Kamis, 28 April 2011

Bagaimana membuat sebuah halamanHTML Image Map dan menambah ke background blog

Google memiliki 13.000 satelite (Real-time Satellites)



FORUM TATA RUANG - JAMBI

SBY jamin dana hutan aman dikelola IGI Fund



Pemerintah menjamin bantuan keuangan yang diberikan masyarakat internasional kepada Indonesia akan dikelola dengan baik melalui Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dan Indonesia Green Investment (IGI) Fund yang dibentuk pemerintah.

Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dunia berkewajiban mendukung program kelestarian lingkungan hutan di Indonesia karena merupakan program lingkungan yang memberikan dampak besar bagi tatanan dunia yang hijau dan bebas emisi karbon.

“Kami diminta UNDP untuk memfasilitasi pembentukan institusi keuangan yang bisa mengelola REDD Plus fund, seperti kesepakatan pendanaan yang dicapai antara RI dan Norwegia,” ungkapnya di hadapan peserta dari mancanegara dalam acara Business for The Environment (B4E) tingkat dunia yang dikelola UNDP di Jakarta, hari ini.

Dia menambahkan Indonesia terus bekerja sama dengan dunia internasional untuk mengelola kelestarian, yang salah satunya melalui Forest Eleven Forum.

Forum itu didirikan untuk memastikan bahwa negara-negara yang memiliki hutan terbesar di dunia  bisa bersama-sama menjadi bagian dari solusi iklim global.

Dalam hal ini, tuturnya, program yang dikembangkan oleh F-11 tidak hanya soal kebaikan iklim dunia, tetap juga menguntungkan dari segi pengembangan sosial dan ekonomi bagi anggota forum tersebut.

“Indonesia juga aktif melakukan kerja sama kehutanan secara bilateral dengan sejumlah negara, seperti denga Norwegia, Korsel, Australia, Jerman, Inggris, Jepang, dan Amerika Serikat,” ungkap Presiden Yudhoyono.

Menurut dia, program-program yang dikembangkan dengan negara lain itu akan mampu memberikan nilai tambah dengan mengedepankan konsep menukar kewajiban utang dengan program lingkungan.

Dia memberi contoh pendanaan bagi program lingkungan di Pulau Sumatra melalui skema utang untuk program lingkungan dan kehutanan.

Kepala Negara mengatakan Indonesia mengundang semua pihak di lingkungan internasional untuk terus bergabung bersama RI dalam memperluas program pengurangan emisi karbon dan meningkatkan keanekaragaman kehidupan lingkungan.

Dalam hal ini, tuturnya, Indonesia merupakan salah satu wilayah terpenting dan terluas untuk menjalankan program itu demi keselamatan bumi tempat manusia berdiam.

Saat ini, lanjutnya, Indonesia tengah menggalakkan penanaman 1 miliar pohon yang diharapkan berkontribusi besar bagi keselamatan hutan dunia di masa mendatang.

“Dunia sendiri akan menghadapi masalah besar dengan laju populasi yang diperkirakan akan mencapai jumlah 9 miliar manusia pada 2050. Ini membutuhkan solusi udara bersih, makanan, energi dan air yang sehat,” ujarnya.(er)

Negara Siapkan 30 Juta Hektar Lahan Rusak untuk Industri

Sumber : Tempo Interaktif

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan telah menyiapkan 30 juta hektar lahan rusak untuk dikembangkan bagi industri dan pengembangan pembangunan. Misalnya, perluasan lahan kelapa sawit dan kehutanan. "Pemerintah akan memberikan akses ke lahan terdegradasi untuk industri yang serius dalam memperluas atau rencana investasi di lahan ini demi kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan planet kita," kata SBY dalam sambutannya di acara Bisnis untuk Lingkungan di Hotel Shangrila, Kamis, 28 April 2011.

Pemerintah juga menyiapkan kebijakan baru dan insentif bagi perusahaan yang akan mengubah padang rumput tidak produktif menjadi aset unggul dan produktif. Menurut presiden, kebijakan ini untuk memanfaatkan lahan yang sudah terdegradasi untuk tujuan produktif dan memperluas penggunaan lahan untuk pertanian yang tidak mengancam lingkungan. "Keberhasilan program ini sangat penting bagi keberhasilan kami dalam mengejar tingkat perekonomian," ujarnya.

Dalam konteks kebijakan nasional, Indonesia telah mengembangkan strategi REDD PLUS yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Program REDD PLUS ini dilakukan pada lahan gambut dan pengelolaan hutan. Hal ini sangat signifikan di Indonesia dalam pengurangan karbon dan keanekaragaman hayati yang kaya hutan hujan tropis. "Kemitraan ini bertujuan untuk membantu masyarakat lokal menjadi lebih makmur dan tidak menghambat aspirasi pembangunan mereka," katanya.

Indonesia juga telah membentuk berbagai inisiatif pendanaan untuk mendukung pengembangan emisi karbon rendah. Kami telah mendirikan Perubahan Iklim Indonesia Trust Fund dan Indonesia Green Investasi (IGI) Dana. Kami telah meminta UNDP untuk memfasilitasi Lembaga Keuangan yang dapat mengelola dana REDD Plus setelah Letter of Intent antara Pemerintah Norwegia dan Republik Indonesia. Hal ini dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen dan 26 persen pengurangan emisi gas rumah kaca dari sisi bisnis pada tahun 2020.

Presiden mangajak pelaku industri yang hadir dalam forum itu untuk berkontribusi pada penciptaan ekonomi hijau dan masa depan karbon rendah. "Saya berharap semua pertimbangan produktif dan berbuah hasil yang harus mengarah kepada penyelesaian transformatif untuk planet kita dan generasi masa depan," kata Presiden. Salah satunya melalui kerangka koridor ekonomi yang akan menjadi jalan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.

Pada tingkat global, Indonesia telah memelopori kerja sama yang lebih besar untuk melindungi dan mengelola kelestarian hutan melalui Forum Sebelas. Forum ini didirikan untuk memastikan bahwa negara-negara kehutanan secara kolektif dapat menjadi bagian dalam mencari solusi penanganan iklim global dan mengaitkan dengan pembangunan ekonomi dan sosial. "Saya senang bahwa F-11 telah menghasilkan beberapa proyek kolaborasi yang dapat dilengkapi dengan inisiatif deforestasi internasional untuk pengurangan emisi," ujarnya.

Rabu, 27 April 2011

Lokakarya pendanaan dan mekanisme distribusi insentif REDD

Sumber : www.redd-indonesia.org

28 April 2011 - 28 April 2011       
Ruang Sonokeling, Gd Manggala Wanabakti, Kemenhut
08:30 – 16:00 WIB

Lokakarya ini bertujuan untuk mempresentasikan dan mendiskusikan temuan sementara dari salah satu komponen proyek “Improving Governance, Policy and Institutional Arrangement to Reduce Emissions from Deforestation and Degradation” (REDD) khususnya untuk menjawab tujuan penyusunan sistem tata kelola implementasi REDD dalam kerangka desentralisasi. Acara ini diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Kementerian Kehutanan, bekerja sama dengan ACIAR.

