Kamis, 07 Maret 2019

OCB : Prilaku anggota yang tidak terdapat dalam kotrak kerja dan mampu mempengaruhi kinerja organisasi beserta variabel pendukungya


Prilaku kewargaan anggota organisasi atau Organizational Citizenship Behaviors (OCB), awalnya diartikan sebagai perilaku individu yang bersifat bebas, namun secara tidak langsung mampu meningkatkan penghargaan formal organisasi, karena mampu mempromosikan organisasi berfungsi secara efektif (Organ, 1988). Dengan kata lain, anggota melampaui persyaratan tugas organisasi, tidak hanya menyelesaikan kewajiban dan tugas,  mereka  juga memprakarsai tindakan sukarela di luar peran pekerjaan, membantu rekan kerja, dan menawarkan solusi-solusi (Organ, 1990).


Literatur terdahulu telah lama menekankan keunggulan gaya kepemimpinan transformasional dalam mempromosikan  OCB yang diharapkan (mis. Buil & Matute, 2018; Miao, Humphrey & Qian, 2018; Garba, Babalola & Guo, 2018). Kepemimpinan transformasional berdasarkan dari teori Burn (1978) adalah cara memotivasi anggota untuk mengembangkan hubungan yang lebih dekat, memberikan inspirasi kepada mereka, menawarkan tantangan untuk maju, serta mendorong peningkatan kemampuan para individu anggota (Nahum-Shani & Somech, 2011). Lebih lanjut, Bass (1985) menambahkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional atau transformational leadership adalah cara pemimpin untuk mendorong keyakinan anggota, sikap serta nilai-nilai dasar anggota, sehingga mampu melakukan pekerjaan di atas target yang telah ditetapkan oleh organisasi.


Kemudian, ketika pemimpin berdua saja (dyadic) dengan anggota, maka hal ini dijelaskan pada teori pertukaran pemimpin dan anggota atau teori Leader-Member Exchange (LMX). Teori ini menjelaskan  hubungan pertukaran yang berbeda dengan setiap anggota, mulai dari keadaan ekonomi hingga keadaan sosial (Dansereau, Graen & Haga, 1975; Liden & Maslyn, 1998). LMX memiliki efek positif  terhadap OCB, ketika jarak pemimpin dengan anggota sangat dekat,   maka mampu menyelesaikan tugas yang tinggi, karena tim saling bergantungan (Anand, Vidyarthi & Rolnicki, 2018). Memimpin kreativitas anggota yang terkait dengan prilaku anggota adalah bentuk LMX paling berkualitas (Berg, Grimstad   & Černe, 2017).



Komitmen organisasi atau Organization Commitment (OC) adalah konsep penting dalam manajemen. Para peneliti secara luas telah mempelajari bidang ini, terutama dalam psikologi organisasi dan perilaku organisasi (Jaramillo, Mulki, & Marshall, 2005; Meyer, Stanley, Herscovitch, & Topolnytsky, 2002). OC sangat penting, karena kebutuhan dan minat serta tujuan anggota harus sesuai dengan kepentingan organisasi agar mendapatkan anggota yang terbaik (Devece, Palacios-Marqués, & Pilar Alguacil, 2016). OC adalah kekuatan untuk mengikat anggota serta menstabilkan organisasi (Bentein, Vandenberg, Vandenberghe, & Stinglhamber, 2005; Meyer & Herscovitch, 2001; Riketta, 2002).



Secara khusus, Allen dan Meyer (1990) menyatakan bahwa ada tiga hal yang mendasari OC, yaitu; afektif, normatif, dan kelanjutan. Komitmen organisasi afektif memiliki relevansi yang lebih besar untuk memprediksi OCB daripada komitmen normatif dan keberlanjutan,   karena kinerja OCB sering didorong oleh pengaruh emosi positif  dari pada kewajiban atau penghargaan (Lee & Allen, 2002). Kekuatan hubungan OC dan OCB akan meningkatan lamanya waktu anggota bekerja di organisasi (Ng & Feldman, 2011). 

Hur dkk. (2013) menemukan bahwa persepsi dukungan organisasi atau Perceived Organization Support (POS) memainkan peran sebagai utusan dalam menentukan sikap dan perilaku anggota. Sejauh mana anggota merasakan kontribusi pekerjaan mereka dihargai oleh organisasi, serta bagaimana organisasi    memperhatikan kesejahteraan mereka, hal itu adalah dasar dari teori POS (Eisenberger et al., 1986).




Tingkat perasaan anggota dari reflek POS, mereka merasakan hal yang paling dalam karena organisasi peduli dan perhatian dengan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa POS yang dirasakan  secara positif mempengaruhi perilaku anggota organisasi atau OCB (Chiang & Hsieh,  2012). Berdasarkan hubungan timbal balik OCB dan POS, tidak hanya membantu rekan kerja, tetapi juga meningkatkan kepuasan kerja, mempekuat komitmen organisasi, mengurangi pengunduran diri dan absensi, sehingga merangsang tingkat kinerja anggota yang bekerja (Rhoades dan Eisenberger, 2002; Aselage dan Eisenberger, 2003). Shore dan Wayne (1993) mencatat bahwa POS secara akurat memprediksi penguatan OCB anggota.


