Senin, 12 Juli 2010

Pentingnya Pemahaman REED+ di Tingkat Akar Rumput dan Pemangku Kepentingan

Meskipun saat ini kita sudah menjalani COP 15, dan Indonesia sedang disibukan dengan persiapan menuju REDD+ tapi ternyata di sisi lain banyak ketimpangan pemahaman yang muncul di masyarakat. Kesenjangan pemahaman tersebut tentu saja akan berpengaruh pada keterlibatan masyarakat kelak, ketika REDD+ siap di laksanakan.

Penyampaian informasi tentang REDD ataupun REDD+ memang erat kaitannya dengan metode penyampaian informasi, keengganan masyarakat dan birokrasi terhadap beberapa inisiatifadaptasi dan mitigasi yang dianggap terlalu rumit, serta ketiadaan suatu program pengembangan kapasitas yang membumi tentang REDD+.

Selain untuk memaparkan tetang studi pemetaan yang sudah di lakukan Center for People and Forest – RECOFTC Indonesia yang bekerja sama dengan GTZ Indonesiam sejak 2010 melaksanakan studi pemetaan dan kebutuhan untuk pengembangan kapasitas para pemangku kepentingan (stakeholders) di tingkat akar rumput tentang REDD+ di Indonesia pada tanggal 23 Juni 2010 yang lalu.

Hasil studi yang dipaparkan oleh Prof.Dr.Bustanul Arifin (aspek ekonomi sumber daya), Arif Wicaksono, Msc (aspek manajemen hutan) dan Haryanto Putro (aspek kelembagaan dan pengembangan kapasitas) tentang kebutuhan yang diperlukan untuk implementasi REDD+ termasuk gap pengetahuan yang ada di masyarakat, pemerintah lokal, lembaga pendamping (LSM) dan pemerintah pusat.

Ketimpangan pemahaman memang menjadi tantangan tersendiri, salah satunya dengan memberikan penjelasan yang lebih sederhana pada masyarakat. “Bahasa penyampaian untuk masyarakat memang harus lebih di sederhanakan, kita bisa menyampaikan bahwa masyarakat sebaiknya menjaga hutan dengan cara tidak menebang dan banyak menanam pohon supaya bisa menyerap karbon”, seperti yang dituturkan oleh Bustanul Arifin. Mengapa ini penting?

Permasalahan perubahan iklim memang tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang singkat. Proses dan tahapan yang dilaksanakan pun akan memakan jangka waktu yang lama. “Apalagi, dalam jangka waktu 20 tahun kedepan bisa saja ada perubahan revolusioner dan tugas kita diawal ini menjaga kesepakatan untuk jangka panjang” tutur Haryanto Putro.

Konsultasi multipihak ini memang diharapkan mampu merumuskan segenap aspirasi dan persoalan di tingkat lapangan dan nasional dalam rangka pemetaan kebutuhan dan pengembangan kapasitas di tingkat akar rumput. Seperti yang dipaparkan oleh Mila Nuh, RECOFTC, “REDD, seperti tsunami, dan sekarang waktunya kita menghadapi ini bersama untuk membuat kesepakatan bersama, supaya kita bisa memiliki posisi negosiasi yang kuat dan tentu saja tidak merugikan bangsa dan masyarakat”. (dianing Kusumo – PILI NGO Movement)

source: 

 
http://redd-indonesia.org/feature-headline/detail/read/pentingnya-pemahaman-reed-di-tingkat-akar-rumput-dan-pemangku-kepentingan/ 


http://ceester.blogspot.com/2010/07/pentingnya-pemahaman-reed-di-tingkat.html
 

IKONOS (Satelite Space Imaging USA)

Ikonos adalah satelit milik Space Imaging (USA) yang diluncurkan bulan September 1999 dan menyediakan data untuk tujuan komersial pada awal 2000. Ikonos adalah satelit dengan resolusi spasial tinggi yang merekam data multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m (citra berwarna) dan sebuah kanal pankromatik dengan resolusi 1 m (hitam-putih). Ini berarti Ikonos merupakan satelit komersial pertama yang dapat membuat image beresolusi tinggi. Dengan kedetilan/resolusi yg cukup tinggi ini membuat satelit ini akan menyaingi pembuatan foto udara. Lah iaya ngapain lagi pakai foto udara wong yang ini sudah cukup detil, bahkan kalau memetakan kota bekasi bisa dengan skala 1:5000 bahkan 1:2000 untuk desain tata ruang


 Dalam gambar sebelum kejadian terlihat lalulintas lancar jarak antar kendaraan mobil, bus dan truk cukup jauh. Nampak hijau tanaman padi. Pada gambar setelah di”tumbuhi” lumpur terlihat rona warna abu-abu, pabrik yg terkubur, serta jalan tol yang penuh sesak antri. Juga terlihat asal mengepul dari lokasi semburan.


