Oldy Arnoldy Arby(1) dan Johannes (2)
(1) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kab. Bungo
(2) Guru Besar pada Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Jambi
e-mail : johannes@unja.ac.id
ABSTRAK
Pembangunan desa yang berkelanjutan sangat dibutuhkan pendamping desa untuk menerapkan pentingnya motivasi pelayanan publik bagi perangkat desa yang dimulai dengan penguatan gaya kepemimpinan transformasional kepala desa sehingga membuat masyarakat desa nyaman dalam meningkatkan pendaptan mereka. BUMDes mampu menjadi berkelanjutan apabila mereka mengiktui konsep keberlanjutan yaitu; peraturan yang tersedia, lingkungan alam dan dampak terhadap perekonomian masyarakat setempat. Keberlanjutan dari segi regulasi sangat penting karena mendukung kepastian usaha dan status hukum pengelola.Para pengelola BUMDes dalam menjalankan motivasi pelayanan publik perlu didorong melalui gaya kepemimpan transformasional dari kepala desa dengan memperkuat prinsip dasar manajemen. Selain itu, penting sekali dilibatkan peran pendamping desa yang khusus mendampingi BUMDes sehingga usaha yang dijalankan memberikan manfaat kepada masyarakat desa.
Kata kunci: motivasi pelayan publik, kepemimpinan transfromasional, pendamping desa dan BUMDes berkelanjutan
1. Latar belakang
Filosofi pembangunan Indonesia era
Presiden Jokowi adalah publik yang dimulai
dari desa. Dengan demikian
dibutuhkan satu penyelenggaraan pemerintahan desa yang lebih kuat dan
termotivasi. Untuk itu dibutuhkan motivasi
yang lebih kuat dalam bentuk motivasi
pelayanan publik sehingga mampu memajukan
pembangunan di masa depan (Arnoldy
et al., 2021). Sebagai satu pemerintahan pemerintahan
desa dipimpin oleh kepala desa yang dibantu oleh perangkat desa (Indonesia,
2014).
Selanjutnya, Susunan organisasi perangkat desa berdasarkan Permendagri
No. 84 tahun 2015
terdiri dari; sekretaris desa, pelaksana teknis dan pelaksana wilayah Kepala desa memiliki kewenangan menerbitkan
peraturan desa yang disahkan melalui
musyawarah desa, peraturan desa tersebut sebagai alat untuk menjawab berbagai
permasalahan penting sehingga mampu memulihkan krisis kehidupan masyarakat
menuju desa mandiri (Wahyudin
et al., 2016).
Adanya
BUMDes dalam membangun ekonomi desa akan mampu mengurangi kesenjangan kerja
di kota karena mereka tidak ada lagi mencari pekerjaan di kota sebab mereka
bekerja di desa (Lubis & Firmansyah, 2019). Pengelola BUMDes dibentuk
melalui musyawarah desa dan bertanggung jawab kepada masyarakat desa.
Pentingnya badan usaha milik desa (BUMDes)
sebagai alat menjadi desa mandiri karena bertujuan untuk menciptakan lapangan
pekerjaan dan peluang usaha masyarakat sehingga pendapatan mereka bertambah.
Saat
ini diperlukan BUMDes yang bisa terus keberlanjutan dalam usahanya. Johannes et al., (2021) menjelaskan dengan membangun usaha menggunakan potensi sumberdaya yang
tersedia pada lingkungan mereka, hal ini merupakan yang paling penting untuk
usaha berkelanjutan.
Ilustrasi
ini bisa dicontohkan, misalnya BUMDes
unit wisata membutuhkan tenaga kerja untuk memfasilitasi pengunjung dalam
menuju destinasi wisata, selanjutnya pengunjung yang datang akan belanja makan
dan minum atau belanja oleh-oleh, hal ini memberikan peluang masyarakat desa
untuk membuka usaha toko makanan dan minuman serta toko oleh-oleh. Contoh dari
BUMDes unit wisata tersebut telah memenuhi dua tujuan BUMDes, yaitu;
menciptakan lapangan kerja dan menciptakan peluang usaha masyrakat mereka.
Permasalahan
BUMDes saat ini adalah banyaknya yang tidak aktif sehingga kinerja tidak
berjalan baik, hal ini disebabkan oleh lemahnya kemampuan pengelola dalam
membuat usaha dan inovasi, tidak menggunakan pemetaan potensi desa, penyertaan
modal yang belum memiliki rencana bisnis, peraturan yang tidak ditaati dan
pemilihan pengelola masih berdasarkan hubungan keluarga atau kerabat (Indrawijaya et al., 2020). Tidak aktifnya BUMDes menunjukan kinerja usaha yang rendah.