Wayne dkk. (1997) telah menyelidiki  persepsi pada sikap dan perilaku kerja, dan menemukan bahwa ketika anggota merasa penting bagi organisasi, mereka cenderung untuk mengembangkan kepercayaan dengan organisasi  dan   bersedia  kondusif untuk pertumbuhan organisasi; jenis tindakan yang diprakarsai sendiri ini terwujud dalam OCB.


TINJAUAN PUSTAKA
Allen, N. J., & Meyer, J. P. (1990). The measurement and antecedents of affective, continuance, and normative commitment to the organization. Journal of Occupational Psychology, 63,1−18.
Anand, S., Vidyarthi, P., & Rolnicki, S. (2018). Leader-member exchange and organizational citizenship behaviors: Contextual effects of leader power distance and group task interdependence. The Leadership Quarterly, 29(4), 489–500.
Aselage, J., Eisenberger, R., 2003. Perceived organizational support and psychological contracts: a theoretical integration. Journal of Organizational Behavior 24 (5), 491–509.
Bass, B. M. (1985). Leadership and Performance beyond Expectations. New York: Free Press.
Bentein, K., Vandenberg, R. J., Vandenberghe, C., & Stinglhamber, F. (2005). The role of change in the relationship between commitment and turnover: A latent growth modeling approach. The Journal of Applied Psychology, 90, 468−482.
Berg, S. T. S., Grimstad, A., Škerlavaj, M., & Černe, M. (2017). Social and economic leader–member exchange and employee creative behavior: The role of employee willingness to take risks and emotional carrying capacity. European Management Journal, 35(5), 676–687.
Buil, I., Martínez, E., & Matute, J. (2018). Transformational leadership and employee performance: The role of identification, engagement and proactive personality. International Journal of Hospitality Management.
Burns, J. M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row
Chiang, C.-F., & Hsieh, T.-S. (2012). The impacts of perceived organizational support and psychological empowerment on job performance: The mediating effects of organizational citizenship behavior. International Journal of Hospitality Management, 31(1), 180–190
Devece, C., Palacios-Marqués, D., & Pilar Alguacil, M. (2016). Organizational commitment and its effects on organizational citizenship behavior in a high-unemployment environment. Journal of Business Research, 69(5), 1857–1861
Dansereau, F., Jr., Graen, G., & Haga, W. J. (1975). A vertical dyad linkage approach to leadership within formal organizations: A longitudinal investigation of the role-making process. Organizational Behavior and Human Performance, 13,46–78.
Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S., Sowa, D., 1986. Perceived organizational support. J. Appl. Psychol. 71 (3), 500–507.
Garba, O. A., Babalola, M. T., & Guo, L. (2018). A social exchange perspective on why and when ethical leadership foster customer-oriented citizenship behavior. International Journal of Hospitality Management, 70, 1–8
Hur, W.M., Moon, T.W., Jun, J.K., 2013. The role of perceived organizational support on emotional labor in the airline industry. Int. J. Contemp. Hosp. Manage. 25 (1), 105–123.
Jaramillo, F., Mulki, J. P., & Marshall, G. W. (2005). A meta-analysis of the relationship between organizational commitment and salesperson job performance: 25 years of research. Journal of Business Research, 58(6), 705–714.
Lee, K., & Allen, N. J. (2002). Organizational citizenship behavior and workplace deviance: The role of affect and cognitions. The Journal of Applied Psychology, 87, 131−142
Liden, R. C., & Maslyn, J. M. (1998). Multi-dimensionality of leader-member exchange:An empirical assessment through scale development. Journal of Management, 24, 43–72.
Meyer, J. P., Stanley, D. J., Herscovitch, L., & Topolnytsky, L. (2002). Affective, continuance, and normative commitment to the organization: A meta-analysis of antecedents, correlates, and consequences. Journal of Vocational Behavior, 61(1), 20–52.
Meyer, J. P., & Herscovitch, L. (2001). Commitment in the workplace: Toward a general model. Human Resource Management Review, 11, 299−326.
Miao, C., Humphrey, R. H., & Qian, S. (2018). A cross-cultural meta-analysis of how leader emotional intelligence influences subordinate task performance and organizational citizenship behavior. Journal of World Business, 53(4), 463–474. 
Nahum-Shani, I., & Somech, A. (2011). Leadership, OCB and individual differences: Idiocentrism and allocentrism as moderators of the relationship between transformational and transactional leadership and OCB. The Leadership Quarterly, 22(2), 353–366.
Ng, T. W. H., & Feldman, D. C. (2011). Affective organizational commitment and citizenship behavior: Linear and non-linear moderating effects of organizational tenure. Journal of Vocational Behavior, 79(2), 528–537
Organ, D. W. (1988). Organizational citizenship behavior: The good soldier syndrome. Lexington, MA: Lexington Books.
Organ, D.W., 1990. The motivational basis of organizational citizenship behavior. Research in Organizational Behavior 12, 43–72.
Riketta, M. (2002). Attitudinal organizational commitment and job performance: A meta-analysis. Journal of Organizational Behavior, 23, 257−266.
Rhoades, L., Eisenberger, R., 2002. Perceived organizational support: a review of the literature. Journal of Applied Psychology 87 (4), 698–714.