Infrastruktur dan Perubahan Iklim

Sumber : Okezone.com

HANDA S. ABIDIN, S.H., LL.M.
Pengamat hukum perubahan iklim
Kandidat Ph.D. di bidang hukum perubahan iklim internasional 

University of Edinburgh School of Law

FTR resume :  Tidak mengambil kebijakan dengan utang.


Para pengusaha mengadu kepada Presiden SBY mengenai buruknya infrastruktur di Indonesia (Rapat Kerja Pemerintah, 18-19 April 2011). Bukan hanya pengusaha, rakyat pun sudah lama dibuat menderita akibat keanekaragaman buruknya infrastruktur yang ters
Preview
ebar di seantero negeri ini.

Mulai dari jalan berlubang, seringnya banjir ataupun rutinitas pemadaman listrik. Tantangan ke depan dalam permasalahan infrastruktur di Indonesia bukan hanya bagaimana menciptakan infrastruktur yang biasa-biasa saja.

Ketidakramahan iklim dalam beberapa tahun belakangan ini menimbulkan keyakinan rencana jangka pendek dan panjang infrastruktur di Indonesia harus mengakomodasi aspek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Dampak Perubahan Iklim
Kondisi infrastruktur kita hari ini membuat kita semakin miris dalam memikirkan seburuk apa kerugian yang akan ditanggung apabila tiba saatnya dampak perubahan iklim memukul kita dengan keras. Berbagai pengamat dan organisasi internasional mengatakan negara berkembang akan mengalami dampak perubahan iklim terparah secara ekonomi dibandingkan dengan negara maju (Bank Dunia, 2010).

Kemiskinan dan minimnya pendidikan menjadi dua alasan utama yang menghantui negara berkembang dalam penanganan perubahan iklim.

Indonesia-pun termasuk negara yang rentan terguncang dampak perubahan iklim. Menangani masalah ulat bulu saja pemerintah seperti kebakaran jenggot; bagaimana jadinya apabila level dampak buruk perubahan iklim dinaikan beberapa tingkat.

Ambil contoh masalah semakin tingginya air laut. Air laut yang semakin tinggi akan mengancam ribuan pulau kecil dan besar di Indonesia. Pulau kecil dapat tenggelam alias hilang ditelan lautan. Dampak yang terjadi di pulau besar dapat mengusir penduduk pesisir pantai dan memaksa mereka menjadi “pengungsi iklim.” Belum lagi air laut tersebut akan menjelma menjadi banjir di daratan yang mengakibatkan munculnya wabah penyakit dan masalah lainnya.

Singkat kata, masalah di masa akan datang akan jauh lebih rumit dari sekadar serangan ulat bulu.

Mekanisme Mitigasi dan Adaptasi

Rezim hukum perubahan iklim internasional telah menghasilkan berbagai macam mekanisme mitigasi. Namun hanya tercatat dua mekanisme yang paling relevan dengan Indonesia. Pertama, Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). Saat ini MPB belum didukung dengan serius oleh pemerintah. Proyek MPB di Indonesia pada saat tulisan ini dibuat hanya ada 64 proyek. Kalah dari Malaysia dengan 90 proyeknya. Kalah sangat jauh dari China (1.344 proyek) dan India (641 proyek).

Proyek MPB sangat bervariasi. Ada yang terkait secara langsung dengan pembiayaan pembangunan infrastruktur dan ada juga yang tidak terkait secara langsung. Ketidakpastian hukum dan kurangnya pemahaman tentang MPB di Indonesia menjadi beberapa alasan mandegnya proyek MPB di Indonesia.

Kedua, REDD-plus. Mekanisme REDD-plus tidak terkait langsung dengan pembangunan infrastruktur. Bahkan REDD-plus dianggap oleh beberapa kalangan menghambat pembangunan infrastruktur. Namun, perlulah kita ingat karakteristik REDD-plus yang menjaga hutan dengan mengurangi deforestasi dan degradasi hutan akan jadi penopang terjaganya suatu infrastruktur. Misalnya adanya hutan akan mencegah erosi ataupun banjir yang dapat merusak jalan raya di daerah sekitar hutan.

Pembangunan, terutama pembangunan berkelanjutan cukup sering dimasukan pada keputusan Konferensi Para Pihak (Conference of the Parties / COP). Namun, tidak banyak pembicaraan yang secara khusus membahas mekanisme adaptasi terkait infrastruktur.  Kata “infrastruktur” tidak muncul sama sekali di Konvensi Perubahan Iklim 1992.

Kata “infrastruktur” juga tidak banyak muncul dalam COP. Jikapun muncul, pemunculannya bukan dalam konteks pembahasan suatu penciptaan mekanisme baru melainkan hanya terangkai dalam kalimat normatif bersifat aspiratif. Dengan kata lain belum ada suatu mekanisme “pasar” yang memang dikhususkan pada pembangunan sektor infrastuktur di negara berkembang dengan konsep mirip dengan MPB namun fokusnya ke adaptasi bukan mitigasi.

Mekanisme Pendanaan

Pemerintah juga baiknya tidak mengambil jalan pintas dengan mengambil kebijakan utang. Negara maju telah memberikan komitmen untuk menyediakan dan memobilisasi bantuan finansial sebesar 30 miliar dollar AS untuk periode 2010-2012 dan sebesar 100 miliar dollar AS per tahun mulai tahun 2020. Indonesia harus dapat ambil bagian untuk mendapatkan potongan kue dari dana tersebut dengan tujuan pembangunan infrastruktur. Tentunya “kue” yang diincar diusahakan sekeras mungkin didapat dalam bentuk hibah dan bukan berbentuk utang.

Saat ini isu perubahan iklim di Indonesia selalu membahas mitigasi melalui sektor kehutanan. Pemerintah dimana-mana, baik dalam negeri maupun forum internasional selalu berbicara masalah REDD-plus. Ini tidak salah, tapi pemerintah juga harus memikirkan mitigasi dan adaptasi lainnya yang tidak kalah penting seperti melalui pembangunan infrastruktur tahan banting. Momentum kadaluarsanya mekanisme Protokol Kyoto di tahun 2012 dapat menimbulkan peluang baru untuk penciptaan mekanisme adaptasi khusus menangani pembangunan infrastruktur pada arena perubahan iklim global.




 



DPRD dan Pemko Sibolga kebut bahas RTRW

Sumber : Waspada Online
Anggota Komisi III DPRD Sibolga, Albar Sikumbang, mengungkapkan pemerintah pusat bakal memberikan sanksi pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK), jika pemerintah kabupaten/kota tidak berhasil menerbitkan peraturan daerah (Perda) tentang Zonasi dan perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hingga Desember 2011.

“Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Di mana setiap kabupaten/kota wajib menyusun dan menyiapkan RTRW serta menerbitkannya melalui sebuah regulasi atau peraturan daerah paling lama tiga tahun setelah diundangkan,” ujar Albar Sikumbang saat memimpin rapat terbatas bersama instansi terkait di antaranya Sekdakot Sibolga diwakili Asisten I Basar Sibarani, Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Kebersihan Penataan Ruang dan Pertamanan (KPRP), Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga dan Kantor Lingkungan Hidup.