Kinerja pemerintahan desa ditemukan
mempengaruhi mutu motivasi pelayanan publik perangkat desa (Watkaat, 2020). Teori motivasi pelayanan publik menentang individu pelayan bertindak untuk
kepentingan diri sendiri, motivasi utama mereka adalah kepuasan melayanani
publik dan pengorbanan diri untuk menempatkan
kebaikan pada masyarakat di atas kepentingan pribadi (Perry,
2000; Boyd
& Nowell, 2020).
Hasil temuan dari Arnoldy, et al
(2021) menunjukan bahwa motivasi pelayanan publik perangkat desa mampu
dipengaruhi secara langsung oleh kepemimpinan transformasional kepala desa.
Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan
yang paling efektif dalam menghasilkan kinerja anggota menjadi unggul dan tidak terduga (Bass
& Riggio, 2006). Kepemimpinan transformasional
disusun menggunakan dimensi yang terdiri dari; pengaruh ideal, motivasi yang
menginspirasi, merangsang kecerdasan dan pertimbangan individu (Bass &
Riggio, 2006).
Percepatan pembangunan desa
berdasarkan regulasi diperlukan para pendamping desa. Tugas
utama pendamping desa telah diatur petunjuk teknisnya pad Kepmendes No. 40
tahun 2021 dengan tugas utamanya adalah mendampingi kegiatan desa, seperti;
pengembangan usaha ekonomi, penggunaan sumber daya alam ramah lingkungan dengan
meningkatkan teknologi tepat guna sehingga pengelolaan pelayanan sosial dasar
meningkat.
Studi ini menjelaskan bentuk motivasi pelayanan publik
perangkat desa yang dipengaruhi oleh gaya kepemimpian transformasional kepala
desa serta peran pendamping desa dalam mewujukan BUMDes yang berkelanjutan. Kenapa sulit sekali
Bumdes bisa berkelanjutan?
Kenapa BUMDes tidak aktifnya?
Apa peran pendamping desa dalam pengelolaan BUMDes?
2. Tinjuan pustaka
2.1.
Motivasi pelayanan publik
Motivasi
pelayanan publik muncul disebabkan oleh hilangnya kepercayaan publik pada
pemerintah, seharusnya individu pelayanan publik tidak melakukan kepentingan
pribadi, berperilaku etis dan inovatif (Perry & Hondeghem, 2008; Staats,
1988). Motivasi pelayanan publik adalah konsep tentang sikap, rasa, moralitas
serta alat dalam mengatasi masalah-masalah masyarakat mereka (Homberg et al., 2015; Paarlberg & Lavigna, 2010; Perry et al., 1990). Ada beberapa hal yang harus dijalankan
perangkat desa dalam melakukan motivasi pelayanan publik yang prima, misalnya;
pelayanan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan
dan pelayanan konsultasi (Thamrin, 2013).
Pemerintahan
desa dalam menjalankan motivasi pelayanan publik harus teliti dalam perekrutan perangkat
desa, karena mereka adalah pelayan publik. Motivasi pelayanan publik merupakan
alat penting dalam perekrutan pegawai agar mereka memahami tugas kerjanya yang sesuai
dengan nilai-nilai pelayanan publik (Christensen, et al., 2017).
Hambatan
pelayanan publik yang sering dijumpai oleh perangkat desa, misalnya; prosedur
pelayanan yang sudah ditetapkan namun tidak terealisasi, sulitnya mengakomodir banyaknya
keinginan masyarakat, pembengkakan anggaran yang sudah ditetapkan, gangguan
listrik serta kerusakan komputer (Chalik & Habibullah, 2015).
Apa
yang menyebabkan timbulnya motivasi pelayan publik? Keyakinan dan sikap
individu untuk bekerja melampaui kepentingan pribadi merupakan penyebab
timbulnya motivasi pelayanan publik, di sisi lain motivasi pelayan publik sudah
ada sebelum individu itu bekerja dan terus berkembang karena dibantu oleh
kekuatan organisasi (Vandenabeele, 2011). Timbulnya motivasi pelayanan publik
merupakan hasil dari lingkungan di sekitar mereka (Perry, 2000; Camilleri,
2007).
Motivasi pelayanan publik mampu meningkatkan kepuasan pegawai, efektivitas organisasi dan mampu meningkatkan peran ekstra pegawai (Belrhiti, et al., 2020; Prysmakova, 2020; Lee, et al., 2019). Motivasi pelayanan publik mampu memprediksi individu publik untuk melakukan kegiatan prososial dan menjadi sukarelawan (Piatak & Holt, 2020).
