Kamis, 31 Mei 2012
ANGGOTA BARU GITA BUANA CLUB AK.13 - 2012
Rabu, 30 Mei 2012
Informasi Geospasial, Input Penyusunan Rencana Tata Ruang
“Dalam proses penyusunan rencana tata ruang, informasi geospasial yang bersifat dasar maupun tematik merupakan input penting, terutama dalam penyusunan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang suatu wilayah atau kota”, hal ini disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang Ruchyat Deni Djakapermana dalam acara Seminar dan Diskusi Panel “Sinkronisasi Perencanaan Tata Ruang di Indonesia terkait dengan Undang-Undang Geospasial” di Universitas Esa Unggul, Jakarta. (23/05)
Selain sebagai input dalam penyusunan rencana tata ruang, “informasi geospasial juga memiliki urgensi dan manfaat dalam mempermudah proses pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, terutama dalam proses pengambilan keputusan” tegasnya. Hal ini tentunya perlu didukung dengan informasi geospasial yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
.
Sebagaimana yang diatur dalam UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, informasi geospasial dasar berupa Peta Rupabumi Indonesia, Peta Lingkungan Pantai Indonesia, dan Peta Lingkungan Laut Nasional. Sedangkan informasi geospasial tematik berupa informasi geospasial yang menggambarkan satu atau lebih tema tertentu yang mengacu pada informasi geospasial dasar.
Dalam kesempatan tersebut, Sesditjen Penataan Ruang juga menyampaikan bahwa demi mendukung percepatan penyelesaian RTRW diperlukan juga percepatan penyediaan informasi geospasial berupa peta dasar pada skala yang detail oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).
Acara ini dihadiri oleh Dekan Fakultas Teknik, staff pengajar dan mahasiswa dari Universitas Esa Unggul, serta mahasiswa dari Universitas Trisakti, Institut Teknologi Indonesia dan Universitas Pakuan.
Masyarakat Tanggap Perkembangan Kota Yogyakarta
Karya-karya mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik UGM, berupa maket, draft rencana pengembangan kota, hingga dokumentasi perjalanan Kuliah Kerja Perencanaan (KKP) ke Surakarta, Singapura, dan Malaysia pada Juli 2011 lalu menjadi sajian menarik saat berlangsung pameran bertajuk FESTAGAMA EXPO, di Atrium Galeria Mall, 24-25 Mei 2012 lalu. Tidak kurang 2000 pengunjung melihat pameran bertema Urban Humanism ini.
Puncak kegiatan FESTAGAMA ditandai pemutaran video dan penyerahan lebih dari 500 surat untuk Jogja yang berisikan harapan, impian, kritik, dan saran dari masyarakat terhadap pembangunan Kota Yogyakarta. "Kegiatan inilah yang paling menarik, surat ini diserahkan langsung kepada Ir. Aman Yuriadijaya, MM selaku Asisten Sekretaris Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan Kota Yogyakarta dan bapak Drs Umar Priyono, M.Pd sebagai Kepala Bidang Kesejahteraan Rakyat Bappeda Provinsi DIY," ujar Wildan Abdurrahman, Ketua Panitia FESTAGAMA 2012 di Kampus UGM, Rabu (30/5) memberi keterangan.
Beberapa bentuk perencanaan mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota yang disusun dan dipamerkan, diantaranya mengadopsi beberapa pendekatan yang digunakan di Singapura dan Malaysia. Produk-produk yang dipamerkan dibagi dalam empat tema yang diadopsi pada empat kawasan percontohan di Daerah Istimewa Yogyakarta yakni Jombor Shopping Center, Transportasi, Kawasan Konservasi Ambarbinangun, dan Bantul Kota Mandiri.
Proyek Jombor Shopping Center dan Transportasi, kata Wildan, menekankan pada perwujudan transportasi yang terintegrasi antar moda dan mampu terhubung dengan pusat-pusat perekonomian yang ada. Keduanya disusun mengacu pada konsep pembangunan MRT Station di Singapura dan KLIA (Kuala Lumpur International Airport) Malaysia. Sedangkan Pembangunan Kawasan Konservasi Ambarbinangun disusun sebagai upaya merevitalisasi kawasan bersejarah sekaligus mengkonservasi benda cagar budaya di kawasan Ambarbinangun. Proyek ini mengadopsi konsep pembangunan Kampung Glam di Singapura. Berbeda lagi dengan Bantul Kota Mandiri yang dirancang menjadi satu solusi terhadap aglomerasi perkotaan di Yogyakarta. "Kawasan ini dibangun dengan konsep green compact city menyerupai Desa Park City di Malaysia," imbuh Wildan.
Dalam FESTAGAMA EXPO digelar pula talkshow membedah permasalahan perkotaan yang dimiliki Kota Yogyakarta sebagai The Most Livable City di Indonesia versi IAP (Ikatan Ahli Perencana). Beberapa isu yang diungkap diantaranya persoalan kemacetan, pelestarian benda cagar budaya, dan ketidak teraturan papan reklame di sepanjang jalan di Kota Yogyakarta.
Ir. Aman Yuriadijaya., M.M dari pemerintah Kota Yogyakarta mengungkapkan pemerintah kota sesungguhnya tengah berupaya melakukan pembenahan dalam rangka menyelesaikan permasalahan-permasalahan ini, seperti mengupayakan pemanfaatan eks-biokop indra sebagai alternatif parkir di Malioboro dan secara bertahap mewujudkan Malioboro sebagai kawasan pedestrian kota. Selain itu, pemerintah kota Yogyakarta berupaya pula penataan baliho di sepanjang Jalan Malioboro yang direncanakan rampung pada tahun ini.
Terkait pelestarian benda cagar budaya, Aman Yuriadijaya mengatakan meski terkesan lambat pemerintah kota tengah berupaya memberi perhatian terhadap pengelolaan lebih dari 200 benda cagar budaya di Yogyakarta. Untuk itu, pemerintah kota Yogyakarta telah membentuk Tim Ahli Pelestarian Benda Cagar Budaya Yogyakarta.
Dilihat dari sisi humanisme, kata Aman, Kota Yogyakarta berkomitmen membangun dan menata social capital masyarakat dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan dua lokomotif utama pembangunan Kota Yogyakarta yakni pendidikan dan pariwisata. "Dua sektor inilah yang menjadi penggerak tumbuh dan berkembangnya sektor perekonomian lain," katanya.
Sebagai kegiatan terakhir dari FESTAGAMA 2012 digelar City Campaign yang dilakukan di tiga titik di Kota Yogyakarta yakni titik 0 km, tugu Jogja, dan perempatan Galeria Mall. Kegiatan ini dilakukan dengan mengajak masyarakat untuk selalu bersikap lebih tanggap terhadap isu-isu perkotaan yang berkembang dan secara langsung turut memberi andil dalam menjaga kenyamanan kota sebagai ruang aktivitas masyarakat. Di tiga titik lokasi penyelenggaraan City Campaign inilah dilakukan pembagian stiker dan orasi peduli kota.