Keterpaduan Perencanaan Tata Ruang sebagai Kepentingan Dalam Manajemen Startegi untuk mengendalikan Peningkatan Penduduk di Kota Sungai Penuh


COHESION SPATIAL PLANNING AS STRATEGIC MANAGEMENT ESSENTIALS FOR HANDLED SUNGAI PENUH INCREASED CITIZEN

Keterpaduan Perencanaan Tata Ruang sebagai  Kepentingan Dalam Manajemen Startegi
untuk mengendalikan  Peningkatan Penduduk pada Wilayah Kota Sungai Penuh

Di susun oleh:  Oldy, Darham & Iswandi
Mahasiswa  Ekonomi
UNIVERSITAS JAMBI
2019

ABSTRAK

Sedikit sekali makalah yang menulis keterpaduan antara perencanaan tata ruang sebagai kepentingan dalam manajemen strategi. Perencanaan Tata Ruang merupakan exploitasi geografi dari cermin lingkup kebijakan yang dibuat dalam masyarakat terkait dengan perekonomian, social, dan kebudayaan mereka. Dengan mengoptimalisasi pemanfaatan ruang maka akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan meratanya kesejahteraan penduduk. Selain itu, mampu mencegah terjadinya pemanfaatan ruang yang berlebihan yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Untuk itu, diperlukan seni dan ilmu dalam memformulasi, mengimplentasi, dan mengevaluasi keputusan lintas sector tersebut serta memperbanyak dalam membuat hal-hal baru yang  sehingga mampu mengoptimalisasikan trend esok pada saat ini. Kota Sungai Penuh dalam 10 tahun belakang ini mengalami pertumbuhan penduduk yang cepat, namun disisi lain, ruang tampung untuk pertambahan penduduk terkendala terhadap batasan ruang yang telah di atur.  Perencanaan tata ruang sangat penting dalam keterpaduan manajemen strategi. Dalam perpaduan tersebut maka dapat dilihat sejauh mana ruang itu bergerak dan berposes. Studi ini memaparkan Keterpaduan Perancanaan Tata Ruang sebagai Kepentingan dalam Manajemen Strategi terhadap Pertumbuhan Penduduk Kota Sungai Penuh yang analisis menggunakan data BPS dan data Geo Info System (GIS).  

PENDAHULUAN

Perencanaan strategi tata ruang berupaya untuk mempromosikan ketaatan terhadap perencanaan tata ruang yang terintegrasi dengan sistem manajemen penggunaan lahan serta memberikan efek pada peningkatan ekonomi social, lingkungan, keberlanjutan dan  ketahanan yang dibutuhankan masyarakat untuk jangka panjang (eThekwini Municipality, 2011). Pentingnya  penataan ruang, karena ruang yang ada dan tersedia sangat terbatas. Di sisi lain, ruang sangat dibutuhkan sehingga tanpa pengaturan yang baik akan terjadi konflik diantara pihak yang memanfaatkan ruang. Perencanaan tata ruang  digunakan oleh sektor publik untuk mempengaruhi distribusi sumber daya dan aktivitas  ruang dari berbagai jenis dan skala (Nilsson and Ryden, 2007 : 205). 

Definis dari perencanaan tata ruang  mulai diadopsi pada tahun 1983 oleh Konferensi Menteri-menteri Perencanaan Regional Eropa yang mengartikan bahwa perencanaan tata ruang mampu memberikan pengalaman wilayah geografis terhadap tekanan ekonomi, sosial, budaya dan kebijakan ekonomi (Council of Europe, 2010). Definisi ini menetapkan perencanaan tata ruang dalam konteks yang luas dan lintas sector, tantangan perencanaan tata ruang hanya berfokus pada perencanaan penggunaan lahan, strategi pembangunan dan saling terkait dengan kebijakan regional serta lingkungan (Nilsson and Ryden, 2007 : 205). 

Manajemen strategis adalah seni dan ilmu dalam merumuskan, menerapkan dan mengevaluasi keputusan lintas sector yang memungkinkan organisasi untuk mencapai tujuan, manajemen strategis berfokus pada penyatuan sistem informasi untuk mencapai keberhasilan organisasi. Istilah manajemen strategis dalam teks ini digunakan secara sinonim dengan istilah perencanaan strategi (Fred & Forest, 2017 : 33). Perencanaan tata ruang adalah ekspresi geografis yang merupakan cermin lingkup kebijakan yang dibuat dalam masyarakat terkait dengan perekonomian, sosial, dan kebudayaan mereka Metode metode perencanaan ruang digunakan oleh sektor-sektor umum untuk membentuk alur distribusi sumber daya dan aktivitas yang terjadi dalam sebuah ruang dengan berbagai jenis dan skala (Nilsson & Ryden, 2005).

Luasnya dasar pengamatan tentang   rencana tata ruang dengan keanekaragaman tujuan yang memunculkan perencanaan  penggunaan lahan, rencana strategi dalam    mempengaruhi  corak penggunaan lahan dan permukaan lahan  (Couclelis, 2005). Kota Sungai penuh dari 2010 hingga 2018 mengalami pertambahan penduduk rata-rata 814 jiwa atau sekitar 12,4 persen pertahun dengan jumlah penduduk pada Tahun 2018 sebanyak 89.994 jiwa (BPS Kota Sungai Penuh, 2019). Laju pertumbuhan penduduk dari Tahun 2010 sampai dengan 2018 rata-rata pertumbuhan 814 jiwa (Analisis Statistik), ini menunjukan bahwa pertumbuhan itu memerlukan ruang-ruang, di sisi lain ruang-ruang yang ada telah memiliki kegunaan yang telah diatur.