Bagaimana perkembangan selanjutnya ?
Dibawah ini perkembangan tanggal 29 Agustus 2006 dan 16 September 2006.

Dengan melihat pesatnya perkembangan yang hanya selisih kurang dari satubulan saja sudah jelas bahwa lumpur ini menjadi tidak mudah dikendalikan di lokasi semburan. Jalan tol Porong jelas harus dipindahkan, dan barangkali juga jalan kereta api disebelah baratnya.

Saat ini debit sudah mencapai diatas 125 000 meterkubik sehari, dan sangat mungkin cenderung meningkat. Tentusaja mengalirkan airnya yang 70% ini saja sudah akan sangat menolong. Tetapi kita tahu pasti bahwa hal ini bukan berarti telah menyelesaikan seluruhnya, masih banyak yang harus dikerjakan, masih banyak yg perlu perhatian. Termasuk dampak lingkungan pembuangan air ini ke Sungai Porong.

Source /refrences: Images acquired and processed by CRISP, National University of Singapore IKONOS image © CRISP 2004

sumber :
http://rovicky.wordpress.com/2006/10/02/ngintip-perkembangan-porong-dengan-ikonos/
http://black-remotesensingandgis.blogspot.com/2010/07/ikonos.html




Jumat, 09 Juli 2010

Masyarakat Harus Terlibat Dalam Penataan Ruang

Masyarakat sebagai pemangku kepentingan utama dalam pembangunan harus dilibatkan dalam penataan ruang. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 26/2007 tentang penataan ruang, khususnya pasal 60 dan 65 dimana masyarakat memiliki hak serta perlu dilibatkan dalam penataan ruang. Demikian disampaikan Direktur Penataan Ruang Wilayah III Wahyono Bintarto dalam Obrolan Tata Ruang Bersama Kementerian Pekerjaan Umum di Radio Trijaya FM Jakarta (7/7).

Bintarto menambahkan, masyarakat harus menyadari sendiri peran pentingnya dalam penataan ruang. Untuk mendukung kepedulian masyarakat tersebut, Pemerintah berkewajiban untuk melibatkannya dalam penataan ruang. Selain itu, banyak sarana yang telah dilakukan untuk melibatkan masyarakat dalam penataan ruang, diantaranya meliputi kegiatan Diskusi Kelompok Terpusat (Focused Group Discussion), seminar, penyuluhan, dan unit pengaduan bidang penataan ruang.

“Berbagai sarana tersebut telah menjadi suatu keharusan dalam penataan ruang, oleh karena itu menjadi suatu standar pelayanan minimal dalam penataan ruang untuk menyelenggarakan konsultasi masyarakat paling sedikit dua kali. Harapannya adalah bahwa masyarakat terlibat untuk menjadikan penataan ruang sebagai konsensus bersama,” tegas Bintarto.

Koordinator Nasional Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif Kasmita Widodo menjelaskan, dalam mewujudkan peran masyarakat dalam penataan ruang diperlukan adanya suatu media. Sedangkan konsensus adalah kesepakan semua pihak untuk mewujudkan pembangunan wilayah yang lebih efektif dan efisien. Proses pembangunan consensus ini merupakan suatu proses yang berat di awal, namun menjadi suatu modal mendasar dalam pembangunan dalam jangka panjang.

Di beberapa daerah, membangun peran masyarakat melalui media memang telah berjalan. Namun, masih terdapat beberapa hambatan untuk mengoptimalkan kualitas keterlibatan masyarakat ini. Kualitas keterlibatan masyarakat dalam penataan ruang dapat ditingkatkan di masa depan dengan pertama-tama melibatkan kelompok masyarakat yang memang memiliki kepahaman terhadap rencana tata ruang. Pada proses seterusnya perlu dilakukan suatu mekanisme agar terbentuk suatu proses pembentukan pemahaman masyarakat umum tentang penataan ruang, dengan penyadaran masyarakat terhadap peran mereka sebagai pelaku utama dalam penataan ruang, papar Kasmita.

Saat ini, sedang dilakukan percepatan penyusunan rencana tata ruang agar pembangunan daerah dapat berjalan secara terkoordinasi dan berkelanjutan. “Tentunya dalam proses percepatan ini dilakukan pula proses pelibatan masyarakat, sehingga implementasi rencana yang dihasilkan dapat diterapkan di lapangan secara konsisten,” tandas Bintarto. (cae/ibm)
 
dikutip dari : http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4915958777325236166
Copyright © Direktorat Jenderal Penataan Ruang - Departemen Pekerjaan Umum.