Selasa, 29 Mei 2012
BELAJAR SPASIAL - STUDI LIMPASAN PERMUKAAN SPASIAL AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
MENGGUNAKAN MODEL KINEROS
Oleh : Santi Sari
ABSTRAK
Kata kunci: Model KINEROS, Limpasan permukaan, penggunaan lahan.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Batasan Masalah
2.2 Limpasan Permukaan
1. Metode Rasional
2. Metode Melchoir
3. Metode Weduwen
4. Metode Haspers
5. Metode SCS (Soil Conservation Service)
2.3 Model KINEROS
Analisis peta jenis tanah ini, secara umum terdiri dari tahapan pengolahan peta jenis tanah dan pendefinisian tekstur tanah. Perincian tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Klasifikasi poligon tekstur tanah
b. Pendefinisian tekstur tanah
c. Pencatatan data dasar peta tekstur tanah
d. Parameterisasi tekstur tanah dan penutup lahan
4. Pengolahan data hidrologi
2.5 Hasil model KINEROS
3. METODE PENELITIAN
3.1 Deskripsi Daerah Studi
3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada studi ini menggunakan pendekatan metode survei, yaitu perolehan data
1. Data Primer
a. Tekstur tanah,
b. Berat isi tanah, dan
c. Porositas
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada setiap penggunaan lahan yang ada di DAS Kali Sat dengan kedalaman lapisan tanah 0 – 20 cm, 20 –40 cm dan 40 – 60 cm, kedalaman tersebut merupakan kedalaman profil lapisan tanah.
Contoh tanah tersebut dianalisis di Laboratorium Fisika Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
2. Data Sekunder
Jenis data sekunder yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1. Data curah hujan harian (tahun 2000-2009) (Sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Malang)
2. Data jenis tanah (Sumber: Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya)
3. Data debit sungai Dam Mulyorejo (Sumber: Balai PSAWS Bango Gedangan Malang)
4. Peta topografi skala 1 : 25.000 (Sumber: BAKOSURTANAL tahun 2000)
5. Peta penggunaan lahan skala 1 : 50.000 (Sumber: BRLKT Brantas Hulu)
3.3 Metode Analisis
Data yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan:
- massa liat = 50 x (massa pipet ke-2 - massa blanko pipet ke-2)
- massa debu = 50 x (massa pipet ke-1 – massa pipet ke-2)
- massa pasir = massa hasil penyaringan
Analisis limpasan permukaan dengan pendekatan model KINEROS
Tahap-tahap pengerjaannya adalah sebagai berikut:
- Digital Elevation Model (DEM)
- Pengolahan data base peta tata guna lahan
- Pengolahan data base peta jenis tanah
- Pengolahan data hidrologi
Kualitas dari DEM ditentukan oleh skala dari peta topografi dan ketelitian dalam proses digitasi. Setelah proses digitasi selesai, maka selanjutnya langkah-langkah yang digunakan untuk mengolah DEM adalah
sebagai berikut:
Pengolahan Data Peta Tata Guna Lahan
a. Klasifikasi poligon tata guna lahan
Pengklasifikasian poligon tata guna lahan dalam tahap ini dilakukan sebelum menjalankan model KINEROS. Parameter data dari peta tata guna lahan (land use) berupa simbol (penomoran) ID terlebih dahulu disusun sesuai dengan jenis tata guna lahan di lokasi studi. Pengklasifikasian poligon tersebut disesuaikan dengan aturan-aturan yang dipakai dalam model KINEROS, yaitu NALC (North American Landscape Characterization)
b. Pencatatan data base peta tata guna lahan
Setelah dilakukan klasifikasi poligon tata guna lahan, kemudian dilakukan pencatatan data base pata tata
Pengolahan Data Peta Jenis Tanah
a. Klasifikasi poligon jenis tanah
Pengolahan Data Hidrologi
Dalam model ini diperlukan data mendasar yaitu berupa masukan data parameter hujan (writing precipitation files). Oleh karena model KINEROS hanya digunakan untuk analisa pada DAS dengan kategori luasan yang relatif kecil yaitu ≤ 100 km2, maka model KINEROS hanya menyediakan masukan data hujan untuk satu stasiun. Sedangkan pada studi ini data hujan yang dipakai adalah lebih dari satu stasiun, maka perlu dilakukan analisa tersendiri.
Setelah dilakukan analisa perhitungan data hidrologi, hasil dari perhitungan tersebut digunakan sebagai data masukan dalam menjalankan model KINEROS.
3.4 Kalibrasi dan Verifikasi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum
Berdasarkan perubahan penggunaan lahan dapat diketahui besarnya perubahan debit banjir dan besarnya intensitas limpasan maupun tinggi limpasan pada setiap sub DAS Kali Sat dengan menggunakan model KINEROS. Debit puncak dari hasil model kemudian dibandingkan dengan debit puncak hasil engukuran di lapangan, yaitu di outlet (hilir) daerah aliran sungai. Hasil analisa besarnya limpasan permukaan ditunjukkan dengan perubahannya berdasarkan perubahan penggunaan lahan dari tahun ke tahun.
Hasil dari perbandingan tersebut kemudian digunakan sebagai acuan dalam analisis penggunaan lahan maupun menangani banjir di kawasan tersebut.
Pengolahan Peta Topografi
Penentuan DAS Kali Sat
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu bentang alam yang dibatasi oleh pemisah alami berupa uncak-puncak gunung dan punggung punggung bukit. Bentang alam tersebut menerima dan menyimpan curah hujan yang jatuh di atasnya dan kemudian mengatur dan mengalirkannya secara langsung maupun tidak langsung beserta muatan sedimen dan bahan-bahan lainnya ke sungai utama yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut.
1 Pembuatan DTM Digital Terain Model/DEM Digital Elevation Model
2 Arah Aliran (flow direction)
3 Akumulasi Aliran (flow accumulation)
4 Deliniasi Batas DAS dan Jaringan Sungai
Pengolahan Peta Penggunaan Lahan
Pengolahan Data Hidrologi
1. Curah hujan rerata daerah
Berdasarkan pembagian luas pengaruh masing-masing stasiun penakar hujan diperoleh hasil sebagai berikut :
Curah hujan rancangan
Perhitungan curah hujan rancangan menggunakan metode Log Pearson tipe III, dengan contoh perhitungan sebagai berikut:
Waktu puncak banjir DAS Kali Sat
Berdasarkan hasil perhitungan debit banjir rancangan DAS Kali Sat menggunakan Hidrograf Satuan
Sintetik Nakayasu, maka diperoleh Tp (waktu puncak banjir) di DAS tersebut sebesar 1,894 jam, dengan gambar hidrograf sebagai berikut :
Intensitas hujan
Intensitas hujan dihitung dengan persamaan Mononobe sebagai berikut (Subarkah, 1980):
Kalibrasi dan verifikasi
Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan debit puncak hasil model dengan debit di lapangan. Dalam
hal ini dipakai debit di outlet DAS Kali Sat, yaitu Dam Mulyorejo. Sedangkan pada model, outlet diberi penomoran pada saluran 254.