Tujuan utama dari studi ini adalah menyelidiki pertumbuhan penduduk terhadap ruang yang tersedia di Kota Sungai Penuh. Studi ini berupaya untuk menjawab pertanyaan berikut ini; Apakah pertumbuhan penduduk mampu menampung keruangan yang ada dala Kota Sungai Penuh dan bagaimana peran manajemen strategi dalam mensikapi pertumbuhan penduduk tersebut karena ruang tidak akan pernah tumbuh? 

Unit analisis dari studi ini adalah menggunakan program ArcGIS untuk mengelola keruangan sebagai bahan pertimbangan terhadap pertumbuhan Penduduk Kota Sungai Penuh kedepan, mengingat adanya batasan-batas ruang yang tidak bisa digunakan sebagai pemukiman.


TELAAH PUSTAKA

PERTUMBUHAN PENDUDUK

Trend pertumbuhan jumlah penduduk Kota Sungai Penuh terus meningkat. Untuk itu perlu strategi yang mampu mengartikan trend tersebut dalam bentuk jangka panjang (Fred & Forest, 2017 : 40). Perencanaan manajemen adalah instrument penting dalam pengembangan ruang yang secara terus menerus, disana ada permintaan dan ekspektasi yang mendukung masyarakat untuk hidup lebih lestari (Nilsson and Ryden, 2007 : 206).

Tabel 1. Jumlah penduduk Kota Sungai Penuh dalam 10 tahun belakang
NO
TAHUN
JUMLAH
PERTAMBAHAN/ JIWA
LUAS WILAYAH  / HEKTAR
KEPADATAN      /HA
1
2010
82.619
0
2326
2
2011
83.505
886
2326
2,6
3
2012
84.376
871
2326
2,7
4
2013
85.327
951
2326
2,4
5
2014
86.220
893
2326
2,6
6
2015
87.132
912
2326
2,6
7
2016
87.971
839
2326
2,8
8
2017
88.918
947
2326
2,5
9
2018
89.944
1.026
2326
2,3

RATA-RATA / TAHUN
915
2326
2,5
 Sumber : Diolah dari BPS Sei Penuh 2019

Pertumbuhan penduduk tersebut tersebar pada ruang pemukiman yang telah ditetapkan dalam peraturan. Rencana Tata Ruang Kota Sungai Penuh yang diatur oleh Peraturan daerah Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sungai Penuh Tahun 2011 – 2031. Dalam aturan tersebut menampilkan peta rencana struktur ruang dan peta rencana pola ruang. Untuk melihat lebih lengkapnya tentang luas ruang yang diatur dalam Peraturan Daerah tersebut dapat di lihat pada table luas ruang di bawah ini.

Tabel 2. Luas Tata Ruang Kota Sungai Penuh

NO
KETERANGAN
LUAS (HA)
1
T N K S
23.594
2
HUTAN PRODUKSI
931
3
AREA RESAPAN AIR
193
4
PERTANIAN & PERKEBUNAN
6.201
5
PEMUKIMAN
2.326
6
PERSAWAHAN
2.876

TOTAL
36.120
Sumber : Diolah dari data RTRW Sei Penuh 2012

Perencanaan strategi diasumsikan sebagai objek yang tidak dapat berdiri sendiri (Calvaresi 1997). Strategi di dalam perencanaan dari masa lalu hingga kini memiliki makna yang berbeda serta dikembangkan dalam disiplin ilmu lain (Sartorio, 2005). Luas tata ruang diatas diatas dapat dilihat melalui peta dibawah ini.

Gambar 1. Peta Struktur Ruang Sei Penuh
Sumber : Bappeda Sei. Penuh.


Sumber : Analisis GIS


PERENCANAAN TATA RUANG

Perencanaan tata ruang adalah ekspresi geografis yang merupakan cermin lingkup kebijakan yang dibuat dalam masyarakat terkait dengan perekonomian, sosial, dan kebudayaan mereka Metode metode perencanaan ruang digunakan oleh sektor-sektor umum untuk membentuk alur distribusi sumber daya dan aktivitas yang terjadi dalam sebuah ruang dengan berbagai jenis dan skala (Nilsson & Ryden, 2005). Luasnya dasar pengamatan tentang   rencana tata ruang dengan keanekaragaman tujuan yang memunculkan perencanaan  penggunaan lahan, rencana strategi dalam    mempengaruhi  corak penggunaan lahan dan permukaan lahan  (Couclelis, 2005).

Perencanaan strategi dapat dianggap seperangkat konsep, prosedur dan alat, perlu untuk menerapkan definisi yang lebih komprehensif untuk beralih ke konsep perencanaan tata ruang yang strategis (Albrechts, 2004). Perencanaan tata ruang adalah sebuah   koordinasi dari kebijakan dan praktek yang mempengaruhi organisasi dan secara logis untuk mengintegrasikan beragam kebijakan yang berdampak pada suatu wilayah keruang (Van Assche & Verschraegen, 2008; Van Assche, 2012). 