Albar bersama  anggota komisi III yang lain Kamil Gulo, Jimmy Ronald Hutajulu, Henry Tamba, Muchtar DS Nababan dan Ketua Komisi III Jamil Zeb Tumory.   

“Jika Pemko Sibolga tidak ingin mendapat sanksi pemotongan DAK gara-gara tidak berhasil menerbitkan Perda tentang Zonasi dan RTRW tersebut, maka Pemko bersama DPRD Sibolga harus saling bersinergi melakukan pembahasan hingga rampung sebelum tenggat waktu yang ditentukan pemerintah pusat,” papar Albar.

Katanya, sejumlah daerah di Sumut telah berhasil merampungkan pembahasan regulasi yang mengatur tentang RTRW seperti Tapanuli Utara, Tobasa, Samosir, Madina, Tebingtinggi, Asahan, Deliserdang, Dairi dan lainnya. “Kenapa Sibolga terlambat, padahal draf awal tentang konsep zonasi dan RTRW Kota Sibolga itu sebelumnya telah disiapkan oleh Dinas KPRP bekerja sama dengan konsultan pada Tahun Anggaran 2009 silam,” ujar Albar.

Berdasarkan hasil pertemuan pihaknya bersama pakar tata ruang dari Universitas Sumatera Utara (USU) yakni, Nawawi Loebis  di Medan beberapa waktu lalu, konsep zonasi dan rencana tata ruang yang dibuat ternyata masih mengalami banyak kekurangan dan harus disempurnakan.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Okey, Pemkot Sibolga dan Legislatifnya kompak, namun motivasi untuk melakukan RTRW masih
bernilai tranksaksional, dengan adanya pemotongon biaya, maka RTRW akan dikerjakan.
Motivasi yang tepat dalam melaksanakan RTRW adalah menyadari bahwa pertumbuhan masraka
takan terus bertambah namun tidak diiringi dengan pertumbuhan ruang.

Sudah saatnya pemerintah mengkotak-kotakan ruang untuk memberikan warna pada ruang kotak tersebut menjadi warna merah (rutin bencana), kuning (rawan bencana), dan hijau (bencana kecil). Dengan demikian pemerintah dapat mengatur kebelangsunga hidup masyarakat menjadi stabil. 

Karena, pemerintah udah tau mana ruang yang paling diutamakan dalam tindakan bencana saat kini atau bencana yang akan terjadi akibat dari berbagai dampak.

Ujung-ujungnya GIS juga yang akan mengkotak-kotak ruang tersebut, he3x......




 

SYARAT-SYARAT PENILAIAN KINERJA STANDAR VERIFIKASI KAYU LEGALITAS


Untuk menilai Pengelolaan Hutan Produksi Lestari yang dilakukan  REGIONAL INFORMATION AND KNOWLEDGE CENTER diperlukan tolok ukur untuk mencapai kelestarian tersebut, agar kelestarian ini terjaga, harus ada indikator-indikator untuk menentukan apakah kelestarian itu terjaga atau tidak. 

Indikator-indikator alat ukur tersebut dapat diinformasikan secara spasial (keruangan) melalui pemetaan. GIS mampu untuk menampilkannya, sehingga didapatkan apakah pengelolaan hutan produksi bersifat lestari atau sebaliknya. Dengan GIS data-data dilapangan dapat diidentifikasikan, sehingga informasi inilah yang menjadi perbandingan dalam menilai, apakah hutan produksi itu lestari atau tidak sesuai dengan tahun berjalan.

Indikator ini di ukur menggunakan alat ukur seperti di bawah ini ;

1.            Standar Verifikasi Legalitas Kayu dari Hutan Negara Berbasis Unit Manajemen (UM) yang pengelolaannya dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMN/BUMD/BUMSI).