Pembahasan
Hasil pengolahan Digital Elevation Model (DEM) menghasilkan peta DAS Kali Sat beserta sub-sub DAS
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan serta analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Besarnya nilai rata-rata limpasan permukaan di DAS Kali Sat sebagai Hasil Model KINEROS untuk setiap variasi penggunaan lahan adalah sebagai berikut:
Perbedaan penggunaan lahan berpengaruh terhadap besarnya limpasan permukaan yang terjadi atau terdapat korelasi antara penggunaan lahan dengan besarnya tinggi limpasan permukaan.
2. Besarnya debit maksimum yang terjadi di DAS Kali Sat berdasarkan hasil model KINEROS, dalam hal ini yang digunakan sebagai kontrol adalah debit maksimum di outlet das, adalah sebagai berikut:
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Oleh : Santi Sari
ABSTRAK
Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah dan selebihnya akan mengalir menjadi limpasan permukaan. Kondisi daerah di tempat hujan itu turun akan sangat berpengaruh terhadap bagian dari air hujan yang akan meresap ke dalam tanah dan akan membentuk limpasan permukaan. Karakteristik daerah yang berpengaruh terhadap bagian air hujan antara lain adalah topografi, jenis tanah, dan penggunaan lahan atau penutup lahan. Hal ini berarti bahwa karakteristik lingkungan fisik mempunyai pengaruh terhadap respon hidrologi. Kondisi alam Indonesia yang mempunyai periode musim hujan selama lebih kurang enam bulan menyebabkan curah hujan yang cukup tinggi. Dengan demikian hal ini perlu diperhatikan, karena merupakan salah satu faktor yang mendasar dalam penataan suatu kawasan perkotaan. Sebagai negara yang masih dan akan terus berkembang, pembangunan sarana fisik mutlak dilakukan untuk menjamin kesejahteraan sosial penduduknya. Pembangunan yang dilakukan juga akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan.
Proses pengukuran limpasan secara langsung membutuhkan biaya yang tidak sedikit serta waktu dan tenaga. Sehingga seringkali sulit mendapatkan data limpasan akibat proses pengukuran yang memberatkan. Oleh karena itu dipandang perlu untuk menerapkan suatu pendekatan model yang tepat dan sesuai dengan kondisi suatu daerah. Berdasarkan pendekatan ini maka dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan besarnya limpasan yang terjadi.
Tujuan dari studi ini adalah untuk menggambarkan penyebaran tingkat besarnya limpasan permukaan di daerah studi. Prosedur analisis secara garis besar adalah menghitung tinggi limpasan di DAS Kali Sat menggunakan model KINEROS berdasarkan variasi penggunan lahan dari tahun ke tahun dengan simulasi hujan kala ulang 2 tahun dan 5 tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan berpengaruh terhadap besarnya limpasan permukaan yang terjadi atau terdapat korelasi antara penggunaan lahan dengan besarnya tinggi limpasan permukaan. Tinggi limpasan permukaan maksimum terjadi pada penggunaan lahan tahun 2010 yaitu sebesar 15,478 mm.
Kata kunci: Model KINEROS, Limpasan permukaan, penggunaan lahan.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah dan selebihnya akan mengalir menjadi limpasan permukaan. Karakteristik daerah yang berpengaruh terhadap bagian air hujan antara lain adalah topografi, jenis tanah, dan penggunaan lahan atau penutup lahan. Hal ini berarti bahwa karakteristik lingkungan fisik mempunyai pengaruh terhadap respon hidrologi.
Kondisi alam Indonesia yang mempunyai periode musim hujan selama lebih kurang enam bulan menyebabkan curah hujan yang cukup tinggi. Pembangunan yang dilakukan juga akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Sehingga diperlukan suatu arahan terhadap penggunaan lahan pada suatu kawasan agar tetap berpedoman pada keseimbangan lingkungan.
Perluasan kawasan perkotaan dan berkurangnya kawasan hutan yang cepat sedang banyak terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Peralihan fungsi suatu kawasan yang mampu menyerap air (pervious) menjadi kawasan yang kedap air (impervious) akan mengakibatkan ketidakseimbangan hidrologi dan berpengaruh negatif pada kondisi daerah aliran sungai.
Perubahan penutup vegetasi suatu kawasan ini akan memberikan pengaruh terhadap waktu serta volume aliran. Peningkatan volume limpasan aliran ini mengakibatkan masalah banjir di hilir daerah aliran sungai. Pemahaman mengenai proses dan besarnya limpasan yang terjadi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat diperlukan sebagai acuan untuk pelaksanaan manajemen air dan tata guna lahan yang lebih efektif. Oleh karena itu dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya air, limpasan merupakan masalah yang seharusnya diatasi terlebih dahulu sebelum upaya berikutnya dilakukan, terlebih lagi perubahan tata guna lahan yang terjadi sekarang ini tentunya sangat mempengaruhi besarnya laju infiltrasi dan limpasan permukaan yang terjadi.
Proses pengukuran infiltrasi dan limpasan secara langsung membutuhkan biaya yang tidak sedikit serta waktu dan tenaga. Oleh karena itu dipandang perlu untuk menerapkan suatu pendekatan model yang tepat dan sesuai dengan kondisi suatu daerah. Berdasarkan pendekatan ini maka dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan besarnya limpasan yang terjadi.
1.2 Batasan Masalah
Untuk mendekati sasaran yang diharapkan maka perlu diadakan pembatasan permasalahan, yaitu sebagai berikut:
- Daerah studi adalah Daerah Aliran Sungai Kali Sat
- Data yang dikumpulkan serta analisis akan mengikuti prosedur pendekatan Sistem Informasi Geografi (SIG) sebagai alat bantu utama.
- Penentuan lokasi dan pengambilan sampel tanah didasarkan pada perbedaan jenis penggunaan lahan yang ada.
- Semua perhitungan merunut pada sistem yang berlaku pada kejadian siklus hidrologi, sehingga batasan wilayah studi akan mengikuti batas wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), bukan batas wilayah administrasi.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam studi ini, yaitu sebagai berikut:
- Berapakah besarnya limpasan permukaan dan penyebarannya pada lokasi studi?
- Berapakah besarnya debit puncak di outlet daerah aliran sungai?
- Bagaimanakah pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap limpasanpermukaan di daerah studi?
