Senin, 12 Juli 2010

MITIGASI BANJIR BANDANG PANTAI BARAT (II)

Kejadian banjir bandang dan longsor juga semakin sering terjadi di berbagai belahan dunia,  pada periode Juni-Juli 2010 telah terjadi banjir bandang yang merenggut korban jiwa antara lain di Arkansas (Amerika), Prancis Selatan, Myanmar, Singapura dan terakhir di China (Juli 2010).Pada dasarnya banjir bandang disebabkan oleh curah hujan yang sangat tinggi yang disebut dengan torrential rainfalls atau torrential precipitation dimana curah hujan total lebih 100 mm/24 jam.

Sebuah penelitian mendalam oleh Lembaga Nasional dan Meteorologi Bulgaria dalam  artikelnya : Torrential Precipitation Event in Bulgaria : A Comparative Analysis for East Bulgaria (2008) mengungkapkan kejadian hujan badai (torrential rainfalls) meningkat 50% pada kurun waktu 1991-2007 dibandingkan dengan kejadian hujan badai pada kurun 1950-1990. Kajian lanjutan membuktikan bahwa peningkatan kejadian hujan badai itu berkaitan dengan peristiwa pemanasan global (global warming up) pada permukaan bumi baik daratan maupun lautan antara 0,5-1,5°C yang telah meningkatkan penguapan massa air laut.

Pemanasan global pada laut luas (samudera) akan menciptakan penguapan air laut yang bergerak vertikal (convection) dalam skala yang luas yang disebut dengan Mesoscale Convection System. Fenomena global ini juga terjadi di Indonesia baik yang bersumber dari Samudera India maupun yang bersumber dari Samudera Pasifik. Pemanasan massa air laut di samudera India akan menciptakan gugus awan yang mengandung uap air dalam skala luas yang dibawa arus angin ke Sumatera khususnya ke kawasan pantai barat Sumatera Utara.

Gugusan awan yang mengandung uap air ini selanjutnya membentur kawasan pegunungan Bukit Barisan yang menimbulkan hujan orografis berupa hujan badai (torrential rainfalls) sebagaimana terjadi pada kejadian banjir bandang pada DAS Aek Pahu di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan pada 12 Januari 2010. Pola pergerakan awan sebagai sumber hujan yang sangat lebat pada tanggal 12 Januari 2010 itu dapat dicermati jam demi jam pada rekaman satelit cuaca MTSAT dari Kochi University Jepang.
Rekaman lapangan mencatat curah hujan 160 mm dalam durasi 2 jam 16 menit pada tanggal 12 Januari 2010 itu yang telah menimbulkan banjir bandang dan berdampak pada kerusakan perumahan karyawan PTPN III di Desa Aek Pahu/Aek Pining Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan. Untunglah tidak ada korban jiwa! Curah hujan 160 mm dalam durasi pendek : 2 jam 16 menit itu mengandung energi kinetik yang sangat besar yang akan membombardir permukaan tanah yang akan mengalami serangkain proses yang menimbulkan longsor di hulu DAS dan banjir bandang di hilir DAS.

Mitigasi longsor
Bencana alam seperti gempa bumi, longsor dan banjir bandang memiliki perulangan  (siklus) kejadian. Bencana longsor dapat berulang pada jangka waktu tahunan atau setiap tahun sekali tergantung tingkat kerentanan gerakan tanahnya. Oleh karena itu sudah suatu keharusan dalam rangka penyelamatan pra bencana atau penyelamatan sebelum bencana longsor terjadi terhadap manusia, harta benda (rumah dan segala isinya), infrastuktur, seperti jalan, jembatan, prasarana air minum, jaringan listrik, telepon dan fasilitas umum seperti rumah sekolah, lahan pertanian, permukiman, perlu dilakukan upaya mitigasi bencana longsor.

Mitigasi adalah upaya pengurangan resiko becana sebelum bencana itu terjadi. Mitigasi berbeda dengan kegiatan SAR (search and Rescue) yang merupakan kegiatan pasca bencana. Langkah pertama dan mendasar dalam upaya mitigasi bencana longsor adalah mengadakan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah (Susceptibility to Landslide Zone Map). Suatu daerah (kabupaten atau kota) dipetakan kerentanan gerakan tanahnya sehingga dapat diketahui daerah mana saja yang sangat rawan bagi terjadinya longsor (zona KGT tinggi) atau daerah rawan longsor (zona KGT menegah), tidak rawan longsor (zona KGT rendah).

Pada Peta Zona Gerakan Tanah (Peta KGT) dapat pula diketahui jenis dan tipe longsor di suatu kabupaten/kota, apakah jenis/tipe : rayapan (creep), jatuhan/guguran (rock fall), lengseran (sliding) atau avalanche sehingga mitigasi teknisnya juga dapat dilakukan secara terarah. Selain sebagai basis penyelamatan jiwa, peta KGT dapat dan memang harus digunakan sebagai basis dalam pengembangan wilayah (kabupaten, kota, desa) dan basis perencanaan (design) konstruksi jalan, jembatan, bendungan, permukiman dlsb. 
Langkah kedua upaya penyelamatan terhadap bencana longsor di kawasan pantai Barat Sumut adalah melakukan sosialisasi peta KGT kepada masyarakat luas terutama pada masyarakat yang bermukim di daerah rawan longsor dan juga melakukan pendidikan dan pelatihan Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat (Community Based Disaster Mitigation) dalam rangka membangun kesadaran serta menumbuhkan pengertian yang pas tentang seluk-beluk kebencanaan longsor dan pelatihan reaksi cepat dalam rangka evakuasi sistematik.