Publik Berhak Atas Pemanfaatan Ruang Dalam Bumi


Saat ini, tersedianya tanah bagi ruang kehidupan yang layak dan nyaman menjadi langka. Kondisi ini kian banyak menimbulkan konflik atas hak kepemilikan maupun nilai jualnya. Pada beberapa wilayah, Pemerintahnya seringkali menerapkan kebijakan pembangunan ke atas tanah (vertical development) maupun memanfaatkan ruang dalam bumi bagi kepentingan publik. Demikian disampaikan Direktur Penataan Ruang Nasional Iman Soedradjat dalam Focused Discusion Group Penyusunan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Dalam Bumi, pekan lalu di Jakarta.

Iman menambahkan, pelaksanaan kegiatan ini selain bertujuan untuk menghimpun masukan dalam merumuskan tipologi dan kriteria penggunaan ruang dalam bumi, juga sebagai forum penyamaan persepsi terkait perencanaan maupun penggunaan ruang dalam bumi. Harapannya, pedoman yang sedang disusun dapat menjadi referensi ataupun acuan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di masa mendatang.

Terkait penyusunan pedoman ini, selain studi literatur juga perlu dilakukan kajian terkait hukum dan regulasi, kondisi perencanaan, finansial, teknologi, dan lingkungan. Dalam kriteria yang disusun nantinya perlu dirumuskan pengaturan penggunaan lahan yang berbeda antara ruang di atas permukaan tanah dengan ruang dalam bumi yang ada dibawahnya, demikian pula dengan penggunaan lahan yang sama antara ruang di atas dan di dalam bumi. ”Kriteria yang disusun juga nantinya harus dapat membedakan antara kriteria ruang dengan kelayakan teknologi, khususnya terkait dengan pembangunan transportasi bawah tanah,” tegas Iman.

Secara garis besar komponen yang perlu diatur pada ruang dalam bumi mencakup transportasi, utilitas, bangunan gedung, dan pertambangan. Hanya saja persyaratan dan kriteria yang diatur cukup dari aspek ketataruangannya saja, dan tidak mengatur aspek teknis maupun sektoral, imbuh Kasubdit Pedoman Penataan Ruang Nasional, Cut Safana.


Ditambahkan oleh perwakilan dari Kementerian ESDM Aminuddin, ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan antara lain kelestarian lingkungan, koneksitas, sinkronisasi, keselamatan, kestabilan bangunan/konstruksi baik yang berada di atas maupun bawah permukaan tanah, integrasi, aksesibilitas, fungsi dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan, serta peninggalan cagar budaya. Selain itu ditinjau dari aspek geologi dan hidrogeologi, yang perlu diperhatikan adalah sifat keteknikan tanah, arah aliran/pola arus air tanah, struktur geologi yang bersifat mikro, serta aspek kegempaan.

Dalam kegiatan ini juga mengemuka permasalahan hak atas tanah terhadap ruang dalam bumi. Hal ini muncul karena pada implementasinya banyak pengelola gedung yang membuat basemen melebihi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) seharusnya, bahkan ada yang membangun basemen di bawah jalan atau ruang publik. Untuk itu timbul wacana jika pengaturan hak atas tanah sebaiknya tidak lagi dua dimensi, tapi tiga dimensi.

Merry Morfosa dari Pemda DKI Jakarta menambahkan, jika kepastian hak atas tanah di dalam bumi belum ada, daerah dapat mengeluarkan Perda atau Pergub sebagai dasar hukum bagi kegiatan maupun pembangunan di ruang dalam bumi. Masukan lain yaitu selain berisi kriteria penggunaan ruang dalam bumi, pedoman ini sebaiknya menambahkan aspek pengendalian pemanfaatan ruang khususnya pengembangan perangkat insentif dan disinsentif, kelembagaan, serta kerjasama antar stakeholder. (abr/ibm)
dikutip dari : http://www.penataanruang.net/detail_b.asp?id=1194

Copyright © Direktorat Jenderal Penataan Ruang - Departemen Pekerjaan Umum.




Penataan Ruang Jamin Keselamatan Masyarakat

“Penataan ruang yang tidak dilakukan secara konsisten dan bijaksana dapat berakibat timbulnya bencana alam maupun non alam yang mengancam keselamatan warga masyarakat,” ujar Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional Bambang Darmono dalam Rapat Kerja Terbatas tentang Penataan Ruang Wilayah Nasional yang Menjamin Keselamatan Warga Masyarakat di Jakarta (6/7).