1.4 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari studi ini adalah:
- Untuk mengetahui besarnya limpasan permukaan yang terjadi di daerah studi
- Untuk menggambarkan penyebaran tingkat besarnya limpasan permukaan di daerah studi
- Untuk mengetahui potensi kawasan yang rawan terhadap genangan
Sedangkan manfaat dari studi ini adalah:
- Menambah wawasan dan pengetahuan tentang metode pendugaan besarnya limpasan permukaan yang terjadi secara keruangan.
- Dengan diperolehnya informasi hasil studi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam pengelolaan daerah aliran sungai
- Memberi masukan dan prosedur pemetaan kawasan rawan genangan untuk selanjutnya dilakukan upaya penanggulangan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hidrologi dan Pengelolaan DAS
Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cairan, gas, padat) pada, dalam dan di atas permukaan tanah. Termasuk didalamnya adalah penyebaran, daur dan perilakunya, sifat-sifat fisika dan kimianya, serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri (Asdak, 2004:4).
Daur atau siklus hidrologi yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan sementara di sungai, danau atau waduk, dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup lainnya (Asdak, 2004:7).
Untuk mengetahui lebih jelas tentang daur hidrologi secara alamiah ditunjukkan pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Daur Hidrologi
Sumber : www.morishige.wordpress.com
|
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya air dan tanah.
2.2 Limpasan Permukaan
Limpasan permukaan terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan atau depresi pada permukaan tanah. Setelah pengisian selesai maka air akan mengalir dengan bebas di permukaan tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu elemen meteorologi dan elemen sifat fisik daerah pengaliran (Sosrodarsono & Takeda, 1978:135). Elemen meteorologi meliputi jenis presipitasi, intensitas hujan, durasi hujan, dan distribusi hujan dalam daerah pengaliran, sedangkan elemen sifat fisik daerah pengaliran meliputi tata guna lahan (land use), jenis tanah, dan kondisi topografi daerah pengaliran (catchment).
Elemen sifat fisik dapat dikategorikan sebagai aspek statis sedangkan elemen meteorologi merupakan aspek dinamis yang dapat berubah terhadap waktu. Ada banyak metode yang dapat dipakai untuk menganalisa dan memprediksi besaran limpasan permukaan, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Metode Rasional
2. Metode Melchoir
3. Metode Weduwen
4. Metode Haspers
5. Metode SCS (Soil Conservation Service)
2.3 Model KINEROS
KINEROS (Kinematic Runoff and Erosion Model) merupakan model yang berorientasi pada kejadian, yang dipakai untuk menjelaskan proses intersepsi, infiltrasi, limpasan permukaan, dan erosi untuk DAS dengan skala kecil. Model ini dikembangkan oleh USDA ARS (United State Department of Agricultural - Agricultural Research Services), Southwest Watershed Research Centre bekerja sama dengan US EPA Office of Research and Development.
Pengembangan model ini didasarkan pada sistem informasi geografis (SIG). Hasil dari pengembangan tersebut berupa program AGWA (Automated Geospatial Watershed Assessment) yang merupakan pengembangan dari perangkat lunak ESRI ArcView SIG, yang menggunakan data geospasial. Model KINEROS, adalah bagian dari program AGWA yang merupakan alat untuk menganalisis fenomena hidrologi untuk penelitian tentang daerah pengaliran sungai.
Model ini dirancang untuk mensimulasikan proses infiltrasi, kedalaman limpasan permukaan dan erosi
yang terjadi pada suatu DAS dengan skala yang relatif kecil yaitu ≤ 100 km2 (AGWA theoritical documentation, 2000).
Dasar pemikiran dari model KINEROS adalah, apabila suatu lahan menerima hujan dengan intensitas tertentu, maka air yang jatuh ke permukaan tanah sebagian akan terinfiltrasi ke dalam tanah sampai batas kejenuhan tertentu, sedangkan sebagian lagi akan melimpas di atas permukaan tanah atau menggenang, keadaan ini tergantung dari kemampuan tanah dalam menyerap air berdasarkan berbagai faktor yang mempengaruhinya, antara lain kemiringan dari suatu lahan, komponen-komponen penyusun tanah dan sifat-sifat fisik tanah. Dengan memasukkan semua parameter yang diperlukan untuk
menjalankan model KINEROS, maka akan diperoleh nilai dari infiltrasi dan limpasan permukaan yang berupa kedalaman infiltrasi dan kedalaman limpasan permukaan yang terjadi.
Dasar pemikiran model KINEROS tersebut dapat diilustrasikan sebagaimana berikut:
Analisis limpasan permukaan dalam model KINEROS merupakan pengembangan dari teori Hortonian
Overland Flow (HOF) sebagai berikut:
dengan:
Q = debit per satuan lebar (m3/detik-1)
h = limpasan permukaan per unit lahan (m)
a, m = konstanta
Parameter a dan m dipengaruhi oleh kemiringan lahan, kekasaran permukaan dan rejim aliran.
dengan:
S = kemiringan lahan
n = angka kekasaran manning untuk limpasan permukaan
Jika yang digunakan adalah persamaan Chezy, maka persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
dengan:
S = kemiringan lahan
C = Angka kekasaran Chezy untuk limpasan permukaan
2.4 Prosedur Model KINEROS
Prosedur model KINEROS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Digital Elevation Model (DEM)
Model Permukaan Digital (DigitalElevation Model atau juga biasa disebut sebagai Digital Terrain Model) adalah salah satu metode pendekatan yang bisa dipakai untuk memodelkan relief permukaan bumi dalam bentuk tiga dimensi.
Hasil akhir yang diperoleh dari proses ini adalah berupa gambar DAS beserta batas-batas DAS, sub DAS dan jaringan sungai sintetik.
2. Pengolahan peta penggunaan lahan
Pada tahap pengolahan peta penggunaan lahan ini, analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
- Klasifikasi poligon penggunaan lahan; dan
- Pencatatan data dasar peta penggunaan lahan.
Hasil akhir dari tahap analisis ini adalah diperoleh data dasar peta penggunaan lahan untuk tahap pengerjaan model KINEROS selanjutnya, yaitu berupa catatan data karakteristik DAS dan sub DAS berdasarkan jenis penggunaan lahan yang ada di DAS serta peta penyebaran jenis tanah DAS lokasi studi.
3. Pengolahan peta jenis tanah dan pendefinisian tekstur tanah
Pemasukan data yang berhubungan dengan tekstur tanah dan nilai-nilai parameter hidrologi dapat diubah oleh pemakai model KINEROS jika dianggap perlu. Untuk membuat hubungan tersebut, nilai-nilai dari parameter yang berhubungan dengan masing-masing tekstur tanah tersebut disajikan dalam bentuk tabel, yaitu sebagai look up tabel untuk menjalankan model KINEROS. Tabel tersebut berisi data propertis tanah untuk masing-masing elemen model.