1.  Kepastian areal dan hak pemanfaatan. 
     1.1  Areal unit manajemen hutan terletak di kawasan hutan produksi.
1.1.1  Unit manajemen mampu menunjukkan keabsahan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK).
(a)   Dokumen Surat Keterangan Hak Pengusahaan Hutan/Hutan Tanaman Industri (SK HPH/HTI) atau IUPHHK pada hutan alam/hutan tanaman industri.  
(1)  Periksa keabsahan dan kelengkapannya.
(2)  SK HPH/IUPHHK dilampiri peta, periksa juga peta lampirannya.
(3)  Periksa kesesuaian kawasan dengan peta kawasan hutan dan perairan atau Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK).
(4) Periksa kesesuaian lokasi HTI sesuai dengan SK No. 70/Kpts-I/1995 jo SK No.246/Kpts-II/1996 jis P.21/Menhut-II/2006.
 (b)  Bukti pemenuhan kewajiban Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IIUPHHK).
(1) Periksa surat perintah pembayaran (SPP) IIUPHHK.
(2) Periksa bukti setor ke rekening bank penerima setoran IIUPHHK sesuai dengan SPP.
 (c)  Bukti pemenuhan kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Penghasilan (PPh-21) jatuh tempo.
(1) Periksa SPP PBB. 
(2) Periksa bukti setoran PBB jatuh tempo.
(3) Periksa Surat Setoran Pajak (SSP PPh-21).
(4) Periksa bukti persetujuan penundaan pembayaran dari kantor pajak (dalam hal terjadinya penundaan pembayaran).
 (d)  Berita Acara Tata Batas (BATB) dan peta lampirannya.   
(1)  Periksa kelengkapan dan keabsahan BATB sesuai dengan prosedur baku.
(2)  Periksa kewajiban UM yang berkaitan dengan penataan batas areal (batas luar), yakni:
-  Sudah mengajukan surat permohonan tata batas. 
-  Pembayaran biaya tata batas setelah menerima SPP. 
(3)  Periksa BATB kepada masyarakat terkait.
(4)  Periksa pelaksanaan yang menyimpang dari trayek batas. 
(5)  Periksa Berita Acara (BA) pembebasan hak pihak ketiga (kalau ada pembebasan hak yang harus diselesaikan).
(6)  Periksa ketepatan posisi dengan menggunakan global positioning system (GPS) atau peralatan yang sesuai, dan tanda-tanda batas di lapangan sesuai dengan peraturan yang berlaku, terutama pada daerah rawan.
 (e)  Dokumen alih fungsi kawasan dalam hal terjadinya perubahan fungsi kawasan.
Periksa dokumen alih fungsi kawasan:
- Status asal kawasan.
- SK alih fungsi dari Menteri Kehutanan.
1.2  Unit manajemen memiliki izin penebangan pada areal tebangan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
1.2.1  Rencana Kerja Tahunan (RKT/Bagan Kerja) disahkan oleh pejabat yang berwenang dan terbukti di lapangan.
(a)  Dokumen RKT/Bagan Kerja yang telah disahkan oleh pejabat  yang berwenang.
(1)  Periksa kelengkapan dan keabsahan dokumen RKT/Bagan Kerja.
(2)  Periksa proses penyusunan dan pengesahan RKT yang menjadi tanggung jawab UM.
(3)  Periksa proses penyusunan RKT:  ada pengumuman yang memadai dan konsultasi dengan masyarakat setempat yang representatif (melalui kelembagaan masyarakat setempat) di wilayah dimana blok RKT berada.
(b)  Peta areal yang tidak boleh ditebang pada RKT/Bagan Kerja
dan bukti implementasi di lapangan. Periksa kesesuaian lokasi (menggunakan GPS atau peralatan yang sesuai) dan batas-batas areal yang tidak boleh ditebang:
-   Zona penyangga dengan kawasan hutan lindung, hutan konservasi atau batas persekutuan yang belum ditata batas.
-   Areal curam (kelerengan >40% untuk hutan alam dan >25% untuk hutan tanaman).
-   Habitat satwa liar dan atau tumbuhan dilindungi (kantong satwa dan areal plasma nutfah).
-   Areal yang memiliki nilai religi dan budaya (periksa silang kepada masyarakat).
-    Sempadan sungai, daerah seputar mata air, jurang, dan sebagainya.
(c)  Penandaan lokasi blok tebangan/blok RKT yang jelas di peta dan terbukti di lapangan. 
(1)  Periksa keabsahan blok tebangan yang disetujui pada Peta Lampiran RKT. 
(2)  Periksa kebenaran posisi batas-batas blok tebangan di lapangan menggunakan GPS atau peralatan yang sesuai.
(3)  Periksa kejelasan tanda batas blok tebangan di lapangan mengikuti pedoman yang berlaku.
2.  Memenuhi sistem dan prosedur penebangan yang sah. 
2.1   Adanya rencana kerja yang sah.
2.1.1  Unit manajemen hutan mempunyai rencana yang sah sesuai dengan peraturan yang berlaku. 
(a)   Dokumen Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) (bisa dalam proses) dengan lampiran-lampirannya. 
(1)  Periksa kelengkapan dan keabsahan dokumen RKUPHHK (bisa dokumen dalam proses penyelesaian).
(2)  Periksa proses penyusunan dan pengesahan RKUPHHK yang menjadi tanggung jawab UM.
2.2  Unit manajemen memenuhi persyaratan legal yang menjamin kelestarian hasil hutan.
2.2.1  Operasi tebangan memenuhi persyaratan sesuai pedoman sistem silvikultur yang berlaku.
(a)  Bukti penebangan yang sesuai dengan rencana produksi dan
”jenis” yang diizinkan.
(1)  Periksa silang izin tebangan RKT yang diberikan Dinas Kehutanan dengan realisasi di lapangan.
(2)  Periksa konsistensi data Buku Ukur dan Laporan Hasil Produksi (LHP) ke nomor pohon pada Laporan Hasil Cruising (LHC). 
(3)  Periksa “jenis” kayu di TPK.
(4)  Periksa hasil penebangan terhadap jenis yang tidak boleh ditebang (jenis dilindungi, dibawah limit diameter yang diizinkan).
(5)  Periksa informasi dari masyarakat tentang pelanggaran dan realisasi di lapangan.
(b)   Kesesuaian lokasi dan volume pemanfaatan kayu hutan alam pada areal penyiapan lahan yang diizinkan untuk pembangunan hutan tanaman industri.
(1)  Periksa lokasi dan volume pemanfaatan kayu hutan alam pada areal penyiapan lahan yang diizinkan dalam dokumen RKT HPHTI/IUPHHK pada hutan tanaman industri.
(2)  Periksa kebenaran lokasi dan volume pemanfaatan kayu hutan alam pada areal penyiapan lahan yang diizinkan untuk pembangunan hutan tanaman industri.
(c)  Dokumen Standard Operating Procedure Reduced Impact Logging (SOP RIL)/Tebangan dan bukti pelaksanaannya di lapangan.
(1)  Periksa keberadaan dan kesesuaian SOP RIL/Tebangan dengan pelaksanaan di lapangan.
(2)  Periksa kelengkapan peta-peta untuk pelaksanaan RIL seperti:
- Peta sebaran pohon.
- Peta jalan angkutan kayu dan jalan sarad.
- Peta kawasan lindung, konservasi dan kawasan budaya.
(d)   Dokumen yang sah untuk pemanfaatan jenis yang termasuk dalam Appendix Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).
Periksa keberadaan izin pemanfaatan jenis-jenis yang termasuk dalam Appendix CITES dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan dan kesesuaian implementasinya di lapangan (kuota dll). 
2.2.2  Semua peralatan yang dipergunakan dalam kegiatan pemanenan telah memiliki izin penggunaan peralatan dan dapat dibuktikan kesesuai fisik di lapangan.
(a)   Daftar Induk (”Master List”) Peralatan dan izin mutasi.
 Periksa kesesuaian alat-alat utama pemanfaatan hasil hutan
kayu di lapangan dengan Master List dan izin yang berkenaan
dengan:
-  Pendaratan dan penggunaan peralatan (SK. Menhut No. 428/KPTS-II/2003)  .
-   Pemindahan peralatan.
-  Penggantian peralatan.
2.3  Unit manajemen menjamin bahwa semua kayu yang diangkut dari Tempat Pengumpulan Kayu (TPn) ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK) dan dari TPK ke industri primer hasil hutan (IPHH)/pasar mempunyai identitas fisik dan dokumen yang sah. 
2.3.1  Pengangkutan kayu dari TPn ke TPK menggunakan dokumen pengangkutan yang sah. 
(a)  Daftar Pengangkutan (DP) Kayu Bulat dari TPn ke TPK atau dari TPK ke TPK Antara. 
(1)  Periksa silang daftar pengangkutan kayu bulat dari TPn ke TPK dengan Buku Ukur dan LHC.
(2)  Periksa silang dengan dokumen pengangkutan lainnya.
(b)  Surat keterangan sahnya hasil hutan (skshh) dan lampirannya
dari TPK ke industri primer hasil hutan dan atau pedagang kayu
bulat.
(1)  Periksa silang daftar pengangkutan kayu bulat dari TPK ke industri primer hasil hutan dan atau pedagang kayu bulat.
(2)  Periksa silang dengan dokumen pengangkutan lainnya.
(c)  Faktur/DP kayu yang direkapitulasi dalam SKSHH (untuk hutan tanaman).
(1)   Periksa silang daftar pengangkutan kayu bulat dari TPn ke TPK dengan LHP.
(2)  Periksa silang dengan dokumen pengangkutan lainnya.
2.3.2  Kayu bulat memiliki tanda fisik permanen yang memuat informasi yang cukup guna melacak hingga ke tunggak, untuk hutan tanaman hingga ke unit tebangan terkecil.
(a)  Identitas permanen batang yang dicantumkan pada kedua bontos (pangkal dan ujung).
Periksa identitas permanen pada batang meliputi: 
-  Nomor batang sesuai nomor pohon pada LHC.
-  Identitas potongan batang.
-  Nomor petak tebangan.
-  Jenis pohon.
-  Diameter.
-  Panjang. 
-  Tanda palu tok (pada kayu di TPK yang sudah di-LHP-kan).
 (b)  Identitas pada tunggak.  Periksa identitas pada tunggak meliputi:
-  Identitas UM.
-  Nomor pohon LHC.
-  Jenis pohon.
-  Nomor petak tebangan dan tahun RKT/Bagan Kerja.
(c)  Identitas kayu yang diterapkan secara konsisten oleh UM Hutan Tanaman. 
Periksa penandaan kayu bulat yang diterapkan UM yang memungkinkan penelusuran kayu hingga ke petak tebangan
atau kelompok petak untuk hutan rawa (paling tidak selama 1
tahun berjalan).
2.3.3  Unit manajemen mampu membuktikan adanya catatan angkutan kayu ke luar TPK
(a)   Pertinggal/arsip skshh dan Daftar Hasil Hutan (DHH) terlampir (untuk hutan alam); faktur angkut (untuk hutan tanaman).
 (1)  Periksa kelengkapan dan keabsahan skshh untuk engangkutan kayu dari UM. 
(2)  Periksa kewenangan petugas yang membuat dokumen atai usaha kayu.
(3)  Periksa dokumen Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kayu oleh Petugas Penerbit Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (P2SKSKB).
(4)  Periksa Laporan Mutasi Kayu Bulat (LMKB).
2.4  Unit manajemen telah melunasi kewajiban pungutan pemerintah yang terkait dengan kayu. 
2.4.1  Unit manajemen menunjukkan bukti pelunasan Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH). 
(a)  Bukti Setor PSDH dan DR (untuk UM hutan alam) atau Bukti Setor PSDH (untuk UM Hutan Tanaman). 
(1)  Periksa keabsahan dan kesesuaian Bukti Setor PSDH dan DR dengan SPP PSDH dan DR.
(2)  Bandingkan SPP PSDH dan DR terhadap bukti pembayaran /setor dan atau perjanjian pelunasan tunggakan.
 (b)  Kesesuaian tarif DR atas kayu hutan alam hasil kegiatan penyiapan lahan untuk pembangunan hutan tanaman. 
(1)  Periksa ukuran kayu bulat kecil (KBK) pada kayu hutan alam yang berdiameter   30cm, dan ukuran panjangnya harus   130 cm.
(2)  Periksa kesesuaian pembayaran tarif DR dengan bukti pembayaran KBK.
 