Diantara banyaknya tujuan perencanaan ruang, para peneliti dan pemerintah memiliki peluang untuk mengendalikan proses urban dengan mengutamakan pengemabngan kota dan wilayah yang berkelanjutan ( Collier dkk., 2013). Fokus pada   bentangan dan mengutamakan penjelasan sejarah serta keterangan dari perubahan lahan (mis.  Seabrook dkk., 2006; Thapa & Rasul, 2006; Bieling dkk. 2013). Penelitian-penelilitian kualitatif lainya, menggunakan pendekatan yang berbeda dan focus pada kontribusi perencanaan dan kebijakan untuk perubahan lahan, penelitian ini mengarah pada pengaruh kebijakan dan perencanaan yang saling mempengaruhi bagi pelaku dan yang dikendalikan   (mis. Bicík dkk., 2001; Hersperger and Bürgi, 2010; Zhu, 2013; Hersperger et al., 2014; Pagliarin, 2017).

Pendekatan secara kuantitatif biasanya menggunakan model pendekatan regresi   (mis. Hu and Lo, 2007; Liu et al., 2011; Kasraian et al., 2018),   ANOVA (Warren et al., 2011) untuk menyelidiki kontribusi perencanaan dan kebijakan pada perubahan lahan.  Secara khas, perencanaan ini mewakili pendekatan yang sederhana untuk kegiatan koservasi dan factor yang mempengaruhinya (mis. Hu and Lo 2017) atau area pertumbuhan yang di rancang untuk melihat dampaknya (mis. Kasraian et al., 2018). Pendekatan kuantitatif mampu menetapkan peran kebijakan konservasi untuk menjaga area yang terbuka   (mis. Kasraian et al., 2017) menjaga pertumbuhan (mis. Liu et al., 2011), sangat tepat sebagai batasan untuk perubahan tanaman  dari bukan tempat aslinya (e.g. Osman et al. 2016 for Cairo, Egypt).
  

PENTINGNYA MANAJEMEN STRATEGI TERHADAP PERENCANAAN TATA RUANG

Proses manajemen strategi mengandung tiga tahapan, yaitu ; strategi formulasi, strategi implementasi dan strategi evaluasi (Fred &Forest, 2017). Implementasi perencanaan tata ruang sangat komplek, proses ini melibatkan startegi formulasi, peningkatan kapasitas pemerintahan, menemukan pengeolaan yang tepat dari pengaturan pemerintah, ini dibentuk dari kemampuan konfigurasi yang komplek  Oliver E & Hersperger, A.M., 2018). Bagaimanapun juga, konsep dari perencanaan ruang harus mengawal pada penggunaan ruang yang lebi baik sebagai untuk kedepannya, itulah tantangannya   (McNeill dkk., 2014). Banyak para peneliti mengendalikan perencanaan ruang melalui pendekatan kualitatif, sebagai kebijakan dalam mempengaruhi perencaanan tatar uang  (Plieninger et al. 2016).

Perencanaan tata ruang strategis adalah proses sosial dalam beragam hubungan dan kelembagaan bersatu untuk merancang proses pembuatan rencana dan mengembangkan konten dan strategi dalam pengelolaan perubahan keruangan (Healey, 1987). Perencanaan strategis adalah salah satu alat penting bagi kota untuk memperkuat posisi mereka dalam kerangka kebijakan pembangunan holistik dan agar mereka dapat memberikan keberlanjutan (Ozden, 2016).Pengembangan strategi keruangan menjadi keharusan saat ini, namun itu tidak mudah untuk dilasanakan. Selain itu, harus mempertimbangkan tekanan perubahan perencanaan tata ruang dari kontes politik dan keuangan, ini harus dilatih untuk dilakukan dan jika tidak maka pendekatan tradisional yang miskin manajemen serta kecilnya pembangunan akan terjadi pada penataan ruang tersebut (Gonçalves, J., & Ferreira, J. A. 2015). 

Tata ruang dan perencanaan penggunaan ruang adalah untuk menjawab masalah dari koordinasi atau integrasi kebijakan didasarkan pada startegi territorial (Cullingworth and Nadin, 2006:91).  Arah investigasi untuk mengelola keruangan transformasional yang efektif     adalah meningkatkan     sebaran yang teratur bagi para urban di perkotaan seluruh dunia  (Albrechts et al., 2017). Perencanaan penggunaan lahan menolong untuk mengurangi dampak dari keruangan yang dinamis dengan menciptakan sebuah konfigurasi penggunaan lahan harus menyeimbangkan seluruh aktor yang dibutuhkan pada wilayah tertentu  (Verburg et al., 2002). 

Strategi jangka panjang penggunaan lahan biasanya bekerja untuk analisis multi kriteria, bekerjasama dengan opinin pemangku kepentingan atau para ahli untuk menilai dampak partisipatif (König et al., 2010).
Selain itu, pengkondisian politik sulit untuk direpresentasikan secara keruangan, karena  satu wilayah ke wilayah lainnya berbeda (Olesen dan Bindi, 2002).