Setiap satu luasan poligon tekstur tanah, memiliki kandungan beberapa komponen tanah yang berbeda. Komponen tersebut dicatat pada suatu bentuk tabel yang diberi nama Comp.dbf. Selanjutnya untuk setiap komponen tersebut memiliki komponen tanah yang berbeda tiap kedalamannya dan dicatat pada suatu bentuk tabel yang dinamakan Layer.dbf.
Analisis peta jenis tanah ini, secara umum terdiri dari tahapan pengolahan peta jenis tanah dan pendefinisian tekstur tanah. Perincian tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Klasifikasi poligon tekstur tanah
b. Pendefinisian tekstur tanah
c. Pencatatan data dasar peta tekstur tanah
d. Parameterisasi tekstur tanah dan penutup lahan
Dua proses pencatatan data dasar di atas (penggunaan lahan dan tekstur tanah), secara khusus dalam model KINEROS disebut parameterisasi jenis tanah dan penutup lahan (landcover). Parameterisasi tekstur tanah dan penutup lahan di sini merupakan hasil tumpang susun (overlay) dari peta penggunaan
lahan dengan peta tekstur tanah hasil dari pencatatan data dasar peta tekstur tanah di atas.4. Pengolahan data hidrologi
Pengolahan data hidrologi merupakan proses yang mendasar dalam model KINEROS. Data masukan parameter hujan yang diperlukan dalam model ini adalah ketinggian hujan (mm) atau intensitas hujan (mm jam-1 ) selama durasi waktu puncak banjir setiap kala ulang.
2.5 Hasil model KINEROS
Hasil model KINEROS adalah tampilan berupa peta zoning dari parameter yang dikehendaki yaitu infiltrasi (mm), limpasan (mm), hasil sedimentasi (kg/ha), aliran puncak atau peakflow (m3/dt) dan hasil sedimentasi puncak atau peak sediment discharge (kg/s), sedangkan hasil keluaran yang dipakai dalam studi ini adalah tinggi limpasan permukaan (mm) untuk tiap-tiap sub das, sehingga dapat diketahui perubahan limpasan permukaan akibat perubahan penggunaan lahan. Selain itu juga dipakai output berupa debit puncak pada outlet daerah aliran sungai untuk keperluan kalibrasi model.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Deskripsi Daerah Studi
Dasar pemilihan daerah aliran sungai Kali Sat adalah bahwa daerah aliran sungai ini memiliki heterogenitas geomorfologi yang tinggi dengan luas daerah yang tidak terlalu besar, disamping mempunyai potensi pengembangan pembangunan wilayah kota yang cukup baik.
Lokasi studi merupakan bagian dari sub DAS Kali Metro DAS Kali Brantas. Daerah ini melewati dua wilayah administrasi, yaitu Kota Malang dan Kabupaten Malang Jawa Timur.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada studi ini menggunakan pendekatan metode survei, yaitu perolehan data
dilakukan dengan cara langsung dikumpulkan dari sumber pertama atau pengukuran langsung di lapangan (data primer) dan dari instansi terkait atau secara tidak langsung (data sekunder). Jenis data yang dikumpulkan pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data non spasial yang menggambarkan karakteristik DAS Kali Sat.
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui pengambilan contoh tanah di lokasi studi untuk dilakukan analisis di laboratorium. Data primer yang dikumpulkan yaitu data sifat fisik tanah. Data sifat fisik tanah yang iperlukan dalam studi ini adalah sebagai berikut:
a. Tekstur tanah,
b. Berat isi tanah, dan
c. Porositas
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada setiap penggunaan lahan yang ada di DAS Kali Sat dengan kedalaman lapisan tanah 0 – 20 cm, 20 –40 cm dan 40 – 60 cm, kedalaman tersebut merupakan kedalaman profil lapisan tanah.
Contoh tanah tersebut dianalisis di Laboratorium Fisika Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
2. Data Sekunder
Jenis data sekunder yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1. Data curah hujan harian (tahun 2000-2009) (Sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Malang)
2. Data jenis tanah (Sumber: Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya)
3. Data debit sungai Dam Mulyorejo (Sumber: Balai PSAWS Bango Gedangan Malang)
4. Peta topografi skala 1 : 25.000 (Sumber: BAKOSURTANAL tahun 2000)
5. Peta penggunaan lahan skala 1 : 50.000 (Sumber: BRLKT Brantas Hulu)
Peta penggunaan lahan yang dipakai untuk analisis adalah penggunaan lahan tahun 2000, 2006, dan kondisi eksisting (2010).
3.3 Metode Analisis
Analisis Tekstur tanah Analisis tekstur tanah ini dilakukan di laboratorium dengan metode pipet, yaitu dengan cara menimbang contoh tanah dalam kondisi kering udara yang lolos ayakan 2 mm seberat 20 gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeter 250 ml. Setelah itu ditambahkan 50 ml air aquadest dan 10 ml H2O2 ke dalam erlenmeter dan tunggu sampai bereaksi.
Kemudian ditambahkan 50 ml HCL 2M dan air sehingga volumenya menjadi 250 ml lalu di cuci sampai bersih. Setelah bersih, ditambahkan 20 ml larutan Na4P2O2 (larutan Calgon) 5% dan didiamkan selama semalam. Setelah itu dilakukan dispersi mekanik selama 5 menit lalu dituangkan ke atas ayakan 0,05 mm dan cairan yang lolos ditampung di gelas ukur 1000 ml.
Untuk partikel yang tertinggal di ayakan dikumpulkan dan dikeringkan sebagai massa pasir. Cairan yang tertampung ditambah air aquadest sampai tanda batas. Kemudian diletakkan pada keja pipet secara berurutan. Cairan diaduk sampai homogen dan diambil dengan pipet 20 ml dengan waktu pengambilan maksimum 40 detik.
Setelah itu, cairan dituangkan ke dalam cawan dan dipanaskan dalam oven sampai mencapai kering mutlak lalu timbang massa debu dan liat. Pengambilan kedua dilakukan dalam jangka waktu tertentu pada kedalaman tertentu tergantung dari ukuran partikeldan suhu ruangan.
Data yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan:
- massa liat = 50 x (massa pipet ke-2 - massa blanko pipet ke-2)
- massa debu = 50 x (massa pipet ke-1 – massa pipet ke-2)
- massa pasir = massa hasil penyaringan
Analisis limpasan permukaan dengan pendekatan model KINEROS
Analisis menggunakan model KINEROS dilakukan dengan cara memasukkan semua data yang diperlukan untuk menjalankan model KINEROS, baik data atribut berupa data tekstur tanah, data hidrologi maupun data ruang berupa peta topografi, dan peta penggunaan lahan dalam bentuk peta digital.
