want is a map of above-ground biomass, and the height map helps get us there,” said Richard Houghton, an expert in terrestrial ecosystem science and the deputy director of the Woods Hole Research Center.
One of Lefsky’s colleagues, Sassan Saatchi of NASA’s Jet Propulsion Laboratory, has already started combining the height data with forest inventories to create biomass maps for tropical forests. Complete global inventories of biomass, when they exist, can improve climate models and guide policymakers on how to minimize the human impact on climate with carbon offsets.
More immediately, said University of Maryland remote sensing expert Ralph Dubayah, tree canopy heights can be plugged into models that predict the spread and behavior of fires, as well as ecological models that help biologists understand the suitability of species to specific forests.
Page Last Updated: July 21, 2010
Page Editor: Melissa Quijada
NASA Official: Brian Dunbar
Page Editor: Melissa Quijada
NASA Official: Brian Dunbar
Musim Badai 2010 : Peta Badai Tropis di Chanthu (Lau Cina Selatan)
NASA's AIRS instrument infrared imagery of Chanthu from July 19 at 18:05 UTC showed strong convection (purple) from northeast to southwest. Credit: NASA/JPL, Ed Olsen
NASA's Aqua satellite's AIRS instrument infrared image on July 18 at 0723 UTC saw an area of very high thunderstorm (purple) cloud tops from northeast to southwest around the center of TD4W.
Credit: NASA/JPL, Ed Olsen
Indonesia memiliki potensi pendapatan dari REDD sebesar US$3,8 miliar hingga US$15 miliar per tahun. Namun,
Oleh: Yeni H. Simanjuntak
SANUR, Bali (Bisnis.com): Potensi pendapatan yang hilang akibat dari kewajiban untuk konservasi hutan, di sektor usaha hulu hingga ke hilir, harus ikut dihitung dalam mekanisme penurunan emisi dari deforestrasi (reducing emissions from deforestation/REDD).
Sejumlah ilmuwan yang mempresentasikan penelitian mereka dalam salah satu sesi di acara pertemuan internasional Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC), yang diselenggarakan mulai Selasa hingga Jumat pekan ini, menyebutkan hingga kini potensi pendapatan tersebut belum dimasukkan dalam harga karbon yang dijual lewat mekanisme REDD.
REDD merupakan salah satu mekanisme yang digunakan dalam transaksi emisi karbon, di mana pemilik hutan bisa mendapatkan sejumlah dana dari karbon yang tersimpan di hutan tersebut, sehingga hutan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan komersial.
Jaboury Ghazoul, profesor di bidang ecosystem management dari Swiss Federal Institute of Technology Zurich, menyebutkan Indonesia memiliki potensi pendapatan dari REDD sebesar US$3,8 miliar hingga US$15 miliar per tahun. Namun, ada sejumlah biaya yang timbul dari komitmen untuk memelihara hutan tersebut.
Menurut dia, REDD menimbulkan biaya administrasi atau institusional karena untuk bisa mendapatkan dana REDD dibutuhkan usaha yang cukup besar, biaya pengawasan, hingga kerugian yang timbul akibat tindak korupsi terhadap dana yang diperoleh.
Biaya lainnya adalah biaya yang timbul dari masalah sosial dan biaya ekonomi berupa potensi pendapatan yang bisa dihasilkan dari berbagai sektor usaha dan kehidupan yang sebelumnya tergantung pada pengelolaan hasil hutan, termasuk sektor yang ikut terkena dampak apabila usaha-usaha yang memanfaatkan hasil hutan dikurangi aktivitasnya.
Mengutip data dari Kementerian Kehutanan dan sejumlah institusi lainnya, Ghazoul menyebutkan setidaknya ada 350.000 orang yang bekerja langsung di sektor kehutanan, di mana 36% di antaranya merupakan penduduk asli yang berada di berbagai kawasan di Kalimantan.
Selain itu, ada 3,1 juta orang pekerja yang terkait dengan hutan, seperti pekerja pada industri bubur kertas (pulp) yang memang dihasilkan dari kayu. Ghazoul juga mencontohkan nasib para pekerja yang terkait dengan industri furniture di Jepara, yang pastinya akan berubah apabila pasokan kayu untuk industri tempat mereka bekerja dikurangi atau bahkan dihentikan. Setidaknya ada 176.470 pekerja furniture di Jepara.