METODE PENELITIAN

Menggunakan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Seungai Penuh 2012 – 2032 sebagai batasan ruang yang digunakan dalam penelitian ini. Batasan ruang yang terdapat dalam RTRW Kota Sungai Penuh berupa ; Taman Nasional Kerinci Seblat, Hutan Produksi, Pertanian/Perkebunan, Persawahan, Resapan Air dan Pemukiman. Menggunakan Software ArcGis 10.1. sebagai alat untuk menganalisa data spasial. Penentuan perencanaan ruang dan pentingnya manajemen strategi dalam peningkatan penduduk di Kota Sungai Penuh melibatkan data spasial serta dimensi strategi formulasi, startegi implemtasi dan strategi evaluasi. Output yang dihasilkan adalah luasan pemukiman yang potensial untuk  mendatang di Kota Sungai Penuh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

LOKASI POTENSIAL

Luas pemukiman yang terdapat dalam Peraturan Daerah Sungai Penuh No. 5 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Sungai Penuh Tahun 2012 menyatakan luasnya 2326 Ha (Analisis  GIS). Disisi lain, penduduk Kota Sungai Penuh Tahun 2018 sebanyak 89.994 jiwa dengan kepadatan penduduk 2,3 hektar per Jiwa. Tentunya lokasi potensial pemukiman semakin berkurang.

Gambar 2. Peta Pemukiman Sungai Penuh

Luas 2326 Ha


Laju pertumbuhan penduduk dari Tahun 2010 sampai dengan 2018 rata-rata pertumbuhan penduduk sebanyak 915 jiwa (BPS Sei Penuh, 2019). Pada tahun kedepan akan menemukan ruang yang sempit. Agar ruang tersebut bisa berlangsung dengan dampak lingkungan yang kecil maka diperlukan manajemen strategi dalam mengatur itu, khususnya dari sisi Evaluasi.

 STRATEGI FORMULASI

Strategi ini menampilkan pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman dari luar, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, membangun strategi alternative dan memilih strategi yang terperinci untuk disertakan (Fred & Forest, 2017). Selaras dengan pernyataan itu, maka pengembangan pemukiman untuk Kota Sungai Penuh perlu mengikuti aturan dari strategi formulasi.

 Gambar 3. Peta Buffer Pemukiman Sungai Penuh

Luas Buffer 1204 Ha

Perencanaan tata ruang bukan ide untuk membuat dunia baru tetapi sebuah metode untuk mengendalikan masa depan yang lebih baik didasarkan pada nilai kebersamaan (Albrechts, 2006). Estimasi Buffer (pembatasan) pada peta diatas (warna merah) adalah menambah lingkaran pemukiman dengan panjang 200 meter sehingga penambahan luas pemukiman bertambah sebanyak 1204 Hektar. Penggunaan wilayah merah tersebut digunakan sebagai acuan kedepan dalam membuat Perda RTRWtahun 2030 – 2050.

Formulasi ini adalah salah satu scenario untuk mendistribusikan sebaran penduduk yang teratur, namun juga bisa menggunakan scenario lainnya dengan menggunakan dasar pengembangan dasri strategi formulasi dari Fred dan Foster. Pengetahuan tentang perubahan lahan, perencanaan ruang biasanya dikendalikan oleh para politikus (Geist and Lambin, 2006),  karena pengetahuan politik berhubungan dengan kebijakan public  (Sabatier and Jenkins-Smith et al., 1999). Pengendalian politik dan social ekonomi memiliki kertakaitan yang kuat dan harus dimediasi dengan kekuatan teknologi (Brandt et al., 1999).

STRATEGI EVALUASI

Strategi evaluasi mampu membuat  pertumbuhan penduduk Kota Sungai Penuh bisa terus berlangsung. Hal ini karena, Strategi evaluasi adalah puncak dalam strategi manajemen, ada tiga dasar pada strategi evaluasi, yaitu; (1) meninjau factor eksternal dan internal, (2) mengukur kinerja, (3) membuat aksi koreksi (Fred & Forest, 2017). Penyatuan pada system para urban, pedesaan dan lingkungan sekitar adalah dasar untuk sumber keterpaduan terhadap manajemen strategi,  perencanaan  staretgi penggunaan lahan untuk menyeimbangkan system yang ada dan membaca keberlangsungan analisa penggabungan di masa depan, namun implikasi jangka panjang dari strategi rencana penggunaan lahan dan tampilannya tidak mudah, ketika jatuh tempo tentunya memiliki efek yang multi dimensi (Henriques, dkk., 2018).

Dampak dari konsep penataan ruang dalam perubahan lahan dengan proses yang komplek memerlukan tiga poin penting, yaitu; (1) Perubahan lahan harus mengungkapkan informasi dari teks dan pemetaan (2) Perubahan ini harus berkelanjutan dari wewenang pemerintah yang nantinya mengarahkan perubahan seperti yang sudah direncanakan, (3) Efektifitas dan efisien dari perencanaan implementasi adalah subjek eksternal dalam mengkombinasi keadaan (Hersperger, 2018).

Sedikit pengetahuan empiris yang mengikuti perkembangan secara general tentang bagaimana dan kapan perencanaan itu dilakukan. Studi evaluasi perencanaan ini biasanya dihasilkan dari GIS (geo Info System) sebagai pembanding terhadap actual perubahan lahan sesungguhnya. Telah dilakukan penelitian mengkaji tentang batas pertumbuhan urban (Gennaio dkk, 2009), dan efektivitas dan perbedaan kebijakan sebagai penguatan tata ruang yang terus berlangsung (Bengston & Youn, 2006; Siedentop dkk, 2016) , 198.