2.2. Kepemimpinan transformasional
Kepemimpinan
adalah proses individu yang memberikan pengaruh peran dan perilaku secara
sengaja terhadap individu lain dengan tujuan membimbing, menyusun serta
memfasilitasi kegiatan tujuan organisasi (Day & Antonakis, 2012). Pemimpin
yang sukses adalah pemimpin yang mampu mempengaruhi sikap, kemampuan dan
prilaku individu dalam organisasi untuk meminimalkan masalah yang berat di
organisasi menjadi lebih ringan serta membangun organisasi yang inovatif (Bass,
1995; Bass et al. 1987).
Kepemimpinan
transformasional sering dikaji sebagai penyebab munculnya motivasi pelayanan
publik (Paarlberg & Lavigna, 2010). Kepemimpinan transformasional memiliki
hubungan yang kuat dan positif terhadap motivasi pelayanan publik oleh karena
itu pemimpin harus mendorong individu pelayan publik untuk memelihara kontak di
luar organisasi agar mampu mengakses informasi dan sumber daya yang tidak
tersedia dalam organisasi (Schwarz et al., 2020).
Kepemimpinan
transformasional dapat memberikan kepuasan kerja yang menyebabkan peningkatan
motivasi pelayan publik, studi terdahulu menemukan bahwa perilaku kepemimpinan
transformasional berkorelasi positif dan memiliki efek langsung terhadap
motivasi pelayanan publik pegawai (Vandenabeele et al., 2014; Wright et al., 2012).
Kepala
desa berkedudukan sebagai kepala pemerintah dan dibantu oleh perangkat desa dengan
tugas berupa; penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
dan pemberdayaan masyarakat serta menjaga hubungan kemitraan dengan lembaga
masyarakat atau lembaga lainnya, dalam melakukan pemberdayaan tersebut
perangkat desa diharuskan melakukan upaya pelayanan yang prima, sebab perangkat
desa merupakan pelayan masyarakat (Chalik & Habibullah, 2015).
Disisi lain, kepemimpinan transformasional mampu meningkatkan level motivasi pelayanan publik pegawai, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional sangat efektif di sektor publik (Mandla, 2020; Wright et al., 2012). Kepemimpinan transformasional kepala desa sangat penting untuk mendorong perangkat desa sehingga pemberdayaan tersebut mampe membuat masyarakat mereka menjadi mandiri dan sejahtera.
2.3. BUMDes berkelanjutan
Kenapa sulit sekali Bumdes bisa berkelanjutan? Banyak
yang menjawab karena lemahnya sumberdaya manusia. Tepatnya adalah karena tidak
berfungsinya sistim manajemen pada BUMDes. Pentingnya BUMDes sebagai roda
pembangunan desa dikarenakan berfungsi untuk kemajuan desa dengan tujuan utamanya
adalah menciptakan lapangan pekerjaan
dan peluang usaha sehingga pendapatan masyrakat mereka bertambah.
Terciptanya lapangan kerja dikarenakan BUMDes membutuhkan
tenaga kerja dalam menjalankan usahanya dan menciptakan peluang usaha karena
BUMDes usaha masyarakat desa. Contoh, BUMdes usah wisata memerlukan tenaga
kerja untuk melayani pengunjung dan pengunjung yang berbelanja makan dan minum
serta oleh-oleh berbelanjda di toko masyarakat yang ada dalam desitinasi
wisata, hal ini telah memenuhi tujuan utama BUMDes.
Agar BUMDes berkelanjutan maka diperlukan manajemen dalam
menjalankan usahanya, seperti; manajemen keuangan, manajemen pemasaran, manajemen
produksi dan manajemen sumberdaya manusia. Apabila fungsi manajemen ini
berjalan dengan baik maka BUMDess akan terus berkelanjutan karena telah
menentukan target jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Tentunya
dalam perjalanan usaha akan menemukan hambatan atau kendala maka koordinasi dan
musyawarah adalah solusinya.
Koordinasi
dan musyawarah tidak hanya ketika menemukan masalah atau hambatan, namun juga
digunakan untuk membangun inovasi dan efisiensi sehingga keterbaharuan
produk-produk yang diproduksi sesuai dengan keinginan zaman.
Kelompok Bank Dunia, (2017) membagi konsep keberlanjutan menjadi tiga sisi, yaitu; 1) peraturan yang tersedia, 2) lingkungan alam dan 3) dampak terhadap perekonomian masyarakat setempat. Ketiga hal di atas saling berkaitan satu sama lain. Higgins-Desbiolles, (2018) menjelaskan bahwa unsur kelestarian lingkungan destinasi wisata pedesaan adalah permintaan global, oleh karena itu lembaga global harus memberikan insentif untuk keberlanjutan destinasi wisata pedesaan. Keberlanjutan dari segi regulasi sangat penting karena mendukung kepastian, status hukum pengelola, dan pengelolaan destinasi wisata (Johannes et al., 2021).