Tahap-tahap pengerjaannya adalah sebagai berikut:
- Digital Elevation Model (DEM)
- Pengolahan data base peta tata guna lahan
- Pengolahan data base peta jenis tanah
- Pengolahan data hidrologi
Pendekatan analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara penggunaan lahan dengan besarnya limpasan permukaan sebagai landasan dalam analisis kawasan rawan genangan di DAS Kali Sat. Prosedur analisa dilakukan dengan cara menghitung tinggi limpasan pada setiap penggunaan lahan di sub-sub DAS Kali Sat dengan menggunakan model KINEROS.
Digital Elevation Model (DEM) Pada studi ini DEM digunakan untuk mengetahui karakteristik fisik daerah yang berupa kemiringan (slope), penentuan arah aliran (flow direction), penentuan panjang aliran (flow length) dari hulu sampai hilir yang selanjutnya hasil ekstraksi data tersebut digunakan untuk membuat diagram time-area.
Kualitas dari DEM ditentukan oleh skala dari peta topografi dan ketelitian dalam proses digitasi. Setelah proses digitasi selesai, maka selanjutnya langkah-langkah yang digunakan untuk mengolah DEM adalah
sebagai berikut:
- memasukkan data atribut yang berupa nilai-nilai elevasi dari titik-titik ketinggian
- membangkitkan hasil digitasi peta kedalam bentuk 3 dimensi dalam format (Triangular Irregular Network/TIN)
- konversi DEM dari format TIN ke dalam struktur format grid dengan ukuran 500 m x 500 m
- identifikasi anomali atau biasa disebut sink dari DEM
- manipulasi dari sink-sink yang ada
- membangkitkan grid arah aliran (flow direction)
- membangkitkan grid panjang aliran dari upstream sampai outlet (flow length)
- membangkitkan jaringan sungai sintetik (stream network) dari DEM
- koreksi jaringan sungai sintetik DEM dengan jaringan sungai digitasi
Pengolahan Data Peta Tata Guna Lahan
a. Klasifikasi poligon tata guna lahan
Pengklasifikasian poligon tata guna lahan dalam tahap ini dilakukan sebelum menjalankan model KINEROS. Parameter data dari peta tata guna lahan (land use) berupa simbol (penomoran) ID terlebih dahulu disusun sesuai dengan jenis tata guna lahan di lokasi studi. Pengklasifikasian poligon tersebut disesuaikan dengan aturan-aturan yang dipakai dalam model KINEROS, yaitu NALC (North American Landscape Characterization)
b. Pencatatan data base peta tata guna lahan
Setelah dilakukan klasifikasi poligon tata guna lahan, kemudian dilakukan pencatatan data base pata tata
guna lahan, yaitu pencatatan data karakteristik DAS dan sub DAS berdasarkan jenis tata guna lahan yang ada dengan berpedoman pada parameter-parameter yang terdapat pada tabel NALC.
Pengolahan Data Peta Jenis Tanah
Parameter hidrologi sebagai masukan data model KINEROS berdasarkan pada data tanah STATSGO (State Soil Geographic). Pemasukan data yang berhubungan dengan tekstur tanah dan nilai-nilai parameter hidrologi dapat diubah oleh pemakai model KINEROS jika dianggap perlu.
Untuk membuat hubungan tersebut, nilai-nilai dari parameter yang berhubungan dengan asing-masing tekstur tanah tersebut disajikan dalam bentuk tabel, yaitu sebagai look up tabel untuk menjalankan model KINEROS. Tabel tersebut berisi tentang data referensi properties tanah untuk masing-masing elemen model.
a. Klasifikasi poligon jenis tanah
Dasar penentuan batas poligon penyebaran jenis tanah pada lokasi studi, yaitu peta jenis tanah yang bersumber dari Balai RLKT. Lebih lanjut dari batas-batas tersebut, dilakukan pengidentifikasian ID, dimana identifikasi ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan pemakai program.
b. Pendefinisian jenis tanah
Sebelum dilakukan pendefinisian jenis tanah terlebih dahulu dilakukan pengukuran propertis penyusun tanah di lapangan, sehingga dapat diketahui pUla penyebaran jenis tanah di lokasi studi, baik dalam satuan luasan (mendatar) maupun dalamsatuan kedalaman (vertikal).
Definisi jenis tanah pada lokasi studi tersebut, dicatat dalam format tabel dbf, diikuti penomoran ID sesuai batas poligon yang dimaksud.
c. Pencatatan data base peta jenis tanah
Parameterisasi Land Cover dan Tanah Dua proses pencatatan data base tataguna lahan dan jenis tanah, secara khusus dalam model KINEROS disebut parameterisasi penutup lahan (land cover) dan tanah. Parameterisasi penutup lahan dan tanah disini merupakan hasil tumpang susun (overlay) dari peta tata guna lahan dengan peta jenis tanah hasil dari pencatatan data peta tersebut.
Pengolahan Data Hidrologi
Dalam model ini diperlukan data mendasar yaitu berupa masukan data parameter hujan (writing precipitation files). Oleh karena model KINEROS hanya digunakan untuk analisa pada DAS dengan kategori luasan yang relatif kecil yaitu ≤ 100 km2, maka model KINEROS hanya menyediakan masukan data hujan untuk satu stasiun. Sedangkan pada studi ini data hujan yang dipakai adalah lebih dari satu stasiun, maka perlu dilakukan analisa tersendiri.
Setelah dilakukan analisa perhitungan data hidrologi, hasil dari perhitungan tersebut digunakan sebagai data masukan dalam menjalankan model KINEROS.
3.4 Kalibrasi dan Verifikasi
Kalibrasi dan verifikasi yang dimaksud dalam studi ini adalah pengecekan tentang satuan-satuan yang dipakai dalam model KINEROS dan mencocokkan hasil running model dengan hasil pengukuran langsung di lapangan sehingga diperoleh kesesuaian hasil model dengan hasil pengukuran di lapangan. Sebagai control dalam proses kalibrasi digunakan data debit di outlet DAS Kali Sat, yaitu di Dam Mulyorejo. Berdasarkan data ini dilakukan kalibrasi terhadap debit di outlet hasil model KINEROS.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum
Analisis penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui hubungan antara penggunaan lahan dan besarnya debit puncak dan besarnya limpasan di daerah studi. Penggunaan lahan yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu menjadi variabel yang digunakan sebagai pembanding dalam analisis besarnya debit puncak dan limpasan permukaan.
Hasil dari perbandingan tersebut kemudian digunakan sebagai acuan dalam analisis penggunaan lahan maupun menangani banjir di kawasan tersebut.
Pengolahan Peta Topografi
Penentuan DAS Kali Sat
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu bentang alam yang dibatasi oleh pemisah alami berupa uncak-puncak gunung dan punggung punggung bukit. Bentang alam tersebut menerima dan menyimpan curah hujan yang jatuh di atasnya dan kemudian mengatur dan mengalirkannya secara langsung maupun tidak langsung beserta muatan sedimen dan bahan-bahan lainnya ke sungai utama yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut.