KESIMPULAN

Konsep dan studi ini adalah keterpaduan perencanaan tata ruang sebagai kepentingan manajemen strategi dalam mengendalikan peningkatan penduduk Kota Sungai Penuh. Keterpaduan dan untuk perencanaan ruang dengan manajemen strategi adalah membuat peta formulasi (buffer) denganpenambahan luas sejauh 200 meter ke depan.

 Akan menghasilkan luasan tambah sekitar 1204 Hektar atau penambahan luas sebanyak 50% dari luas pemukiman yang sudah ditetapkan. Penggunaan peta formulasi tersebut digunakan untuk pembuatan Perda RTRW Sei. Penuh 2030 -2050.

Studi perencanaan ruang dengan jelas memberikan manfaat dari pemahaman bagaimana manajemen trategi mempengaruhi corak penggunaan lahan (Stokes and Seto, 2016; Turner ll et al., 2013). Garis besar studi ini adalah menetapkan kebenaran teori sebagai pendekatan dalam menjelaskan model perencanaan ruang sebagai kepentingan manajemen strategi.

Selanjutnya, tantangan kedepapan adalah pengembangan pentingnya pengetahuan perubahan lahan untuk merancang transformasi ruang yang terus berkelanjutan dan terus mempromosikan system keruangan yang terbarukan.

TINJAUAN PUSTAKA

Albrechts L., 2004. Strategic (spatial) Planning Re-Examined,   Environment and Planning B: Planning and Design, Vol. 31:743-758.
Albrechts, L., 2006. Shifts in strategic spatial planning? Some evidence from Europe and Australia. Environ. Plan. A 38, 1149–1170
Albrechts, L., Balducci, A., 2017. Introduction. In: Albrechts, L., Balducci, A., Hillier, J.(Eds.), Situated Practices of Strategic Planning – An International Perspectiv. Routledge, New York, pp. 15–21.
Anonim, 2012. Perda No. 5 tentang RTRW Kota Sungai Penuh.
Anonim, 2019. BPS Sungai Penuh. https://sungaipenuhkota.bps.go.id/  
Bengston, D., Youn, Y.C., 2006. Urban containment policies and the protection of natural areas: the case of Seoul's greenbelt. Ecol. Soc. 11 (1).
Bicík, I., Jelecek, L., Štepanek, V., 2001. Land-use changes and their social driving forces in Czechia in the 19th and 20th centuries. Land Use Policy 18, 65–73.
Bieling, C., Plieninger, T., Schaich, H., 2013. Patterns and causes of land change: empirical results and conceptual considerations derived from a case study in the Swabian Alb, Germany. Land Use Policy 35, 192–203.
Brandt, J., Primdahl, J., Reenberg, A., 1999. Rural land-use and landscape dynamis - analysis of "drivingforces" in space and time. The Parthenon Publishing Group, Paris, pp. pp. 81–102.
Calvaresi,  1997. Provenienze e possibilità dellapianifi cazione  strategica. Archivio di Studi Ur-bani e Regionali No 59.

Council of Europe, 2010. Basic texts 1970-2010. Territory and landscape, No. 3. Council of Europe Publishing. http://book.coe.int.

Couclelis, H., 2005. “Where has the future gone?” Rethinking the role of integrated land-use models in spatial planning. Environ. Plann. A 37, 1353–1371.David & Fred, 2017. Strategic Management. Sixteent Edition. Pearson Education Limited. 

