Jumat, 09 Juli 2010

Masyarakat Harus Terlibat Dalam Penataan Ruang

Masyarakat sebagai pemangku kepentingan utama dalam pembangunan harus dilibatkan dalam penataan ruang. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 26/2007 tentang penataan ruang, khususnya pasal 60 dan 65 dimana masyarakat memiliki hak serta perlu dilibatkan dalam penataan ruang. Demikian disampaikan Direktur Penataan Ruang Wilayah III Wahyono Bintarto dalam Obrolan Tata Ruang Bersama Kementerian Pekerjaan Umum di Radio Trijaya FM Jakarta (7/7).

Bintarto menambahkan, masyarakat harus menyadari sendiri peran pentingnya dalam penataan ruang. Untuk mendukung kepedulian masyarakat tersebut, Pemerintah berkewajiban untuk melibatkannya dalam penataan ruang. Selain itu, banyak sarana yang telah dilakukan untuk melibatkan masyarakat dalam penataan ruang, diantaranya meliputi kegiatan Diskusi Kelompok Terpusat (Focused Group Discussion), seminar, penyuluhan, dan unit pengaduan bidang penataan ruang.

“Berbagai sarana tersebut telah menjadi suatu keharusan dalam penataan ruang, oleh karena itu menjadi suatu standar pelayanan minimal dalam penataan ruang untuk menyelenggarakan konsultasi masyarakat paling sedikit dua kali. Harapannya adalah bahwa masyarakat terlibat untuk menjadikan penataan ruang sebagai konsensus bersama,” tegas Bintarto.

Koordinator Nasional Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif Kasmita Widodo menjelaskan, dalam mewujudkan peran masyarakat dalam penataan ruang diperlukan adanya suatu media. Sedangkan konsensus adalah kesepakan semua pihak untuk mewujudkan pembangunan wilayah yang lebih efektif dan efisien. Proses pembangunan consensus ini merupakan suatu proses yang berat di awal, namun menjadi suatu modal mendasar dalam pembangunan dalam jangka panjang.

Di beberapa daerah, membangun peran masyarakat melalui media memang telah berjalan. Namun, masih terdapat beberapa hambatan untuk mengoptimalkan kualitas keterlibatan masyarakat ini. Kualitas keterlibatan masyarakat dalam penataan ruang dapat ditingkatkan di masa depan dengan pertama-tama melibatkan kelompok masyarakat yang memang memiliki kepahaman terhadap rencana tata ruang. Pada proses seterusnya perlu dilakukan suatu mekanisme agar terbentuk suatu proses pembentukan pemahaman masyarakat umum tentang penataan ruang, dengan penyadaran masyarakat terhadap peran mereka sebagai pelaku utama dalam penataan ruang, papar Kasmita.

Saat ini, sedang dilakukan percepatan penyusunan rencana tata ruang agar pembangunan daerah dapat berjalan secara terkoordinasi dan berkelanjutan. “Tentunya dalam proses percepatan ini dilakukan pula proses pelibatan masyarakat, sehingga implementasi rencana yang dihasilkan dapat diterapkan di lapangan secara konsisten,” tandas Bintarto. (cae/ibm)
 
dikutip dari : http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4915958777325236166
Copyright © Direktorat Jenderal Penataan Ruang - Departemen Pekerjaan Umum.


Publik Berhak Atas Pemanfaatan Ruang Dalam Bumi


Saat ini, tersedianya tanah bagi ruang kehidupan yang layak dan nyaman menjadi langka. Kondisi ini kian banyak menimbulkan konflik atas hak kepemilikan maupun nilai jualnya. Pada beberapa wilayah, Pemerintahnya seringkali menerapkan kebijakan pembangunan ke atas tanah (vertical development) maupun memanfaatkan ruang dalam bumi bagi kepentingan publik. Demikian disampaikan Direktur Penataan Ruang Nasional Iman Soedradjat dalam Focused Discusion Group Penyusunan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Dalam Bumi, pekan lalu di Jakarta.

Iman menambahkan, pelaksanaan kegiatan ini selain bertujuan untuk menghimpun masukan dalam merumuskan tipologi dan kriteria penggunaan ruang dalam bumi, juga sebagai forum penyamaan persepsi terkait perencanaan maupun penggunaan ruang dalam bumi. Harapannya, pedoman yang sedang disusun dapat menjadi referensi ataupun acuan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di masa mendatang.

Terkait penyusunan pedoman ini, selain studi literatur juga perlu dilakukan kajian terkait hukum dan regulasi, kondisi perencanaan, finansial, teknologi, dan lingkungan. Dalam kriteria yang disusun nantinya perlu dirumuskan pengaturan penggunaan lahan yang berbeda antara ruang di atas permukaan tanah dengan ruang dalam bumi yang ada dibawahnya, demikian pula dengan penggunaan lahan yang sama antara ruang di atas dan di dalam bumi. ”Kriteria yang disusun juga nantinya harus dapat membedakan antara kriteria ruang dengan kelayakan teknologi, khususnya terkait dengan pembangunan transportasi bawah tanah,” tegas Iman.

Secara garis besar komponen yang perlu diatur pada ruang dalam bumi mencakup transportasi, utilitas, bangunan gedung, dan pertambangan. Hanya saja persyaratan dan kriteria yang diatur cukup dari aspek ketataruangannya saja, dan tidak mengatur aspek teknis maupun sektoral, imbuh Kasubdit Pedoman Penataan Ruang Nasional, Cut Safana.