Secara garis besar tidak aktifnya BUMDes tersebut disebabkan kurangnya SDM dalam membuat usaha dan inovasi, belum adanya pemetaan potensi desa, belum adanya peran aktif pemerintah desa, penyertaan modal usaha yang belum memiliki rencana bisnis, regulasi BUMDesa yang tidak ditaati dan pemilihan pimpinan BUMDesa umumnya masih berdasarkan hubungan keluarga atau atas rekomendasi aparat desa saja (Indrawijaya et al., 2020).
Higgins-Desbiolles, (2018) menjelaskan bahwa unsur kelestarian lingkungan destinasi wisata pedesaan adalah permintaan global, oleh karena itu lembaga global harus memberikan insentif untuk keberlanjutan destinasi wisata pedesaan. Keberlanjutan dari segi regulasi sangat penting karena mendukung kepastian, status hukum pengelola, dan pengelolaan destinasi wisata (Johannes et al., 2021).
2.4. Peran Pendamping Desa
Kepmendes No. 40 tahun
2021 tentang petunjuk teknis pendamping desa menyebutkan bahwa tugas utama
pendamping desa adalah mendampingi desa dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat serta mendampingi desa untuk melaksanakan kegiatan
pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi, pendayagunaan
sumber daya alam serta teknologi tepat guna.
Selain itu tugas pendampingan desa adalah upaya meningkatkan
efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan desa, pembangunan desa,
pengembangan badan usaha milik desa (BUMDes) atau badan usaha milik desa
bersama (BUMADes), serta kerja sama antar desa untuk percepatan pencapaian SDGs
Desa (sustainable development goals).
Pendampingan masyarakat desa juga dilakukan oleh pendamping desa melalui
asistensi, pengorganisasian dan pengarahan. Kegiatan
pendampingan masyarakat desa mencakup fasilitasi kegiatan pembangunan yang
diarahkan untuk percepatan pencapaian
tujuan SDGs Desa.
Pendamping desa harus
memahami substansi dan praktik pelaksanaan masing-masing tujuan SDGs desa dan
memfasilitasi pendayagunaan teknologi digital dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan serta pelaporan pembangunan desa. Dengan demikian, kunci
keberhasilan percepatan pencapaian SDGs Desa salah satunya adalah terlaksananya
kegiatan pendampingan masyarakat desa yang berkualitas.
Penting sekali pendamping desa terlibat pembangun desa, terutama sekali dalam pendampingan motivasi pelayan publik bagi perangkat desa. Motivasi pelayanan publk perangkat desa bisa berjalan maksimal ketika pendamping desa selalu memberikan motivasi dan masukan kepada kepala desa untuk menggunakan model kepemimpinan transformasional dalam memperkuat motivasi pelayan publik bagi perangkat desa.
2.
Metodologi penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah salah satu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan
perilaku orang-orang yang diamati untuk menemukan fakta serta data dengan
pendekatan ilmiah, tentunya peneliti mendeskripsikan data yang dikumpulkan (Agustino,
2003).
Selain itu, penelitian kualitatif
adalah sebagai proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah
manusia berdasarkan penciptaan gambaran holistik lengkap yang dibentuk dalam
kata-kata, melaporkan pandangan informan secara rinci dan disusun dalam suatu
pengaturan alam (Creswell, (2013).
Analisis data dilakukan dengan proses pencarian
dan penyusunan data secara sistematis yang akan dimaknai sebagai bahan
informasi dalam membuat kesimpulan sehingga lebih mudah dipahami, kegiatan analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas (Sugiyono,
2010).
3.
Pembahasan
Desa dalam merespon modernisasi serta globalisasi sangat
dilarang menghilangkan budaya karena sebagai ciri dimasa depan, harusnya desa tidak lagi
ditempatkan sebagai bahan obyek tetapi menjadi subyek dalam pembangunan
sehingga mampu meningkatan kesejahteraan masyarakat mereka (Setiawan,
2019).
Pemerintahan desa sudah
dikenal sebelum Indonesia diproklamasikan namun fenomena saat ini pembangunan
desa berjalan lambat dan jauh tertinggal dari kota, hanya melakukan kegiatan
administrasi, rendahnya kemampuan sumberdaya manusia dan infra struktur desa
yang sedikit (Torau, 2019; Risto,
et al., 2017; Ndapa, 2015).
Pentingnya
badan usaha milik desa (BUMDes)
sebagai alat menjadi desa mandiri karena bertujuan untuk menciptakan lapangan
pekerjaan serta peluang usaha masyarakat sehingga pendapatan mereka bertambah.