  3.  Pemenuhan aspek lingkungan dan sosial yang terkait dengan penebangan. 
3.1  Unit manajemen telah memiliki Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan melaksanakan kewajiban yang dipersyaratkan dalam dokumen AMDAL. 
3.1.1  Unit manajemen telah memiliki dokumen AMDAL meliputi Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Kelola Lingkungan (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang telah disahkan sesuai peraturan yang berlaku meliputi seluruh areal kerjanya.
(a)  Dokumen AMDAL (ANDAL, RKL dan RPL).
(1)  Periksa kelengkapan dan keabsahan dokumen AMDAL  (Andal, RKL, RPL) dan catatan temuan penting. 
(2)  Periksa proses penyusunan AMDAL. 
(3)  Periksa kualitas dokumen AMDAL.
3.1.2  Unit manajemen memiliki Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL yang menunjukkan penerapan tindakan untuk mengatasi dampak lingkungan dan menyediakan manfaat sosial.
(a)  Dokumen RKL dan RPL.  
Periksa keabsahan dokumen RKL dan RPL dan konsistensinya dengan dokumen perencanaan dalam konteks keseluruhan aspek fisik-kimia, biologi dan sosial.
 (b)  Bukti pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan dampak penting.
Periksa pelaksanaan pengelolaan dampak penting aspek fisik-kimia, biologi dan sosial seperti:
-   Terhadap hidroorologi termasuk sarana dan prasarana pemantauannya.
-   Pencemaran.
-   Jenis dilindungi (uji silang dengan dokumen Hasil Inventarisasi satwaliar dan tumbuhan dilindungi).
-   Peningkatan dampak positif sosial.
-   Keberadaan sistem dan sarana pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan.
 (c)  Dokumen evaluasi pelaksanaan RKL dan RPL.
Periksa implementasi RKL dan RPL di lapangan dan evaluasinya untuk meminimumkan dampak lingkungan dalam konteks keseluruhan aspek fisik-kimia, biologi dan sosial.
3.2  Unit manajemen menunjukkan komitmen untuk kesejahteraan masyarakat setempat serta menjamin kesejahteraan dan keselamatan pekerja.
3.2.1  Unit manajemen telah melakukan konsultasi kepada masyarakat setempat yang akan terkena dampak kegiatan, memperhatikan kepentingannya dan melaksanakannya di lapangan.
(a)  Dokumen risalah konsultasi publik. 
(1)  Periksa dokumen-dokumen terkait konsultasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, meliputi:
-  Hasil konsultasi:  persetujuan/kesepakatan (consent) dengan masyarakat. 
-  Rekaman proses konsultasi. 
-  Berita acara konsultasi.
-  Pengumuman rencana kegiatan UM kepada masyarakat. 
(2)  Pemeriksaan silang informasi kepada para pihak (masyarakat, UM, Pemda).
(b) Dokumen hak-hak tradisional masyarakat setempat.
(1)  Periksa hasil-hasil dokumentasi yang terkait dengan hak-hak tradisional masyarakat setempat (dokumen perjanjian/kesepakatan, manuskrip, foto, peta dan sebagainya).
(2)  Periksa silang dengan masyarakat dan bukti di lapangan.
(c)  Dokumen kesepakatan tanpa paksaan dengan masyarakat setempat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. 
(1)  Periksa hasil-hasil dokumentasi kesepakatan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat yang secara jelas menyebut program peningkatan kesejahteraan dan kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat yang akan ditangani.
(2)  Periksa silang dengan bukti di lapangan.
(d)  Dokumen penyelesaian masalah atas areal dan/atau sumberdaya alam dalam hubungannya dengan hak-hak tradisional masyarakat setempat yang terkena dampak.
(1)  Periksa hasil-hasil dokumentasi penyelesaian masalah atas areal dan/atau sumberdaya alam dalam hubungannya dengan hak-hak tradisional masyarakat setempat yang terkena dampak.
(2)  Periksa silang dengan bukti di lapangan.
(e) Dokumen program pengembangan masyarakat.
(1)  Periksa substansi dan keabsahan dokumen terkait dengan program pengembangan masyarakat.
(2)  Periksa silang dengan bukti di lapangan.
(f)  Dokumen hasil studi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di sekitar lokasi UM.
(1)  Periksa substansi dan keabsahan hasil studi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di sekitar lokasi UM. 
(2)  Periksa silang dengan bukti di lapangan.
3.2.2. Unit manajemen telah menerapkan peraturan ketenagakerjaan.
(a)   Dokumen Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) dan atau peraturan perusahaan tentang ketenagakerjaan. 
(1)   Periksa substansi dan keabsahan dokumen KKB/atau peraturan perusahaan tentang ketenagakerjaan.
(2)  Periksa silang melalui wawancara dengan pekerja.
(b)  Kebijakan upah minimum propinsi dan menyediakan manfaat in-natura.
(1)  Periksa implementasi kebijakan upah minimum propinsi dari buku gaji dan upah.
(2)  Periksa penyediaan manfaat in-natura bagi pekerja.
(3)  Periksa silang melalui wawancara dengan pekerja.
(c)  Aturan perusahaan yang memprioritaskan tenaga kerja setempat.
(1)   Periksa implementasi aturan perusahaan yang memprioritaskan tenaga kerja lokal (jumlah tenaga kerja lokal).
(2)  Periksa silang melalui wawancara dengan pekerja.
(d) Aturan tingkat keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
 (1)  Periksa dokumentasi tingkat kecelakaan kerja.
(2)  Periksa implementasi kebijakan K3. 
(3)  Periksa silang melalui wawancara dengan pekerja & fasilitas K3.
(e) Ketersediaan Alat Penyelamat Darurat (APD) dan Pertolongan
   Pertama Pada Kecelakaan  (P3K) yang layak pakai dan mudah dijangkau. 
(1)  Periksa ketersediaan dan kelayakan APD dan P3K.
(2)  Periksa keterjangkauan untuk penggunaan peralatan APD &P3K.
(f)  Kebijakan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).
(1)   Periksa implementasi kebijakan untuk tidak menggunakan TKA pada kegiatan pembalakan hutan alam.
(2)  Periksa silang melalui wawancara dengan pekerja.
 