Saat ini, banyak terdapat peraturan perundang-undangan dan kelembagaan yang mengatur penataan ruang. Namun seringkali masih ditemukan beberapa permasalahan yang meliputi penegakan hukum, kelembagaan, konflik kepentingan, dan kondisi sosial budaya masyarakat. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa fenomena seperti terjadinya bencana alam berupa banjir, tanah longsor akibat deforestasi yang tidak terkendali, degradasi kualitas lingkungan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) di hampir seluruh kota-kota besar, serta banyaknya bangunan di sekitar bandara yang membahayakan keselamatan operasional penerbangan dan warga masyarakat, papar Bambang.

Kepala Bagian Hukum Setditjen Penataan Ruang Dadang Rukmana mengungkapkan, masih banyak permasalahan-permasalahan penataan ruang selain yang disebutkan di atas. Antara lain penyusunan rencana tata ruang yang memakan waktu lama sehingga pada saat ditetapkan sudah berbeda dengan kondisi eksisting. Selain itu, permasalahan adalah tidak tersosialisasikannya penataan ruang dengan baik kepada pemangku kepentingan dan masyarakat.
 

Dadang menambahkan, penyelenggaraan penataan ruang sendiri bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Terkait penyelenggaraannya harus memperhatikan keharmonisan lingkungan, keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang memperhatikan sumber daya manusia, perlindungan fungsi ruang serta pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Selain itu penataan ruang juga harus berbasis mitigasi bencana sebagai upaya dalam meningkatan keselamatan dan kenyamanan hidup dengan pengaturan zonasi yang baik.

Rapat kerja terbatas ini turut dihadiri oleh Kementerian dari sektor terkait, akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

“Dengan diadakannya rapat kerja terbatas ini, diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi untuk selanjutnya diserahkan kepada Presiden terkait bagaimana menyelenggarakan penataan ruang yang menjamin keselamatan warga,” tegas Bambang. (pa/ibm)
 
dikutip dari :
 
    
Copyright © Direktorat Jenderal Penataan Ruang - Departemen Pekerjaan Umum.
Gedung Baru Lt.3 Jl. Pattimura No. 20 Keb. Baru Jakarta Selatan 12110, 
Telepon/Fax : 021-7267762, 
email: admditpr@pu.go.id. 
All rights reserved. v4.0 # 
2004 - 2010

Kamis, 08 Juli 2010

PEMETAAN DAN SPASIAL GIS

Banyak area konflik disebabkan oleh tumpang tindihnya penggunaan lahan, pada sisi lain, area bencana menambaha warna pada area konflik menjadi bertambah runyam, masalah lingkungan alam ini timbul disebabkan oleh faktor manusia dan alam itu sendiri. Pengetahuan tentang sistem untuk memantau perubahan permukaan bumi telah mengalami kemajuan yang pesat, populernya sistem ini disebut GIS (Geo Info System).

Trend GIS di Pulau Jawa telah berkembang dengan pesat, bertolak belakang dengan Jambi. Jambi banyak memiliki area konflik dan bencana, namun sedikit sumber daya manusia yang mampu menggunakan sistem ini.

Sebagai LSM lokal, Forum Tata Ruang mencoba men-transformasi-kan pengetahuan GIS kepada masyarakat melalui bentuk kegiatan : PELATIHAN PEMETAAN DAN SPASIAL GIS. Dengan mengikuti pelatihan ini, diharapkan peserta dapat menggunakan sofware Arcview serta GPS, peserta mampu menguasai pembuatan peta yang standar dan mampu mengembangkan peta dasar serta sumber peta lainya seperti, Peta Rencana Tata Ruang Propinsi atau Kabupaten, Citra Satelit/Landsat, dll sesuai dengan koordinat geodetic dan UTM.

Artinya, semakin banyak masyakat yang mengetahui sistem GIS, maka masyarakat akan memahami lingkungan sekitarnya dan masyarakat akan mengerti untuk memperkecil area konflik dan bencana di wilayahnya maing-masing. Dengan peta, masyarakat dapat membaca lingkungan sekitarnya serta dapat mencegah timbulnya dampak negatif terhadap wilayahnya.

Struktur Sungai

Struktur Sungai

POLA RUANG SUMATERA

POLA RUANG SUMATERA

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

BERHALE ISLAND

Pulau Berhala
Large selection of World Maps at stepmap.com
StepMap Pulau Berhala


ISI IDRISI TAIGA

ISI IDRISI TAIGA

HOW TO GOIN ON BERHALE ISLAND

Kota Jambi

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

TERAKHIR DI UPDATE GOOGLE

COMMUNICATE

+62 812731537 01