“Usaha pengangkutan hingga jasa yang terkait dengan keberadaan industri furniture di sana pasti akan ikut terpengaruh. Ini baru satu daerah kecil saja di Indonesia. Ada banyak daerah-daerah lain yang juga pastinya akan mengalami nasib yang sama. Jadi, semua ini harus diperhitungkan di dalam REDD,” kata Ghazoul hari ini.
Dia menyebutkan salah satu alternatif yang dapat dilakukan Pemerintah Indonesia adalah menggunakan dana yang diperoleh dari mekanisme REDD untuk menciptakan hutan yang kayunya dapat digunakan untuk industri yang selana ini tergantung pada hutan yang ada.
“Ini memang membutuhkan usaha yang keras. Atau dana dari REDD bisa juga digunakan untuk membuka peluang usaha baru, sehingga masyarakat bisa beralih ke sana. Namun, itu lebih sulit lagi untuk dilakukan,” jelasnya.
Dia mengakui belum melakukan penghitungan secara spesifik apakah dana yang diperoleh Indonesia dari REDD mencukupi untuk membuat program-program pengganti tersebut. “Saya belum melakukan kalkulasi apakah dana dari REDD cukup untuk mendanai semua itu,” katanya saat ditemui seusai presentasi.
Namun, Brendan P. Fisher, dari Princeton University, menyebutkan sejumlah riset menunjukkan dana yang diperoleh dari REDD tidak cukup besar untuk mengganti semua potensi ekonomi yang hilang. “Tidak cukup besar untuk meng-off set semua itu.”
Herry Purnomo, peneliti dari Center for International Forestry Research (Cifor), mengatakan Indonesia sudah pernah menghitung besaran dana REDD yang setimpal dengan kerugian ekonomi yang timbul akibat mekanisme REDD. “Namun, kurang komprehensif. Opportunity cost untuk masa depannya tidak ikut dihitung.” (mrp)
Sumber : http://web.bisnis.com/keuangan/ekonomi-makro/1id194726.html
SANUR, Bali (Bisnis.com): Potensi pendapatan yang hilang akibat dari kewajiban untuk konservasi hutan, di sektor usaha hulu hingga ke hilir, harus ikut dihitung dalam mekanisme penurunan emisi dari deforestrasi (reducing emissions from deforestation/REDD).
Sejumlah ilmuwan yang mempresentasikan penelitian mereka dalam salah satu sesi di acara pertemuan internasional Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC), yang diselenggarakan mulai Selasa hingga Jumat pekan ini, menyebutkan hingga kini potensi pendapatan tersebut belum dimasukkan dalam harga karbon yang dijual lewat mekanisme REDD.
REDD merupakan salah satu mekanisme yang digunakan dalam transaksi emisi karbon, di mana pemilik hutan bisa mendapatkan sejumlah dana dari karbon yang tersimpan di hutan tersebut, sehingga hutan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan komersial.
Jaboury Ghazoul, profesor di bidang ecosystem management dari Swiss Federal Institute of Technology Zurich, menyebutkan Indonesia memiliki potensi pendapatan dari REDD sebesar US$3,8 miliar hingga US$15 miliar per tahun. Namun, ada sejumlah biaya yang timbul dari komitmen untuk memelihara hutan tersebut.
Menurut dia, REDD menimbulkan biaya administrasi atau institusional karena untuk bisa mendapatkan dana REDD dibutuhkan usaha yang cukup besar, biaya pengawasan, hingga kerugian yang timbul akibat tindak korupsi terhadap dana yang diperoleh.
Biaya lainnya adalah biaya yang timbul dari masalah sosial dan biaya ekonomi berupa potensi pendapatan yang bisa dihasilkan dari berbagai sektor usaha dan kehidupan yang sebelumnya tergantung pada pengelolaan hasil hutan, termasuk sektor yang ikut terkena dampak apabila usaha-usaha yang memanfaatkan hasil hutan dikurangi aktivitasnya.