Collier, M.J., Nedović-Budić, Z., Aerts, J., Connop, S., Foley, D., Foley, K., Newport, D., McQuaid, S., Slaev, A., Verburg, P., 2013. Transitioning to resilience and sustain-ability in urban communities. Cities 32 (Suppl. 1), S21–S28. 
Cullingworth, B., Nadin, V., 2006. Town and Country Planning in the UK. Routledge, London.
eThekwini Municipality, 2011. Integrated Development Plan.
Fred &Forest, 2017. Strategic Management. Sixteenth.  Edition.Pearson Education.
Gennaio, M.-P., Hersperger, A.M., Bürgi, M., 2009. Containing urban sprawl—Evaluating eectiveness of urban growth boundaries set by the Swiss land use plan. Land Use Policy 26, 224–232.
Gonçalves, J., & Ferreira, J. A. (2015). The planning of strategy: A contribution to the improvement of spatial planning. Land Use Policy, 45, 86–94.
Hersperger, A.M., Franscini, M.P.G., Kübler, D., 2014. Actors, decisions and policy changes in local urbanization. Eur. Plan. Stud. 22, 1301–1319.
 Herspergera, A.M.,  Oliveira, E., ,  Pagliarina. S., , Gaëtan Palkaa. 2018. Urban land-use change: The role of strategic spatial planning. Global Environmental Change 51 (2018) 32–42
Janine Bolligera, Simona GrădinaruHu, Z., Lo, C.P., 2007. Modeling urban growth in Atlanta using logistic regression. Comput. Environ. Urban Syst. 31 (6), 667–688.
Kasraian, D., Maat, K., van Wee, B., 2018. The impact of urban proximity, transport and policy on urban growth. A longitudinal analysis over five decades. Environ. Plann. B Urban Anal. City Sci.
König, H.J., Schuler, J., Suarma, U., McNeill, D., Imbernon, J., Damayanti, F., Dalimunthe, S.A., Uthes, S., Sartohadi, J., Helming, K., Morris, J., 2010. Assessing the impact of land use policy on urban-rural sustainability using the FoPIA approach in Yogyakarta, Indonesia. Sustainability 2, 1991–2009. https://doi.org/10.3390/ su2071991
Lenin Henríquez-Dolea, , Tomás J. Usón , Sebastián Vicuñaa, , Cristián Henríquezc, , Jorge Gironása, , Francisco Mezad. 2018. Integrating strategic land use planning in the construction of future land use scenarios and its performance: The Maipo River Basin, Chile. Land Use Policy 78 : 353–366.
 Liu, Y., Yue, W., Fan, P., 2011. Spatial determinants of urban land conversion in large Chinese cities: a case of Hangzhou. Environ. Plann. B Plann. Des. 38 (4), 706–725.
Morris, J.B., Tassone, V., de Groot, R., Camilleri, M., Moncada, S., 2011. A framework for participatory impact assessment: involving stakeholders in European policy making, a case study of land use change in Malta. Ecol. Soc. 16, art12. https://doi.org/10. 5751/ES-03857-160112.
Müller, D., Munroe, D.K., 2014. Current and future challenges in land-use science. J. Land  Use Sci. 9, 133–142. Nilsson & Ryden, 2005. Spatial Planning and Management. Uppsala University, Uppsala, Sweden.
Oliver, E & Herspeger, 2011. Governance arrangements, funding mechanisms and power configurations in current practices of strategic spatial plan implementation. Swiss Federal Research Institute WSL, Zürcherstrasse 111, CH-8903 Birmensdorf, Switzerland.
Olesen, J.E., Bindi, M., 2002. Consequences of climate change for European agricultural productivity, land use and policy. Eur. J. Agron. 16, 239–262. https://doi.org/10. 1016/S1161-0301(02)00004-7.
Osman, T., Divigalpitiya, P., Arima, T., 2016. Driving factors of urban sprawl in Giza governorate of Greater Cairo metropolitan region using AHP method. Land Use Policy 58, 21–31

Ozden, P. 2006. Strategic (spatial) planning approach in Turkey: new expectations. The Sustainable City IV: Urban Regeneration and Sustainability. www.witpress.com

Pagliarin, S., 2018. Linking processes and patterns: spatial planning, governance and urban sprawl in the Barcelona and Milan metropolitan regions. Urban Stud Plieninger, T., Draux, H., Fagerholm, N., Bieling, C., Bürgi, M., Kizos, T., Kuemmerle, T., Primdahl, J., Verburg, P.H., 2016. The driving forces of landscape change in Europe: a systematic review of the evidence. Land Use Policy 57, 204–214.
Seabrook, L., McAlpine, C., Fensham, R., 2006. Cattle, crops and clearing: regional drivers of landscape change in the Brigalow belt, Queensland, Australia, 1840-2004. Landsc. Urban Plann. 78, 373–385
Sabatier, P.A., Jenkins-Smith, H.C., 1999. The advocacy coalition framework: an assessment. In: Sabatier, P.A. (Ed.), Theories of the Policy Process. Westview Press, Boulder CO, pp. 117–166.
Siedentop, S., Fina, S., Krehl, A., 2016. Greenbelts in Germany’s regional plans-an effective growth management policy? Landsc. Urban Plann. 145, 71–82.
Sartorio,FS. 2005. Strategic Spatial Planning. Lecturer at Cardiff School of City and Regional Planning.
Stokes, E.C., Seto, K.C., 2016. Climate change and urban land systems: bridging the gaps between urbanism and land science. J. Land Use Sci. 11, 698–708
Thapa, G.B., Rasul, G., 2006. Implications of changing national policies on land use in the Chittagong Hill tracts of Bangladesh. J. Environ. Manage. 81, 441–453.
Turner II, B.L., Janetos, A.C., Verburg, P.H., Murray, A.T., 2013. Land system architecture: using land systems to adapt and mitigate global environmental change. Glob. Environ Change 23, 395–397

Van Assche & Verschraegen, 2008. The Limits of Planning: Niklas Luhmann's Systems Theory and the Analysis of Planning and Planning Ambitions.

Verburg, P., Soepboer, W., Veldkamp, A., Limpiada, R., Espaldon, V., Mastura, S., 2002. Modeling the spatial dynamics of regional land use: the CLUE-S model. Environ. Manage. 30, 391–405. https://doi.org/10.1007/s00267-002-2630-x
Warren, P.S., Ryan, R.L., Lerman, S.B., Tooke, K.A., 2011. Social and institutional factors associated with land use and forest conservation along two urban gradients in Massachusetts. Landscape Urban Plan. 102 (2), 82–92.

Struktur Sungai

Struktur Sungai

POLA RUANG SUMATERA

POLA RUANG SUMATERA

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

BERHALE ISLAND

Pulau Berhala
Large selection of World Maps at stepmap.com
StepMap Pulau Berhala


ISI IDRISI TAIGA

ISI IDRISI TAIGA

HOW TO GOIN ON BERHALE ISLAND

Kota Jambi

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

TERAKHIR DI UPDATE GOOGLE

COMMUNICATE

+62 812731537 01