Terciptanya lapangan kerja dikarenakan BUMDes butuh tenaga kerja untuk
menjalankan unit usahanya dan terciptanya peluang usaha dikarenakan BUMDes
mendorong masyarakat membuat usaha sampingan.
Ilustrasi
ini bias dicontohkan sebagai berikut. BUMDes unit wisata membutuhkan tenaga
kerja untuk memfasilitasi pengunjung dalam menuju destinasi wisata, selanjutnya
pengunjung yang datang akan belanja makan dan minum atau belanja oleh-oleh, hal
ini memberikan peluang masyarakat desa untuk membuka usaha toko makanan dan
minuman serta toko oleh-oleh. Contoh dari BUMDes unit wisata tersebut telah
memenuhi dua tujuan BUMDes, yaitu; menciptakan lapangan kerja dan menciptakan
peluang usaha masyrakat mereka.
Permasalahan
BUMDes saat ini adalah banyaknya yang tidak aktif sehingga kinerja tidak
berjalan baik, hal ini disebabkan oleh lemahnya kemampuan pengelola dalam
membuat usaha dan inovasi, tidak menggunakan pemetaan potensi desa, penyertaan
modal yang belum memiliki rencana bisnis, peraturan yang tidak ditaati dan
pemilihan pengelola masih berdasarkan hubungan keluarga atau kerabat (Indrawijaya et al., 2020). Tidak aktifnya BUMDes menunjukan kinerja usaha yang rendah.
Para
peneliti terdahulu telah menemukan bahwa faktor kinerja mampu dipengaruhi oleh
perilaku kerja individu (Regen, et al., 2020), kualitas perencanaan (Wazirman, et al., 2020), kreativitas dan inovasi (Amin & Jaya, 2019), gaya kepemimpinan dan budaya organisasi (Aryanto, et al., 2014), profesionalisme dan kompetensi (Kadarsih & Edward, 2014) serta kepuasan kerja dan komitmen organisasi (Ningsih & Johannes, 2013).
Watkaat (2020) telah menemukan bahwa motivasi pelayanan publik
mampu mempengaruhi kinerja. Kinerja dapat dicapai bahkan melebihi target yang
ditetapkan dengan memperkuat tugas ekstra selain tugas utama (Chiniara & Bentein, 2017). Individu dengan tingkat motivasi pelayanan publik yang tinggi cenderung menunjukkan
tingkat prilaku
kewargaan organisasi yang tinggi juga (Abdelmotaleb
& Saha, 2019).
Motivasi
pelayanan publik didefinisikan sebagai prilaku individu untuk prososial dan
perhatian kepada publik namun diatur oleh organisasi publik (Perry et al., 2010). Tugas ekstra dikenal dengan istilah organizational
citizenship behavior atau prilaku kewargaan organisasi. Dimensi
prilaku kewargaan organisasi dicirikan seperti; menolong, sprotif, berbuat
baik, kesadaran, dan membela organisasi dan
dimensi motivasi pelayanan publik dicirkan seperti; kesetaraan, perilaku etis, belas kasih dan perasaan haru
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai organisasi yang dianut (Organ, 2015; Perry, 1996).
Di sisi lain, dimensi motivasi pelayan publik berhubungan
erat dengan dimensi prilaku kewargaan organisasi. Arnoldy
et al., (2021) telah menggabungkan kedua dimensi tersebut dan
menemukan bahwa motivasi pelayanan publik mampu dipengaruhi oleh kepemimpinan
transformasional. Kepemimpinan transformasional juga telah ditemukan
berpengaruh positif terhadap motivasi pelayan publik dan prilaku kewargaan
organisasi (Mandla, 2020 & Khaola & Rambe, 2020).
Meningkatkan motivasi pelayanan publik harus melibatkan kepemimpinan
transformasional karena merupakan kunci dari motivasi pelayanan publik bisa
berjalan (Paarlberg & Lavigna, 2010; Miao et al., 2018). Kepemimpinan transformasional
adalah gaya pemimpin yang berusaha untuk; memenuhi kebutuhan anggota,
meningkatkan motivasi dan moralitas anggota, merangsang dan menginspirasi
anggota untuk mencapai hasil luar biasa, serta mengembangkan menjadi pemimpin
di hari depan (Bass & Riggio, 2006).
Hasil penelitian Arnoldy et al., (2021) menemukan indikator yang paling
dominan pada variabel kepemimpinan transformasional kepala desa, seperti; memberikan inspirasi saat perangkat desa mendapatkan
masalah, mengungkapkan pada perangakt desa tentang tujuan pembangunan
desa,memberikan perlakuan profesioanl pada individu perangkat desa.