 
2.           Standar Verifikasi Legalitas kayu dari Hutan Negara Berbasis Unit Manajemen (UM) yang Dikelola oleh Masyarakat.

1.  Masyarakat memiliki izin pemanfaatan pada hutan negara.
1.1  Keabsahan izin usaha unit manajemen serta pengakutannya.
1.1.1  Unit manajemen menunjukkan izin usaha yang sah.
(a)  Dokumen izin usaha pemanfaatan/pengelolaan hutan berbasis masyarakat pada hutan negara.
Periksa keabsahan izin yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, masa berlakunya maupun kesesuaiannya untuk hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa, hutan rakyat, Hutan Tanaman Rakyat (HTR). 
 (b)  Peta areal pemanfaatan /pengelolaan dan batas-batasnya di lapangan
(1) Periksa keberadaan peta lampiran.  
(2) Periksa kejelasan fisik batas-batas wilayah di lapangan.
 (c)  Bukti kewajiban PBB  Periksa bukti setoran PBB jatuh tempo atau periksa bukti persetujuan penundaan pembayaran dari kantor pajak (dalam hal terjadinya penundaan pembayaran).
1.1.2  Unit manajemen mampu membuktikan dokumen angkutan kayu yang sah.
(a)   SKSHH.     Periksa keabsahan dan kesesuaian dokumen SKSHH.
(b)   Faktur/kwitansi penjualan.  Periksa keabsahan dan kesesuaian dokumen faktur/kwitansi yang menyertai perjalanan kayu.
2.  Unit manajemen berkewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya serta memenuhi pungutan pemerintah dalam sektor kehutanan.
2.1  Penerapan upaya-upaya melestarikan hutan tempat usahanya.
2.1.1  Volume penebangan sesuai dengan rencana yang disepakati.   
(a) Catatan potensi kayu dan penyebarannya. Periksa catatan potensi dan penyebaran kayu (ada dalam dokumen rencana kelola yang telah disahkan). 
(b) Rencana pengaturan tebangan. Periksa rencana pengaturan tebangan (terdapat pada dokumen rencana kelola). 
(c)  Catatan penebangan. Periksa kesesuaian catatan penebangan. 
2.1.2  Unit manajemen mampu membuktikan asal kayu dari areal tebangan yang ditetapkan.
(a) Sistem penelusuran kayu.  Periksa ketersediaan sistem penelusuran kayu. 
(b) Tanda fisik pada kayu dan tunggak. Periksa tanda fisik pada kayu dan tunggak yang dapat menunjukkan keterlacakan dan diterapkan secara konsisten.
2.1.3  Unit manajemen menerapkan upaya-upaya perlindungan sumberdaya hutan yang disepakati.
(a) Catatan atau aturan tentang upaya-upaya perlindungan sumberdaya hutan yang disepakati (termasuk aturan lokal). Periksa kesepakatan catatan/aturan dan dokumen rencana kelola sesuai dengan kriteria perlindungan yang termuat pada Kepmen No.31/Kpts-II/2001.
(b) Penerapan kesepakatan tersebut di lapangan. Periksa kesesuian implementasi lapangan. 
2.2  Pembayaran kewajiban pungutan pemerintah dalam sektor kehutanan.
2.2.1  Unit manajemen melunasi pungutan pemerintah dalam sektor kehutanan.
(a)  PPh-21.  Periksa bukti pembayaran PPh-21 untuk UM yang berbadan hukum.
 (b) DR.  Periksa bukti pembayaran DR. 
(c)  PSDH.  Periksa bukti pembayaran PSDH terdapat di kelompok. 

3.            Standar Verifikasi Legalitas Kayu dari Hutan Negara Tidak Berbasis Unit Manajemen.

1.  Izin lain yang sah pada pemanfaatan hasil hutan kayu.
1.1  Izin pemanfaatan hasil hutan kayu pada penggunaan kawasan untuk kegiatan non-kehutanan yang tidak mengubah status hutan. 
1.1.1  Pelaku usaha memiliki Izin Lainnya yang Sah (ILS) pada areal pinjam pakai yang terletak di kawasan hutan produksi.
a.  Izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan di kawasan hutan produksi yang sah. Periksa keabsahan dan kelengkapan dokumen:
1.  Izin usaha non kehutanan di kawasan hutan produksi.
2.  Izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan.
b.  Peta lampiran izin pinjam pakai. Periksa keabsahan, kelengkapan dan kesesuaian dari :
1.  Peta lampiran izin pinjam pakai terletak di kawasan hutan produksi
2.  Peta lampiran izin pinjam pakai telah disahkan oleh Departemen Kehutanan
c.  ILS pada areal pinjam pakai. Periksa keabsahan dan kelengkapan ILS. ILS terletak pada areal yang telah disetujui dan disahkan sebagai kawasan pinjam pakai.
d.  Peta lampiran ILS pada areal izin pinjam pakai. Periksa keabsahan dan kelengkapan peta lampiran ILS.  
1.2  Izin pemanfaatan hasil hutan kayu pada penggunaan kawasan untuk kegiatan non-kehutanan yang  mengubah status hutan (perkebunan)
1.2.1  Pelaku usaha memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) pada areal konversi yang berada dalam kawasan HPK 
a.  Izin usaha dan lampiran petanya Periksa keabsahan dan kelengkapan dokumen:
1.  Izin usaha non kehutanan
2.  Izin pelepasan kawasan di areal kawasan budidaya non kehutanan.
3.  Peta lampiran menunjukan lokasi yang diminta terletak di kawasan budidaya non kehutanan
b.  IPK pada areal konversi. Periksa keabsahan dan kelengkapan IPK.  
c.  Peta lampiran IPK. Periksa keabsahan dan kelengkapan peta lampiran IPK  
d.  Dokumen sah memuat perubahan status kawasan. Periksa keabsahan dan kelengkapan dokumen perubahan status kawasan serta tahapan proses pelepasannya. Dokumen yang harus diperiksa adalah SK pelepasan kawasan.

2.  Kesesuaian dengan sistem dan prosedur penebangan serta pengangkutan kayu
2.1  Kesesuaian rencana dan implemetasi IPK/ILS dengan perencanaan peruntukan lahan. 
2.1.1  IPK/ILS mempunyai rencana kerja yang telah disahkan.
(a)  Dokumen rencana IPK/ILS  Periksa keabsahan dan kelengkapan rencana IPK/ILS (rencana kerja pembukaan hutan).
 (b) Peta rencana peruntukan lahan (landscaping). Periksa keabsahan dan kelengkapan peta lampiran IPK/ILS.
 (c)  Alat berat yang digunakan terdaftar di Departemen Kehutanan Periksa dokumen registrasi dan kesesuaian dengan alatnya di lapangan. 
2.1.2 Pelaku usaha mampu menunjukkan bahwa kayu bulat yang dihasilkan dari IPK/ILS dapat dilacak sampai ke tunggak, dan dapat dilacak sampai ke blok tebangan untuk KBK 
a.  Adanya sistem dokumentasi lacak balak yang diterapkan oleh pemegang IPK/ILS
Periksa kelengkapan dokumen, keabsahan dan keberadaan sistem dokumentasi.
b.  Dokumen potensi tegakan pada areal konversi
Periksa kelengkapan, keabsahan dan keberadaan dokumen hasil sampling potensi.
c.  Dokumen produksi kayu
Periksa kelengkapan, keabsahan dan keberadaan dokumen hasil produksi/tebangan.
d.  Tanda fisik pada kayu dan tunggak.
1)  Periksa tanda fisik pada kayu bulat dan tunggak yang dapat menunjukkan keterlacakan dan diterapkan secara konsisten.
2)  Periksa penandaan KBK yang memungkinkan penelusuran kayu hingga ke petak tebangan atau kelompok petak untuk hutan rawa.
      2.2.   Memenuhi kewajiban pembayaran pungutan pemerintah dan keabsahan pengangkutan kayu
2.2.1  Pelaku usaha  menunjukkan bukti pelunasan pungutan pemerintah sektor kehutanan
a.  Bukti pembayaran DR dan PSDH 
 Periksa kelengkapan, keabsahan dan keberadaan bukti pembayaran DR dan PSDH
b.  Dokumen bukti pembayaran PPh-21 tahun berjalan 
Periksa kelengkapan, keabsahan dan keberadaan dokumen bukti pembayaran PPh-21  UM dapat menunjukan bukti setor PPH-21 sesuai dengan SPP
2.2.2 Pemegang IPK/ILS harus mampu membuktikan dokumen angkutan kayu yang sah. 
a.  Faktur angkutan KBK untuk hara industri pulp 
 Periksa kelengkapan, keabsahan dan keberadaan dokumen faktur angkutan 
b.  Skshh dilengkapi DHH untuk hara Industri Primer Hasil Hutan (IPHH).
Periksa keabsahan dan kelengkapan skshh. 

 4.            Standar Verifikasi Legalitas Kayu dari Hutan Hak dan Areal Non Hutan.

1.  Kepemilikan kayu dapat dibuktikan keabsahannya 
1.1  Keabsahan hak milik dalam hubungannya dengan areal, kayu dan perdagangannya.
1.1.1 Pemilik hutan hak mampu menunjukkan keabsahan haknya.
(a)   Dokumen kepemilikan yang sah (bukti penggunaan yang sah)  Periksa Sertifikat Hak Milik, Leter C, Leter B, Girik; serta Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Pakai; ataupun  bukti kepemilikan lainnya yang sah.
(b)   Bukti pembayaran PBB Periksa bukti setoran PBB jatuh tempo atau periksa bukti persetujuan penundaan pembayaran dari kantor pajak (dalam hal terjadinya penundaan pembayaran).
(c)   Peta areal hutan hak dan batas-batasnya di lapangan
1.  Periksa keberadaan peta lokasi. 
2.  Periksa kejelasan tanda batas areal hutan. 
 1.1.2  Kesesuaian catatan penebangan dengan lokasi.
(a)   Dokumen catatan penebangan Periksa keabsahan izin tebang yang dikeluarkan Kepala Desa.
1.1.3   Unit kelola masyarakat mampu membuktikan asal kayu dari areal tebangan.
(a)  Sistem penelusuran kayu.  Periksa ketersediaan sistem penelusuran kayu
(b) Tanda fisik pada kayu dan tunggak. Periksa tanda fisik pada kayu dan tunggak yang dapat menunjukkan keterlacakan dan diterapkan secara konsisten.
1.1.4  Unit kelola masyarakat mampu membuktikan dokumen angkutan kayu yang sah.
(a)   Dokumen skshh
(1)   Periksa keabsahan SKSKB di petani/pedagang dan kantor Dinas Kabupaten setempat.
 (2) Periksa keabsahan dokumen Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) di petani/pedagang dan kantor Kepala Desa untuk jenis kayu tertentu.
(3) Periksa kesesuaian rekapitulasi izin tebang dengan skshh
 (b)  Faktur/kwitansi  penjualan
Periksa keabsahan dan kesesuaian dokumen faktur /kwitansi yang menyertai perjalanan kayu.

 
5.            Standar Verifikasi Legalitas Kayu pada Pengangkutan, Pengolahan, Perdagangan dan Pemindahtanganan.

1.    Industri Pengolahan Hasil Hutan mendukung terselenggaranya perdagangan kayu sah. 
1.1.  Unit usaha:  (a) Industri pengolahan, dan  (b) Eksportir produk olahan, memiliki izin yang sah 
1.1.1 Industri pengolahan memiliki izin yang sah 
a.  Akte Pendirian Perusahaan 
(1)   Periksa keabsahan dan kelengkapannya.
(2) Jika terjadi pergantian pemilik, periksa keabsahan dan kelengkapannya.
b.  Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
 Periksa Izin Usaha yang diberikan serta masa berlaku usahanya.
c.  Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Periksa keabsahan.  
d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Periksa keabsahan.
e. AMDAL/Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) – Upaya  Pemantauan Lingkungan (UPL)/ Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).  Periksa keabsahan dan kelengkapan dokumen AMDAL/UKL-UPL/SPPL) dan catatan temuan penting, termasuk dokumen perubahannya. 
f.   Izin Usaha Industri (IUI) atau Tanda Daftar Industri (TDI) Periksa keabsahan dan kelengkapannya (instansi pemberi izin, tahun penerbitan, izin pembaharuan, jenis usaha industri).
g.   Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) untuk Industri Primer Hasil Hutan (IPHH). Periksa kelengkapan dan kesesuaiannya dengan dokumen yang dilaporkan ke instansi yang berwenang.
 1.1.2 Eksportir produk hasil kayu olahan adalah eksportir produsen yang memiliki izin sah.
(a)  Akte Pendirian Perusahaan.   
(1)  Periksa keabsahan dan kelengkapannya.
(2) Jika terjadi pergantian pemilik, periksa keabsahan dan kelengkapannya.
 (b)  Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Periksa izin usaha yang diberikan serta masa berlaku usahanya.  
 (c) Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Periksa keabsahan.  
 (d)  Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Periksa keabsahan.
 (e)  IUI atau TDI  Periksa keabsahan dan kelengkapannya (instansi pemberi izin, tahun penerbitan, izin pembaharuan, jenis usaha industri).
 (f) RPBBI untuk IPHH.  Periksa kelengkapan dan kesesuaiannya dengan dokumen yang dilaporkan ke instansi yang berwenang.
 (g) Berstatus Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK).
(1) Periksa keabsahan, kelengkapan dan kesesuaian dengan produk yang tertera di ETPIK dengan perizinan lainnya.
(2) Periksa kesesuaian kelompok industri/produk ETPIK dengan fisik di lapangan.
1.2  Pelaku usaha  menjamin bahwa semua kayu yang diangkut, dikuasai atau dimiliki dapat diidentifikasi asal-usulnya disertai dokumen yang sah.
1.2.1  Semua kayu yang diangkut, dimiliki atau dikuasai unit usaha memiliki bukti asal-usul kayu yang sah. 
(a)  Skshh. Periksa keabsahan dan kelengkapannya.
(b)  Tanda permanen pada kayu bulat.
  (1) Periksa tanda permanen pada kayu dari IUPHHK pada hutan alam yang meliputi: 
-  Nomor batang sesuai nomor pohon pada LHC.
-  Identitas potongan batang.
-  Nomor petak tebangan.
-  Jenis pohon.
-  Diameter.
-  Panjang. 
-  Tanda palu tok (pada kayu di TPK yang sudah di-LHP-kan).
(2) Periksa tanda permanen pada kayu dari IUPHHK pada hutan tanaman yang dapat menunjukkan keterlacakan kayu hingga ke petak tebangan atau kelompok petak untuk hutan rawa (paling tidak selama 1 tahun berjalan).
 (3) Periksa tanda fisik pada kayu dari IPK/ILS, hutan hak dan areal non hutan yang dapat menunjukkan keterlacakan dan diterapkan secara konsisten.
Memenuhi:

2.  Unit usaha mempunyai dan menerapkan sistem penelusuran kayu yang menjamin keterlacakan kayu dari asalnya.
2.1  Keberadaan dan penerapan sistem penelusuran kayu dan hasil olahannya.
2.1.1  IPHH dan industri pengolahan kayu lainnya mampu membuktikan bahwa  bahan baku yang diterima berasal dari  sumber yang sah. 
a.  Dokumen jual beli/pengiriman kayu. Periksa keabsahan dan kelengkapannya.
b.  Berita acara serah terima kayu   Periksa keabsahan dan kelengkapannya.
c.  Kayu impor dilengkapi dokumen sah dengan keterangan asal usul kayu.  Periksa keabsahan, kelengkapan dan kesesuaian antar dokumen mencakup:
(1) Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dari Ditjen Bea dan Cukai.
(2) Packing List (P/L).
(3) Bill of Lading (B/L).
(4) Dokumen lain dari asal negara seperti CoO (Certificate of
2.1.2 IPHH dan industri pengolahan kayu lainnya menerapkan sistem penelusuran kayu.
a.  Tally sheet penggunaan bahan baku dan hasil produksi. Periksa keberadaan dan kelengkapannya.
b. Laporan produksi hasil olahan. Periksa keberadaan dan kelengkapannya.
c. Produksi industri tidak melebihi kapasitas produksi yang diizinkan. Periksa keberadaan dan kelengkapannya.

3. Keabsahan perdagangan atau pemindahtanganan kayu olahan. 
3.1 Pengangkutan dan perdagangan antar pulau.
3.1.1  Pelaku usaha yang mengangkut hasil hutan antar pulau memiliki pengakuan sebagai Pedagang Kayu Antar Pulau Terdaftar (PKAPT).
a.  SIUP. Periksa izin usaha yang diberikan serta masa berlaku usahanya.
b.    Akte Pendirian Perusahaan. Periksa keabsahan dan kelengkapannya.
c.  TDP.  Periksa keabsahan.
d.  NPWP. Periksa keabsahan.
e.   PKAPT.  Periksa keabsahan dan kelengkapannya.
3.1.2  Pengangkutan kayu atau hasil olahan kayu yang menggunakan kapal harus berbendera Indonesia dan memiliki izin yang sah.
a.  Dokumen yang menunjukan identitas kapal.  Periksa keabsahan dan kelengkapannya yang menunjukan sebagai kapal berbendera Indonesia.
b.  Identitas kapal sesuai dengan yang tercantum dalam skshh. Periksa kesesuaian identitas kapal dengan yang tercantum dalam skshh.
 3.1.3   Kayu yang diangkut PKAPT dilengkapi  dokumen yang sah dan miliki ciri fisik yang sesuai.
a.  Skshh dan DHH. Periksa keabsahan dan kelengkapannya.
b.  Ciri fisik kayu. Periksa keabsahan dan kelengkapannya. 
3.2  Pengapalan hasil olahan kayu untuk ekspor.
3.2.1   Pengapalan hasil olahan kayu untuk ekspor harus memenuhi kesesuaian dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan skshh.
a.  Pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK).  Periksa keabsahan dan kelengkapannya. 
b.  PEB. Periksa keabsahan dan kelengkapannya.
c.  Packing list. Periksa keberadaan dan kelengkapannya.
d.  Invoice. Periksa keberadaan  dan kelengkapannya .
e.  Skshh. Periksa keabsahan dan kelengkapannya.
f.  Bukti pembayaran Pajak  Ekspor (PE) bila terkena PE.
 3.2.2  Jenis dan produk kayu yang diekspor memenuhi ketentuan yang berlaku.
a.  Jenis dan produk kayu yang diekspor.  Periksa realisasi ekspor dengan ketentuan pengaturan jenis atau produk yang dilarang untuk ekspor.
b.  Dokumen lain yang relevan (diantaranya: CITES) untuk kayu dibatasi perdagangannya  Periksa keabsahan dan kelengkapannya.


Alfin SH dan Azhar Hamzah: Memajukan Desa di Sungai Penuh melalui Implementasi Pedoman Pembangunan Desa dan SDGs

Sungai Penuh - Alfin SH dan Azhar Hamzah, calon walikota dan wakil walikota Sungai Penuh, berkomitmen memajukan desa-desa di wilayahnya deng...

Struktur Sungai

Struktur Sungai

POLA RUANG SUMATERA

POLA RUANG SUMATERA

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

BERHALE ISLAND

Pulau Berhala
Large selection of World Maps at stepmap.com
StepMap Pulau Berhala


ISI IDRISI TAIGA

ISI IDRISI TAIGA

HOW TO GOIN ON BERHALE ISLAND

Kota Jambi

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

TERAKHIR DI UPDATE GOOGLE

COMMUNICATE

+62 812731537 01