Jadi setelah Peta KGT tersedia maka pendidikan dan pelatihan mitigasi bencana longsor harus dilakukan kepada masyarakat yang daerahnya rawan longsor. Mitigasi bencana berbasis masyarakat terhadap bencana banjir bandang dan longsor inilah yang tidak dilakukan di berbagai tempat rawan longsor seperti di Jawa sehingga rakyat tidak waspada dan tidak mampu berreaksi cepat menyelamatkan diri sebagaimana terjadi di desa Gunung Rejo Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah yang mengubur 200 orang yang tidak siaga.

Jadi dalam rangka penyelamatan jiwa rakyat yang yang bermukim di daerah rawan longsor di berbagai daerah kabupaten/kota kawasan Pantai Barat Sumatera Utara lakukanlah terlebih dahulu pemetaan zona kerentanan gerakan tanah, selanjutnya sosialisasikan dan lakukan penyadaran dan pelatihan reaksi cepat dalam menghadapi bencana longsor dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat seluas-luasnya pada daerah rawan longsor.

Mitigasi Pantai Barat
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan akan menetapkan Kecamatan Sipirok sebagai  ibukota kabupaten. Untuk maksud itu adalah penting dan perlu kiranya Pemkab. Tapanuli Selatan melakukan penilaian (assesment) resiko bencana geologi (longsor, banjir bandang, gempabumi) terhadap tataruang kecamatan Sipirok yang posisinya berada dalam jarak dan pengaruh yang sangat dekat dengan jalur kegempaan dari patahan Toru dan patahan Angkola.

Selain itu kondisi geologis, topografis, dan klimatologis tataruang kecamatan Sipirok rentan bagi terjadinya longsor dan banjir bandang. Bahkan denyut bumi Kecamatan Sipirok sebagai cikal bakal ibukota kabupaten perlu pula diketahui dan dipetakan dengan melakukan survei kegempaan mikro (microtremor) untuk mengetahui tingkat resiko bencana gempabumi-nya dalam rangka mitigasi bencana gempabumi.
 
Mitigasi terhadap tataruang kecamatan Sipirok sebagai cikal bakal ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan dimaksudkan agar sejak dini dapat dilakukan upaya-upaya yang terrencana dan sistematis dalam rangka menciptakan tataruang yang berketahanan terhadap bencana (spatial proof disaster). Selain kecamatan Sipirok, upaya mitigasi terhadap tataruang kecamatan-kecamatan lainnya yang rawan bencana geologis (longsor, banjir bandang, gempabumi) perlu dilaksanakan terhadap kecamatan-kecamatan : Batang Toru, Muara Batang Toru, Marancar, Angkola Barat/Angkola Sangkunur, Angkola Selatan, Batang Angkola, Sayurmatinggi, Angkola Tanotombangan dan Angkola Timur.

Dari hasil observasi tinjau yang penulis lakukan beberapa waktu yang lalu, kiranya Pemkab. Tapanuli Selatan perlu mewaspadai potensi bencana longsor (earth movement) terhadap tataruang kecamatan Batang Toru – Muara Batang Toru – Marancar. Pemkab. Tapanuli Selatan perlu melakukan kajian yang mendalam untuk menilai tingkat bahaya/ancaman bencana longsor terhadap kota kecamatan Batang Toru serta menentukan upaya mitigasi dalam rangka stabilisasi ancaman longsor (landslide stabilizing) mengingat posisi kota kecamatan Batang Toru dalam kerangka ancaman bahaya longsor memiliki kesamaan dengan Guinsaugon di Pilipina selatan itu. Kota Kecamatan Batangtoru tempaknya berada pada posisi lidah (toe) longsoran seperti Guinsaugon. Peribahasa mengatakan sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tak berguna. Jadi jangan pandang remeh ancaman bencana longsor terhadap Batangtoru.

Uraian pra kondisi kawasan rentan terhadap bencana geologis (longsor, banjir bandang dan gempabumi) dari kecamatan-kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan dimaksudkan pula untuk mengungkapkan perspektif akan terdapatnya potensi atau ancaman bencana geologis terhadap kawasan lain di daerah pengunungan Bukit Barisan dari kawasan pantai barat Sumut ini mulai dari : Madina, Tapsel, Padang Sidempuan, Palas, Paluta, Tapteng, Pakpak Bharat, Dairi dan Samosir. Oleh karena itu pemkab/pemko dalam lingkup kawasan pantai barat Sumut tersebut sudah seharusnya melakukan upaya pengurangan resiko bencana (mitigasi) dari ancaman bencana longsor, banjir bandang dan gempabumi.

Semoga kepemimpinan baru dari hasil pilkada barusan di kawasan pantai barat Sumut ini juga memunculkan paradigma baru yang peduli terhadap keselamatan jiwa masyarakat dengan melakukan langkah nyata dalam melindungi jiwa rakyat dari bencana alam sebelum bencana alam itu terjadi.
Penulis adalah anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumut


dikutip dari  :
http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129042:mitigasi-banjir-bandang-pantai-barat-ii&catid=25:artikel&Itemid=44

Tidak ada komentar:

Dr. Oldy, A. A : Dampak Penambahan Kuota Beasiswa terhadap Universitas Muara Bungo dan Masyarakat

  Muara Bungo, 8 Desember 2024 – Penambahan kuota beasiswa di Universitas Muara Bungo (UMB) menjadi salah satu langkah strategis yang tidak...

Struktur Sungai

Struktur Sungai

POLA RUANG SUMATERA

POLA RUANG SUMATERA

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

BERHALE ISLAND

Pulau Berhala
Large selection of World Maps at stepmap.com
StepMap Pulau Berhala


ISI IDRISI TAIGA

ISI IDRISI TAIGA

HOW TO GOIN ON BERHALE ISLAND

Kota Jambi

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

TERAKHIR DI UPDATE GOOGLE

COMMUNICATE

+62 812731537 01