Mengutip data dari Kementerian Kehutanan dan sejumlah institusi lainnya, Ghazoul menyebutkan setidaknya ada 350.000 orang yang bekerja langsung di sektor kehutanan, di mana 36% di antaranya merupakan penduduk asli yang berada di berbagai kawasan di Kalimantan.
Selain itu, ada 3,1 juta orang pekerja yang terkait dengan hutan, seperti pekerja pada industri bubur kertas (pulp) yang memang dihasilkan dari kayu. Ghazoul juga mencontohkan nasib para pekerja yang terkait dengan industri furniture di Jepara, yang pastinya akan berubah apabila pasokan kayu untuk industri tempat mereka bekerja dikurangi atau bahkan dihentikan. Setidaknya ada 176.470 pekerja furniture di Jepara.
“Usaha pengangkutan hingga jasa yang terkait dengan keberadaan industri furniture di sana pasti akan ikut terpengaruh. Ini baru satu daerah kecil saja di Indonesia. Ada banyak daerah-daerah lain yang juga pastinya akan mengalami nasib yang sama. Jadi, semua ini harus diperhitungkan di dalam REDD,” kata Ghazoul hari ini.
Dia menyebutkan salah satu alternatif yang dapat dilakukan Pemerintah Indonesia adalah menggunakan dana yang diperoleh dari mekanisme REDD untuk menciptakan hutan yang kayunya dapat digunakan untuk industri yang selana ini tergantung pada hutan yang ada.
“Ini memang membutuhkan usaha yang keras. Atau dana dari REDD bisa juga digunakan untuk membuka peluang usaha baru, sehingga masyarakat bisa beralih ke sana. Namun, itu lebih sulit lagi untuk dilakukan,” jelasnya.
Dia mengakui belum melakukan penghitungan secara spesifik apakah dana yang diperoleh Indonesia dari REDD mencukupi untuk membuat program-program pengganti tersebut. “Saya belum melakukan kalkulasi apakah dana dari REDD cukup untuk mendanai semua itu,” katanya saat ditemui seusai presentasi.
Namun, Brendan P. Fisher, dari Princeton University, menyebutkan sejumlah riset menunjukkan dana yang diperoleh dari REDD tidak cukup besar untuk mengganti semua potensi ekonomi yang hilang. “Tidak cukup besar untuk meng-off set semua itu.”
Herry Purnomo, peneliti dari Center for International Forestry Research (Cifor), mengatakan Indonesia sudah pernah menghitung besaran dana REDD yang setimpal dengan kerugian ekonomi yang timbul akibat mekanisme REDD. “Namun, kurang komprehensif. Opportunity cost untuk masa depannya tidak ikut dihitung.” (mrp)
Sumber : http://web.bisnis.com/keuangan/ekonomi-makro/1id194726.html
Langganan:
Postingan (Atom)
Dr. Oldy, A. A : Dampak Penambahan Kuota Beasiswa terhadap Universitas Muara Bungo dan Masyarakat
Muara Bungo, 8 Desember 2024 – Penambahan kuota beasiswa di Universitas Muara Bungo (UMB) menjadi salah satu langkah strategis yang tidak...
STUDY TATA RUANG
Struktur Sungai
-
*Kota Sungai Penuh* — Alfin SH, calon kuat dalam pemilihan Wali Kota Sungai Penuh, kembali menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak hanya tentan...
POLA RUANG SUMATERA
Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi
BERHALE ISLAND
ISI IDRISI TAIGA
Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo
PERATURAN TATA RUANG
DOWNLOAD PETA-PETA
Labels
Study Tata Ruang
(6)
Geospasial
(3)
PETA RTRW
(3)
PERDA RTRW
(2)
Peta Taman Nasional Bukit 30
(2)
Gunung Kerinci
(1)
Perencanaan Wilayah dan Kota
(1)
Peta Administrasi
(1)
SPASIAL
(1)
TANYA-JAWAB
(1)
TNBT
(1)
UU No 4/11 Informasi Geospasial
(1)
COMMUNICATE
+62 812731537 01