1 Pembuatan DTM Digital Terain Model/DEM Digital Elevation Model
2 Arah Aliran (flow direction)
3 Akumulasi Aliran (flow accumulation)
4 Deliniasi Batas DAS dan Jaringan Sungai
Pengolahan Peta Penggunaan Lahan
Analisis yang dilakukan adalah klasifikasi poligon penggunaan lahan dan pencatatan data dasar peta penggunaan lahan. Hasil akhir dari analisis ini adalah diperoleh data dasar peta penggunaan lahan untuk tahap pengerjaan model KINEROS selanjutnya, yaitu berupa catatan data karakteristik DAS dan sub
DAS berdasarkan jenis penggunaan lahan yang ada di DAS Kali Sat serta peta penyebaran penggunaan lahan di DAS Kali Sat.
Pengolahan Data Hidrologi
1. Curah hujan rerata daerah
Data curah hujan yang digunakan adalah data dari tiga stasiun hujan yaitu stasiun hujan Sukun, Dau, dan Tlekung. Metode umum yang digunakan dalam menghitung hujan rata-rata daerah adalah metode poligon Thiessen dimana pada metode ini diasumsikan bahwa variasi hujan antar pos yang satu dengan lainnya adalah linier dan bahwa sembarang pos dianggap dapat mewakili kawasan terdekat.
Berdasarkan pembagian luas pengaruh masing-masing stasiun penakar hujan diperoleh hasil sebagai berikut :
Curah hujan rancangan
Perhitungan curah hujan rancangan menggunakan metode Log Pearson tipe III, dengan contoh perhitungan sebagai berikut:
Waktu puncak banjir DAS Kali Sat
Berdasarkan hasil perhitungan debit banjir rancangan DAS Kali Sat menggunakan Hidrograf Satuan
Sintetik Nakayasu, maka diperoleh Tp (waktu puncak banjir) di DAS tersebut sebesar 1,894 jam, dengan gambar hidrograf sebagai berikut :
Intensitas hujan
Intensitas hujan dihitung dengan persamaan Mononobe sebagai berikut (Subarkah, 1980):
Kalibrasi dan verifikasi
Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan debit puncak hasil model dengan debit di lapangan. Dalam
hal ini dipakai debit di outlet DAS Kali Sat, yaitu Dam Mulyorejo. Sedangkan pada model, outlet diberi penomoran pada saluran 254.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa nilai debit maksimum hasil perhitungan model dengan nilai debit maksimum di lapangan mempunyai perbandingan yang tidak terlalu signifikan dan dapat dikatakan relatif sama.
Pembahasan
Hasil pengolahan Digital Elevation Model (DEM) menghasilkan peta DAS Kali Sat beserta sub-sub DAS
dan jaringan sungai sintetik DAS Kali Sat terbagi menjadi 63 buah sub DAS. Hasil perhitungan model KINEROS mendapatkan, bahwa setiap sub DAS mempunyai nilai limpasan permukaan yang berbeda-beda. Kalibrasi model KINEROS menunjukkan, terdapat perbedaan debit hasil model dengan debit dilapangan, dalam hal ini adalah hasil dari nilai debit maksimum di outlet DAS Kali Sat.
Berdasarkan hasil perhitungan limpasan permukaan yang diperoleh, maka dapat diketahui penyebaran tingkat limpasan permukaan di daerah studi, nilai tinggi limpasan tertinggi yang dihasilkan tidak terlalu besar yaitu 15,478 mm (1,5478 cm) dan terkecil sebesar 0,175 mm (0,0175 cm). Nilai ini adalah nilai tinggi limpasan permukaan di sub das, atau dapat disebut sebagai tinggi genangan yang terjadi di subdas tersebut.
Dengan demikian, nilai tinggi limpasan permukaan di daerah studi masih dalam batas yang diijinkan, dimana nilai maksimum tinggi genangan yang diijinkan adalah 10-15 cm. Sehingga, belum diperlukan tindakan lanjutan untuk penanggulangan banjir. Hasil analisis yang dilakukan dapat digunakan untuk mengevaluasi arahan penggunaan lahan di daerah studi.
Lokasi Das Kali Sat yang sebagian besar masuk dalam wilayah Kabupaten Malang merupakan wilayah yang masih berkembang, sehingga masih ditemukan banyaknya lahan yang digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Kondisi lahan yang beralih fungsi masih belum terlalu banyak sehingga masih tergolong dalam daerah resapan air (pervious area).
Akan tetapi perlu diperhatikan adanya peningkatan tinggi limpasan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tinggi limpasan permukaan berbanding lurus dengan perubahan penggunaan lahan yang mengalihfungsikan kawasan resapan air menjadi kawasan yang kedap air.
Secara umum dapat ditabelkan nilai limpasan permukaan maksimum di DAS Kali sat adalah sebagai berikut:
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan serta analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Besarnya nilai rata-rata limpasan permukaan di DAS Kali Sat sebagai Hasil Model KINEROS untuk setiap variasi penggunaan lahan adalah sebagai berikut:
Perbedaan penggunaan lahan berpengaruh terhadap besarnya limpasan permukaan yang terjadi atau terdapat korelasi antara penggunaan lahan dengan besarnya tinggi limpasan permukaan.
2. Besarnya debit maksimum yang terjadi di DAS Kali Sat berdasarkan hasil model KINEROS, dalam hal ini yang digunakan sebagai kontrol adalah debit maksimum di outlet das, adalah sebagai berikut:
3. Penyebaran nilai limpasan permukaan secara keruangan di DAS Kali Sat cukup beragam tergantung pada jenis penggunaan lahan dan kondisi topografi pada masing-masing penggunaan lahan yang ada berdasarkan batas-batas sub DAS yang terdapat di DAS Kali Sat.
4. Pengaruh kawasan rawan genangan air terhadap analisis penggunaan lahan, dianalisis dengan cara melihat pengaruh variasi penggunaan lahan selama kurun waktu tahun 2000 - 2010 terhadap nilai debit maksimum serta nilai rerata limpasan permukaan. Hasilnya menunjukkan, bahwa perubahan penggunaan lahan menyebabkan perubahan nilai limpasan permukaan pada setiap periode penggunaan lahan.
5.2 Saran
- Hendaknya dalam memanfaatkan model KINEROS harus selalu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan acuan alat kalibrasi yang benar, agar diperoleh hasil model yang akurat sesuai kondisi daerah penelitian.
- Hendaknya diadakan penelitian-penelitian lebih lanjut yang dilakukan di daerah lain yang mempunyai luas DAS yang lebih luas dan terdiri dari jenis penggunaan lahan yang lebih b ragam, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih akurat guna mendukung ataupun mengkoreksi hasil penelitian ini.
- Hendaknya melakukan penelitian lanjutan bagaimana pengaruh simulasi penggunaan lahan terhadap besarnya infiltrasi sebagai indikasi keberhasilan dari potensi kawasan resapan air yang erat kaitannya dengan konservasi air.
DAFTAR PUSTAKA
- Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
- Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
- Brady, Nyle C. dan Buckman, Harry O. 1969. The Nature and Propertise of Soil. Macmillan Company. New York.
- Brady, Nyle C. dan Buckman, Harry O.1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
- Cipto. B, Agung. 2003. Implementasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Menentukan Besarnya Infiltrasi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumpil. Skripsi Tidak Diterbitkan. Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Malang.
- Chow, Ven Te., David R. Maidment, Larry W. Mays. 1988. Applied Hydrology. New York.
- Foth, H. D. 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Gupta. 1979. Water Resources Engineers and Hydrology. Standart Publishers Distributors. New Delhi, India.
- Harto, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
- Hillel, Daniel. 1980. Introduction to Soil Physics. Academic Press, Inc. London.
- Islami, T dan Utomo, W. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.
- Kartasaputra, A. G. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. PT Bina Aksara. Jakarta.
- Kohnke, H. 1979. Soil Physics. Mc. Graw Hill Publishing Company. New Delhi.
- Linsley, Ray K. 1986. Hidrologi Untuk Insinyur. Erlangga. Jakarta.
- Santoso, Budi. 1994. Pelestarian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. IKIP Malang. Malang.
- Smith, R. E., C. Corradini dan F. Melone. 1993. Modeling Infiltration for Multistorm Runoff Events, J. Water Resources Research 29(1): 133-144.
- Soemarto, C. D. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya. Soepardi. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB. Bogor.
- Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data. NOVA. Bandung.
- Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku. 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta.
- Subarkah, Imam. 1980. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Idea Dharma. Bandung.
- Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta.
- Widianto dan Ngadirin. 2001. Pedoman Praktikum Pengantar Fisika Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
- Wilson, E. M. 1993. Hidrologi Teknik. ITB. Bandung.
Selasa, 22 Mei 2012
Majalah Baru: "Tata Ruang" Tahun 2012
Sumber : Koleksi K. Atomojo
Berisi aneka tulisan yang ebrkaitan dengan tata ruang di Indonesia.
Penerbit: CV Winner's.
Alamat Redaksi: Komplek Gempol Asri I No. 38,
Jalan Gempol Sari, Bandung.
Pendiri, Penanggung
Jawab dan Pelindung:
Lembaga Kajian Tata Ruang Indonesia.
Direktur Eksekutif:
Mulyadi Abdul Manan.
Sekretaris:
Lilis Suryawati.
Dewan Kehormatan:
H. Darussalam Chairuman;
Syekh H. Burhanuddin Hasibuan;
Nova Nelly Rory Grossman Sugio.
Dewan Pembina:
Retno Sumanti Soetanto;
Isa
Prawiranata, SH;
Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, SH,MH.
Penasehat:
Dr. T. Subarsyah, SH, S.Sos, Spi,MH;
Dedy Hernawan, SH,N.Hum;
Ir. Yan Rizal, M.Sc.,Phd.;
Yudistiro, SH,MH.;
Doddy
Nurmansyah, SH,MH.;
Dudi Warsudin, SH,MH.;
Ir, Bintang Ihwan, M.Sc.;
Ir.
Aryawan, M.T.;
Dr. Suardi, S.Pog.,SH.MH.
Pemimpin Umum:
Mulyadi Abdul Manan Hasibuan,
SH.
Wakil Pemimpin Umum:
Lilis Suryawati
(Administrasi & Keuangan);
Tb. Koko Asmara Mainur,
BA (Keredaksian).
Pemimpin Redaksi:
Mulyadi Abdul Manan Hasibuan,
SH.
Wakil Pemimpin Redaksi:
Drs. Rudi
Sanjaya (Keredaksian);
Drs. Iwan Moch. Achyar (Litbang dan Penelitian);
Eko
Risanto, SH (Hukum).
Dewan Redaksi:
Mulyadi Abdul Manan Hasibuan, SH;
Tb. Koko Asmara M, BA;
Drs. Rudi Sanjaya;
Drs.
Iwan Moch. Achyar;
Eko Risanto, SH.
Layout &
Disain Visual:
Akom Kusdinar; Eko Risanto.
Redaktur Pelaksana:
Akom Kusdinar; Kusnadi.
Editor Berita:
Tb. Koko Asmara Mainur,
BA;
Muhamad Dahroni, SH;
Lilis Suryawati; Kusnadi.
Wartawan:
Kusnadi;
Ki Agus;
Iwan K. Kusumah;
Permohonan Pohan;
Karisman FR;
Ely Sinaga;
Joni Wijaya;
Machruzar;
Hilal;
Yaya
Cahya;
Jayo Munir;
Fery Suhendra;
I Gede Suwea;
Widarti Susyatmanti (Wiwit);
Syaiful J. Soleh;
Herry Shandy;
Akom Kusdinar;
Bambang Sukasah;
Hotma G;
Otto
Bahrum;
Pardamean Hasibuan; Hendra G.
Perwakilan
Suluttengggo:
Dandy Dalton Angow; M. Desmiar Hengky Maliki
(Staf).
Berisi aneka tulisan yang ebrkaitan dengan tata ruang di Indonesia.
Juga ada artikel seni budaya, hukum, dan lain-lain.
Majalah yang tampak di blog adalah Edisi November - Desember 2011. Harga: Rp. 30.000,-
Majalah yang tampak di blog adalah Edisi November - Desember 2011. Harga: Rp. 30.000,-
Langganan:
Postingan (Atom)
Dr. Oldy, A. A : Dampak Penambahan Kuota Beasiswa terhadap Universitas Muara Bungo dan Masyarakat
Muara Bungo, 8 Desember 2024 – Penambahan kuota beasiswa di Universitas Muara Bungo (UMB) menjadi salah satu langkah strategis yang tidak...
STUDY TATA RUANG
Struktur Sungai
-
*Kota Sungai Penuh* — Alfin SH, calon kuat dalam pemilihan Wali Kota Sungai Penuh, kembali menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak hanya tentan...
POLA RUANG SUMATERA
Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi
BERHALE ISLAND
ISI IDRISI TAIGA
Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo
PERATURAN TATA RUANG
DOWNLOAD PETA-PETA
Labels
Study Tata Ruang
(6)
Geospasial
(3)
PETA RTRW
(3)
PERDA RTRW
(2)
Peta Taman Nasional Bukit 30
(2)
Gunung Kerinci
(1)
Perencanaan Wilayah dan Kota
(1)
Peta Administrasi
(1)
SPASIAL
(1)
TANYA-JAWAB
(1)
TNBT
(1)
UU No 4/11 Informasi Geospasial
(1)
COMMUNICATE
+62 812731537 01