Selain itu, penelitian Arnoldy et al.,
menemukan kepemimpinan
transformasional kepala desa berpengaruh siginifikan terhadap motivasi
pelayanan publik perangkat desa dalam melayani kebutuhan masyarakat desa.
Hubungan kepemimpinan
transformasional terhadap motivasi pelayanan publik pada penelitain ini telah di dukung oleh peneliti lain, seperti; Marques, (2020), Gennaro (2019) dan Miao, et al (2018) daan menolak
temuan dari Mandla, (2020) yang menemukan pengaruh negatif antara hubungan
tersebut. Pemimpin transformasional berperilaku dengan cara
memotivasi dan menginspirasi orang-orang di sekitar mereka dengan memberikan
makna dan tantangan bagi pekerjaan secara antusias dan optimis serta
menunjukkan komitmen terhadap tujuan dan visi (Bass & Riggio, 2006).
Avolio & Yammarino (1991)
berpendapat, pemimpin
transformasional adalah gaya pemimpin yang mengubah cara berpikir kecerdasan
anggota untuk memikirkan dan menyelesaikan masalah lama dengan cara baru sesuai
dengan nilai-nilai anggota, merangsang
kecerdasan diperlakukan saat ada masalah kerja dan saat pengambilan keputusan yang kompleks dan
sulit. Ditambahakan oleh Bass & Riggio,
(2006), pemimpin
transformasional merangsang anggota mereka untuk menjadi inovatif dan kreatif
dengan membingkai ulang masalah lama dengan cara baru untuk melihat masalah
dari berbagai sudut.
Pembangunan desa yang berkelanjutan sangat dibutuhkan
pendamping desa untuk menerapkan pentingnya motivasi pelayanan publik bagi
perangkat desa yang dimulai dengan penguatan gaya kepemimpinan transformasional
kepala desa sehingga membuat masyarakat desa nyaman dalam meningkatkan
pendaptan mereka. Luasnya tugas pendamping
desa dalam mendampingi pembangunan dan pemberdayaan desa menjadi masalah
penting.
Diperlukan sekali peran pendamping desa dengan tugas yang
khusus, misalnya; pendamping desa hanya berfokus pada pengelolaan BUMDes agar
usaha mereka mampu memberikan manfaat sehingga modal usaha yang diberikan
melalui dana desa bisa memberikan manfaat untuk masyarakat desa mereka.
Saat ini para pengelola BUMDes masih banyak yang kurang
memahami pengelolaan usahanya sehinga keuntungan usahanya mereka sedikit bahkan
ada yang rugi. Untuk itu diperlukan sekali pendampingan desa yang khusus
bertugas mengawal kemajuan usaha ekonomi desa.
4.
Kesimpulan
BUMDes mampu menjadi berkelanjutan apabila mereka mengiktui konsep keberlanjutan yaitu; peraturan
yang tersedia, lingkungan alam dan dampak terhadap perekonomian masyarakat
setempat. Keberlanjutan dari segi regulasi sangat penting karena mendukung
kepastian usaha dan status hukum pengelola.
Para pengelola BUMDes
dalam menjalankan motivasi pelayanan publik perlu didorong melalui gaya
kepemimpan transformasional dari kepala desa dengan memperkuat prinsip dasar manajemen.
Selain itu, penting sekali dilibatkan peran
pendamping desa yang khusus mendampingi BUMDes sehingga usaha yang dijalankan
memberikan manfaat kepada masyarakat desa.
5.
Daftar pustaka
Abdelmotaleb,
M., & S. K. Saha. (2019). Corporate Social Responsibility, Public Service
Motivation and Organizational Citizenship Behavior in the Public Sector. International
Journal of Public Administration, 42(11), 929–939.
Abdelmotaleb, M., & S. K. Saha. (2019). Corporate Social
Responsibility, Public Service Motivation and Organizational Citizenship
Behavior in the Public Sector. International Journal of Public
Administration, 42(11), 929–939.
Agustino, L. (2003). Analysis of Development Policy in Suligi
Village, Pendalian IV Koto District, Rokan Hulu Regency. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 287.
Amin, S., & Jaya, I. (2019). Creativity and innovation in
achieving success in traditional cake businesses. Jurnal Perspektif
Pembiayaan Dan Pembangunan Daerah, 2(3), 222–231.
Arnoldy, O., Johannes, Edward, & Amin, S. (2021). Why
Should Public Service Motivation Important for Village Development. International
Conference on Inovations in Social Sciences Education and Engineering
(ICoISSEE), 2.
http://proceedings.conference.unpas.ac.id/index.php/icoissee/article/view/697%0Ahttp://proceedings.conference.unpas.ac.id/index.php/icoissee/article/download/697/562
Aryanto, Johannes, & Edward. (2014). Pengaruh gaya
kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai. Jurnal Dinamika
Manajemen, 6(4), 435–444.
Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational
Leadership. In Lawrence Erlaburn Associates (Second).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Boyd, N. M., & Nowell, B. (2020). Sense of community,
sense of community responsibility, organizational commitment and
identification, and public service motivation: a simultaneous test of affective
states on employee well-being and engagement in a public service work context. Public
Management Review, 22(7), 1024–1050.
https://doi.org/10.1080/14719037.2020.1740301
Breaugh, J., Ritz, A., & Alfes, K. (2018). Work
motivation and public service motivation: disentangling varieties of motivation
and job satisfaction. Public Management Review, 20(10),
1423–1443. https://doi.org/10.1080/14719037.2017.1400580
Caillier, J. G. (2020). Testing the Influence of Autocratic
Leadership, Democratic Leadership, and Public Service Motivation on Citizen
Ratings of An Agency Head’s Performance. Public Performance and Management
Review, 43(4), 918–941.
https://doi.org/10.1080/15309576.2020.1730919
Chalik, A., & Habibullah, M. (2015). Pelayanan Publik
Tingkat Desa. Interpena.
Chiniara, M., & Bentein, K. (2017). The servant leadership
advantage : When perceiving low di ff erentiation in leader-member relationship
quality in fl uences team cohesion , team task performance and service OCB. The
Leadership Quarterly, 1–16. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2017.05.002
Creswell, J. W. (2013). Research design: Qualitative,
quantitative, and mixed method approaches. SAGE.
Homberg, F., McCarthy, D., & Tabvuma, V. (2015). A
Meta‐Analysis of the Relationship between Public Service Motivation and Job
Satisfaction. Public Administration Review, 75(5), 711–722.
https://doi.org/10.1111/puar.12423
Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Sekretariat
Negara, 1–103.
Indrawijaya, S., Lubis, T. A., & Firmansyah. (2020). Faktor-faktor
Ketidakaktifan BUMDES di Provinsi Jambi. Salim Media Indonesia.
Johannes, Edward, & Oldy, A. (2021). Public service
motivation and transformational leadership of village government to realize
sustainable tourism destinations in Kerinci district. Jebac Conference, Nov,
12-13, Faculty Economic Business-Jambi University.
Kadarsih, & Edward. (2014). Pengaruh profesionalisme dan
kompetensi terhadap kinerja auditor badan pengawas keuangan. Jurnal Dinamika
Manajemen, 2(1), 47–58.
Khaola, P., & Rambe, P. (2020). The effects of
transformational leadership on organisational citizenship behaviour : the role
of organisational justice and a ff ective commitment. Management Research
Review, 1–18. https://doi.org/10.1108/MRR-07-2019-0323
Lubis, T. A., & Firmansyah. (2019). Tata Kelola dan
Perilaku Bisnis BUMDES. Salim Media Indonesia.
Mandla, T. (2020). The Effect of Transformational
Leadership on Public Service Motivation and Job Satisfaction : The Case of
Estonia. Tallinn University of Terchnology.
Mariani. (2021). Optimalisasi sumberdaya manusia perangkat
desa di Desa Bukit Pedusunan Kecamatan Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan
Singingi. JUhanperak, 2(1), 289–300.
Marques, T. M. G. (2020a). Research on Public Service
Motivation and Leadership : A Bibliometric. International Journal of Public
Administration, 00(00), 1–16.
https://doi.org/10.1080/01900692.2020.1741615
Marques, T. M. G. (2020b). Research on Public Service
Motivation and Leadership : A Bibliometric. International Journal of Public Administration,
00(00), 1–16. https://doi.org/10.1080/01900692.2020.1741615
Musyodik, M., Hendro, O., & Moelyati, T. A. (2021).
Pengaruh Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja
Pegawai Kantor Kecamatan Sanga Desa Kabupaten Musi Banyuasin. Jurnal Ilmu
Sosial, Manajemen, Akuntansi Dan Bisnis, 2(1), 35–53.
https://doi.org/10.47747/jismab.v2i1.187
Ningsih, & Johannes. (2013). Pengaruh kepuasan kerja dan
komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai pemerintah. Jurnal Dinamika
Manajemen, 1(2).
Nowell, B., Izod, A. M., Ngaruiya, K. M., & Boyd, N. M.