Ditambahkan oleh perwakilan dari Kementerian ESDM Aminuddin, ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan antara lain kelestarian lingkungan, koneksitas, sinkronisasi, keselamatan, kestabilan bangunan/konstruksi baik yang berada di atas maupun bawah permukaan tanah, integrasi, aksesibilitas, fungsi dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan, serta peninggalan cagar budaya. Selain itu ditinjau dari aspek geologi dan hidrogeologi, yang perlu diperhatikan adalah sifat keteknikan tanah, arah aliran/pola arus air tanah, struktur geologi yang bersifat mikro, serta aspek kegempaan.

Dalam kegiatan ini juga mengemuka permasalahan hak atas tanah terhadap ruang dalam bumi. Hal ini muncul karena pada implementasinya banyak pengelola gedung yang membuat basemen melebihi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) seharusnya, bahkan ada yang membangun basemen di bawah jalan atau ruang publik. Untuk itu timbul wacana jika pengaturan hak atas tanah sebaiknya tidak lagi dua dimensi, tapi tiga dimensi.

Merry Morfosa dari Pemda DKI Jakarta menambahkan, jika kepastian hak atas tanah di dalam bumi belum ada, daerah dapat mengeluarkan Perda atau Pergub sebagai dasar hukum bagi kegiatan maupun pembangunan di ruang dalam bumi. Masukan lain yaitu selain berisi kriteria penggunaan ruang dalam bumi, pedoman ini sebaiknya menambahkan aspek pengendalian pemanfaatan ruang khususnya pengembangan perangkat insentif dan disinsentif, kelembagaan, serta kerjasama antar stakeholder. (abr/ibm)
dikutip dari : http://www.penataanruang.net/detail_b.asp?id=1194

Copyright © Direktorat Jenderal Penataan Ruang - Departemen Pekerjaan Umum.




Penataan Ruang Jamin Keselamatan Masyarakat

“Penataan ruang yang tidak dilakukan secara konsisten dan bijaksana dapat berakibat timbulnya bencana alam maupun non alam yang mengancam keselamatan warga masyarakat,” ujar Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional Bambang Darmono dalam Rapat Kerja Terbatas tentang Penataan Ruang Wilayah Nasional yang Menjamin Keselamatan Warga Masyarakat di Jakarta (6/7).

Saat ini, banyak terdapat peraturan perundang-undangan dan kelembagaan yang mengatur penataan ruang. Namun seringkali masih ditemukan beberapa permasalahan yang meliputi penegakan hukum, kelembagaan, konflik kepentingan, dan kondisi sosial budaya masyarakat. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa fenomena seperti terjadinya bencana alam berupa banjir, tanah longsor akibat deforestasi yang tidak terkendali, degradasi kualitas lingkungan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) di hampir seluruh kota-kota besar, serta banyaknya bangunan di sekitar bandara yang membahayakan keselamatan operasional penerbangan dan warga masyarakat, papar Bambang.

Kepala Bagian Hukum Setditjen Penataan Ruang Dadang Rukmana mengungkapkan, masih banyak permasalahan-permasalahan penataan ruang selain yang disebutkan di atas. Antara lain penyusunan rencana tata ruang yang memakan waktu lama sehingga pada saat ditetapkan sudah berbeda dengan kondisi eksisting. Selain itu, permasalahan adalah tidak tersosialisasikannya penataan ruang dengan baik kepada pemangku kepentingan dan masyarakat.
 

Dadang menambahkan, penyelenggaraan penataan ruang sendiri bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Terkait penyelenggaraannya harus memperhatikan keharmonisan lingkungan, keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang memperhatikan sumber daya manusia, perlindungan fungsi ruang serta pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Selain itu penataan ruang juga harus berbasis mitigasi bencana sebagai upaya dalam meningkatan keselamatan dan kenyamanan hidup dengan pengaturan zonasi yang baik.

Rapat kerja terbatas ini turut dihadiri oleh Kementerian dari sektor terkait, akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

“Dengan diadakannya rapat kerja terbatas ini, diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi untuk selanjutnya diserahkan kepada Presiden terkait bagaimana menyelenggarakan penataan ruang yang menjamin keselamatan warga,” tegas Bambang. (pa/ibm)
 
dikutip dari :
 
    
Copyright © Direktorat Jenderal Penataan Ruang - Departemen Pekerjaan Umum.
Gedung Baru Lt.3 Jl. Pattimura No. 20 Keb. Baru Jakarta Selatan 12110, 
Telepon/Fax : 021-7267762, 
email: admditpr@pu.go.id. 
All rights reserved. v4.0 # 
2004 - 2010

Alfin SH dan Azhar Hamzah: Memajukan Desa di Sungai Penuh melalui Implementasi Pedoman Pembangunan Desa dan SDGs

Sungai Penuh - Alfin SH dan Azhar Hamzah, calon walikota dan wakil walikota Sungai Penuh, berkomitmen memajukan desa-desa di wilayahnya deng...

Struktur Sungai

Struktur Sungai

POLA RUANG SUMATERA

POLA RUANG SUMATERA

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

BERHALE ISLAND

Pulau Berhala
Large selection of World Maps at stepmap.com
StepMap Pulau Berhala


ISI IDRISI TAIGA

ISI IDRISI TAIGA

HOW TO GOIN ON BERHALE ISLAND

Kota Jambi

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

TERAKHIR DI UPDATE GOOGLE

COMMUNICATE

+62 812731537 01