(2016). Public Service Motivation and Sense of Community Responsibility:
Comparing Two Motivational Constructs in Understanding Leadership Within
Community Collaboratives. Journal of Public Administration Research and
Theory, 26(4), 663–676. https://doi.org/10.1093/jopart/muv048
Organ, D. W. (2015). Organizational citizenship behavior. In International
Encyclopedia of Social & Behavioral Sciences (Second Edi, Vol. 17,
Issue 1938). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-097086-8.22031-X
Paarlberg, L. E., & Lavigna, B. (2010). Transformational
Leadership and Public Service Motivation: Driving Individual and Organizational
Performance. Symposium on Public Service Motivation Research, 70(5),
710–718. https://doi.org/doi:10.1111/j.1540-6210.2010.02199.x
Pan, S. Y., & Lin, K. J. (2015). Behavioral mechanism and
boundary conditions of transformational process. Journal of Managerial
Psychology, 30(8), 970–985. https://doi.org/10.1108/JMP-07-2013-0242
Perry, J. L. (1996). Measuring Public Service Motivation : An
Assessment of Construct Reliability and Validity. Journal of Public
Administration Research and Theory, 6(1), 5–22.
https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.jpart.a024303
Perry, J. L. (2000). Bringing Society In: Toward a Theory of
Public-Service Motivation. Journal of Public Administration Research and
Theory, 10(2), 471–488.
https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.jpart.a024277
Perry, J. L. (2020). Public service motivation: Putting our
intellectual capital to work. Journal of Public Affairs Education, 00(00),
1–3. https://doi.org/10.1080/15236803.2020.1855696
Perry, J. L., Hondeghem, A., & Wise, L. R. (2010).
Revisiting the Motivational Bases of Public Service: Twenty Years of Research
and an Agenda for the Future. Public Administration Review, 70(5),
681–690. https://doi.org/10.1111/j.1540-6210.2010.02196
Perry, J. L., Wise, L. R., & Perry, J. L. (1990). Bases
of The Motivational Public Service. Public Administration Review, 50(3),
367–373. http://www.jstor.org/stable/976618
Regen, R., Johannes, Edward, & Yacob, S. (2020). Employee
development model andanassessment on the perspectives of work behavior,
motivation, and performance. Research in Business & Social Science, 9(2),
56–69.
Risto, R. W., Kaunang, M., & Pioh, N. R. (2017). Kinerja
aparatur pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan publik (studi di Desa
Sinsingon Kecamatan Passi Timur Kabupaten Bolaang Mongondow). Jurnal
Eksekutif, 1(1).
Schwarz, G., Eva, N., & Newman, A. (2020). Can Public
Leadership Increase Public Service Motivation and Job Performance? Public
Administration Review, 80(4), 543–554.
https://doi.org/10.1111/puar.13182
Setiawan, A. (2019). Membangun Indonesia dari pinggiria.
Humas Setkab RI. https://setkab.go.id/membangun-indonesia-dari-pinggiran-desa/
Staats, E. B. (1988). Public Service and the Public Interest.
Public Administration Review, 48(2), 601–605.
http://www.jstor.org/stable/975760 .
Sugiyono. (2010). Educational Research Methods
Quantitative, Qualitative, and R&D Approaches.
Thamrin, H. (2013). Hukum pelayanan Publik Di Indonesia.
Aswaja Pressindo.
Van Loon, N. M., Vandenabeele, W., & Leisink, P. (2017).
Clarifying the Relationship between Public Service Motivation and In-role and
Extra-role Behaviors: The Relative Contributions of Person-job and
Person-organization Fit. The American Review of Public Administration, 47(6),
699–713. https://doi.org/10.1177/0275074015617547
Wahyudin, S., Arif, S., Wahyudin, K., Nur, K., Murtodo, &
Ismail, A. Z. (2016). Modul Pelatihan Pratugas Tenaga Ahli Pemberdayaan
Masyarakat.
Watkaat, A. J. (2020). Penggaruh Kinerja Aparatur Pemerintah
Desa Terhadap Mutu Pelayanan Di Desa Tumbur Kecamatan Wertambrian Kabupaten
Kepulauan Tanimbar. Jurnal Sekolah TInggi Ilmu Ekonomi Sumlaki, 2(1),
1–11.
Wazirman, Johannes, & Edward. (2020). The influence of
organizational culture, leadership behaviour, civil servants charakter and
planning quality of govertment performance. Jour of Adv Research in
Dynamical & Control System, 12(3), 628–634.
Wright, B. E., Hassan, S., & Park, J. (2016). Does a
Public Service Ethic Encourage Ethical Behaviour? Public Service Motivation,
Ethical Leadership and the Willingness to Report Ethical Problems. Public
Administration, 93(4), 647–363.
Wuri, J. (2021). Kinerjapegawai dalampelayanan publik di era
Covid-19 (Studi Di Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa). Jurnal
Politico, 10(4), 1–13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar