Jumat, 16 Juli 2010

Pemodelan Perubahan Lahan Untuk Keberlangsungan Ekologi


Pemodelan Perubahan Lahan atau Land Change Modeler (LCM) untuk keberlansungan ekologi adalah sebuah software dengan solusi merancang untuk meng-alamatakan tekanan masalah atau akselerasi konversi lahan dan sangat spesifik dalam menganalisis biodiversit konservasi. Kesatuan dalam sistem Idrisi Taiga dan juga men-aktifkan ekstesi dari ESRI`S ArcGIS dan alat-alat pendukung pemodelan perubahan lahan untuk menilai proyek perubahan lahan, implikasi terhadap habitat spesies dan keanekaragaman hayati.

Clark Labs telah bekerja dengan Lembaga Konservasi Internasional selama tujuh tahun dalam mengembangkan software lingkungan yang dapat digunakan untuk sebuah keragaman dari skenario dan kontek perubahan lahan.



BAGAIMANA PREDIKSI PERUBAHAN BEKERJA ?

LCM memprediksi perubahan penutupan lahan memanfaatkan dua peta penutupan lahan dari dua data yang berbeda (time 1 and time 2) dan hasilnya untuk memprediksi penutupan lahan di masa yang akan datang (time 3). LCM pada dasarnya ada dua tahap utama, yaitu : transisi potensi bagian sub-model dan bagian untuk mengubah model prediksi. Pada bagian pertama, pengguna lebih spesifik pada transisi tertentu yang menarik untuk model-sub dan variabel spesifik yang mengendalikan jenis transisi berlangsung.  

Sebagai contoh, jika kita mau menentukan potensial pembangunan baru, LCM dapat mempertimbangkan kemiringan tanah, daerah jarak ke sumber air, jarak ke jalan, dan jarak dikembangkan sebelumnya. Pada tahap kedua, model ini akan memprediksi, untuk tanggal spesifikasi masa depan, perubahan semua lokasi tutupan lahan.

Ini format sederhana, model akan menentukan, bagaimana variabel mempengaruhi perubahan masa depan, seberapa banyak perubahan mengambil tempat antara time 1 dan time 2, kemudian dihitung jumlah transisi nya di time 3.

Untuk membuat model lebih baik, LCM memungkinkan pengguna untuk menggabungkan kendala dan intensif, seperti zonasi peta, dan perubahan yang direncanakan (perhitungan variabel dinamis) baik di bidang infrastruktur, seperti jalan dan kelas-kelas tutupan lahan, seperti pembangunan-pembangunan. Masing-masing pilihan dapat digunakan secara individual atau kolektif.
 

Kendala dalam pembangunan, mungkin termasuk kawasan lindung atau areal cadangan, bahkan jika ada potensi untuk perubahan, mungkin dilarang. Sebaliknya, insentif, seperti keringanan pajak untuk pengembangan daerah tertentu, memberi daerah-daerah potensi yang lebih besar untuk perubahan. Ketikapemodelan perubahan tutupan lahan, kendala dan insentif tidak diterapkan sampai tahap prediksi dari proses pemodelan.

MENGANALISIS PERUBAHAN


Satu set alat disertakan untuk penilaian cepat perubahan, sehingga untuk meng-evaluasi satu-klik keuntungan dan kerugian, perubahan bersih, dan ketekunan specifc transisi baik dalam bentuk peta dan grafik. Dalam beberapa situasi, jumlah dan sifat perubahan bisa sangat kompleks. LCM mencakup perubahan abstraksi perangkat, berdasarkan analisis kecenderungan permukaan, untuk mengungkapyang mendasari tren.





Kamis, 15 Juli 2010

Peta Gempa Indonesia Terbaru Selesai Disusun



Jakarta (ANTARA) - Peta gempa Indonesia terbaru telah selesai disusun oleh tim yang beranggotakan sembilan pakar gempa yang diketuai Profesor Masyhur Irsyam, kemudian akan dipaparkan di Istana Presiden, Jakarta, Jumat (16/7) siang.

"Peta akan dipresentasikan di hadapan petinggi kementerian dan lembaga pemerintah, sipil, dan militer, yang terkait dengan penanganan kebencanaan," kata Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) Erick Ridzky, Kamis.

Peta gempa yang diberi nama "Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) Map" itu telah resmi berlaku sejak ditandatangani Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto pada 1 Juli lalu.

Dijelaskan, penyusunan peta gempa tersebut dilandaskan pada catatan tentang peristiwa gempa di berbagai wilayah yang disebabkan oleh sumber-sumber gempa tertentu.

Peta tersebut, kata Erick, juga memuat informasi detail mengenai sesar aktif yang bersemayam di bawah bumi berbagai wilayah Indonesia.
"Tim Sembilan telah memetakan sesar di Sumatera dengan baik. Khusus mengenai sesar di Jawa, tim juga memberikan informasi yang cukup mengenai sesar Cimandi, Lembang, Opak, serta sesar Lasem dan Pati," kata Erick.

Meski demikian, lanjut dia, Tim Sembilan beranggapan masih ada kekurangan dalam peta itu, antara lain masih sedikitnya sesar aktif yang bisa diidentifikasi laju gesernya secara geologis dan geodetis, periode ulang gempa, dan maksimum magnitudenya.

Selain itu, kemungkinan adanya sesar aktif yang berlokasi dekat dengan Jakarta atau Surabaya juga belum bisa diidentifikasi dengan baik.

Namun, dibandingkan dengan peta gempa terakhir yang disusun tahun 2002, peta gempa terbaru itu jauh lebih kaya informasi, dan bisa dijadikan acuan awal untuk meminimalkan kemungkinan gempa.

"Kita sepakat untuk terus melakukan pemetaan sistematis terhadap sumber-sumber gempa dan memperbarui peta gempa secara berkala, seperti negara-negara rawan gempa, termasuk Jepang, melakukannya hampir setiap tahun," kata Erick.

Sumber : http://id.news.yahoo.com/antr/20100715/tpl-peta-gempa-indonesia-terbaru-selesai-cc08abe.html

Ask an Expert: Why Black Holes Suck

There are many cultural myths concerning black holes -- several of the myths are perpetuated by television and movies. Black holes have been portrayed as time-traveling tunnels to another dimension, or as cosmic vacuum cleaners sucking up everything in sight. Black holes are really just the evolutionary end points of massive stars. Somehow, this simple explanation makes them no easier to understand.

On Thursday, July 15, NASA scientist Jerry Fishman from NASA's Marshall Space Flight Center will answer your questions about black holes and dispel the myths surrounding these mysterious objects from which nothing escapes.

Joining the chat is easy. Simply visit this page on Thursday, July 15 from 3-4 p.m. EDT. The chat window will open at the bottom of this page starting at 2:30 p.m. EDT. You can log in and be ready to ask questions at 3:00.

See you in chat! 

 Artist concept of matter swirling around a black hole. (NASA/Dana Berry/SkyWorks Digital) 

More About Chat Expert Gerald (Jerry) Fishman
 
Gerald (Jerry) Fishman is a research astrophysicist with NASA's Marshall Space Flight Center and the Chief Scientist for Gamma-ray Astronomy there.

He was the Principal Investigator of the Burst and Transient Source Experiment (BATSE) on the Compton Gamma Ray Observatory. This observatory was the second of NASA's Four Great Observatories in Space (after Hubble). It was launched by the Space Shuttle Atlantis in April 1991 and operated until May 2000. The BATSE experiment produced new scientific results on some of the most energetic and violent objects in the Universe, in particular, gamma-ray bursts, the most explosive and most distant objects known. He has lectured extensively on these findings at major universities and planetariums in the US and at numerous scientific conferences abroad. This experiment also serendipitously discovered terrestrial gamma-ray flashes above thunderstorms.

Dr. Fishman has over two hundred publications in his research areas. He received the NASA Outstanding Scientific Achievement Award in 1982, 1991 and 1993. He was awarded the Bruno Rossi Prize of the High Energy Astrophysics Division of the American Astronomical Society in 1994, that Division's highest award. In 1996 he became a Fellow of the American Physical Society. 

Composite image shows the jet from a black hole at the center of a galaxy striking the edge of another galaxy. (X-ray: NASA/CXC/CfA/ D.Evans et al.; Optical/UV: NASA/STScI; Radio: NSF/VLA/CfA/ D.Evans et al., STFC/JBO/MERLIN) 

Artist concept of a growing black hole, or quasar, seen at the center of a faraway galaxy. (NASA/JPL-Caltech) 



NASA Home
Page Last Updated: July 15, 2010
Page Editor: Brooke Boen
NASA Official: Brian Dunbar

SUNSET PLANETS

 Last night, the crescent Moon passed by Venus, producing a conjunction of such beauty it stopped traffic. "I was driving on Interstate 70 to Grand Junction, Colorado, when I noticed the conjunction." says Malcom Park. "I just had to stop for a better look." He snapped this picture from the banks of the Colorado River:



































 Photo details: Nikon D3, ISO 1600, 2 seconds, f2.8

The show continues tonight as the Moon moves past Venus to form a isosceles triangle with Saturn and Mars. Scanning the vertices with a backyard telescope will quickly reveal mountains and craters on the Moon, the rings of Saturn, and the red disk of Mars. No telescope is required, however, to enjoy the show. Your eyes are all you need. Look west at sunset! Sky maps: July 14, 15, 16.

more images: from Rafael Gallego of Carrión de los Céspedes, Sevilla, Spain; from Amir H. Abolfath of Dizin, Tehran, Iran; from Stefano De Rosa of Bologna (Italy); from David Blanchard of Flagstaff, Arizona; from Marcus Vinícius do Prado Jr. of Gramado, Rio Grande do Sul, Brazil; from Paco Burguera Catalá of La Albufera de Valencia, Spain; from Amir H. Abolfath of Dizin, Tehran, Iran; from Stefano De Rosa of Bologna, Italy; from Aymen Ibrahem of Alexandria, Egypt; from Mohamad Soltanolkottabi of Esfahan, Iran; from Miguel Claro of Capuchos, Almada, Portugal;

Sumber :
http://spaceweather.com/

Rabu, 14 Juli 2010

Astronomy Picture of the Day (14 July 2010)

 
Easter Island Eclipse  
 
Explanation: Makemake, a god in Easter Island mythology, may have smiled for a moment as clouds parted long enough to reveal this glimpse of July 11's total solar eclipse to skygazers. In the foreground of the dramatic scene, the island's famous large, monolithic statues (Moai) share a beachside view of the shimmering solar corona and the darkened daytime sky. Other opportunities to see the total phase of this eclipse of the Sun were also hard to come by. Defined by the dark part of the Moon's shadow, the path of totality tracked eastward across the southern Pacific Ocean, only making significant landfall at Mangaia (Cook Islands) and Easter Island (Isla de Pascua), ending shortly after reaching southern Chile and Argentina. But a partial eclipse phase could be enjoyed over a broader region, including many southern Pacific islands and wide swath of South America. 

Credit & Copyright: Stéphane Guisard (Los Cielos de America), TWAN

Selasa, 13 Juli 2010

PEMANASAN GLOBAL


Tidak ada yang bisa menyangkal dampak buruk pemanasan global. Frekuensi topan, badai, dan angin puting beliung di beberapa negara, termasuk Indonesia, makin sering terjadi dibandingkan 20 tahun lalu. Ini adalah bukti nyata. Seruan global pengurangan suhu global pun membahana.Pertemuan negara-negara pemilik hutan tahun 2005 di Marakesh, Maroko, juga menyepakati pelestarian lingkungan. Tanpa seruan global, Indonesia sejak tahun 1970-an sudah mencanangkan pelestarian hutan, termasuk reboisasi.


Namun, pengurangan hutan terjadi. Faktor-faktor penyebabnya adalah pertambahan jumlah penduduk dari 120 juta orang menjadi 240 juta orang sekarang ini, ekspansi perkebunan kelapa sawit serta kepentingan bisnis yang menopang pertumbuhan ekonomi, dan penyelundupan hasil kayu ke luar negeri.

Tak semua perambahan hutan negatif karena itulah salah satu konsekuensi pembangunan ekonomi, termasuk penyediaan lahan untuk perumahan dan pabrik. Hal yang mungkin dicegah keras adalah perambahan hutan untuk ekspor gelondongan ilegal.



Hal yang mendorong tulisan ini adalah bersama negara lain pemilik hutan, Indonesia menjadi sorotan soal pelestarian demi penurunan pemanasan global. Bank Dunia tahun 2007 menyebutkan, Indonesia penghasil karbon dioksida (CO) terbesar akibat perambahan hutan, tuduhan kontroversial.

Ada beberapa hal yang mencurigakan. PBB memiliki skema pelestarian hutan, yang dinamai Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD). Pendukung REDD mengatakan, cara ini terbaik dan tercepat. REDD diperkuat pada pertemuan Kopenhagen, Denmark, Desember 2009.

Indonesia berkomitmen melakukan skema REDD. Imbalannya, Indonesia mendapatkan bantuan dari Norwegia 1 miliar dollar AS. Hal ini juga akan diterapkan di Brasil, sejumlah negara di Amerika Selatan, Asia, dan Pasifik Selatan. Sekelompok negara maju, termasuk Australia, Inggris, Denmark, Perancis, Jerman, Jepang, Swedia, dan AS, berkomitmen untuk pendanaan REDD.

Indonesia berkomitmen menanami pohon di lahan seluas 21 juta hektar untuk mengurangi 26 persen emisi rumah hijau pada 2020 dari level 1990 dan akan mengurangi 41 persen jika ada tambahan dana dari Barat. Mengapa harus mengandalkan bantuan asing untuk reboisasi. Bukankah ada dana reboisasi?




Mengapa pendalaman skema REDD mengalami kemajuan pesat dibandingkan program utama pemanasan global? Bukankah mayoritas pemanasan global disebabkan emisi di luar kerusakan hutan? Sejumlah ahli mengatakan, kontribusi kerusakan hutan pada emisi global adalah 15 persen, selebihnya adalah emisi bahan bakar fosil, yang meningkat lebih cepat ketimbang deforestasi.

Intergovernmental Panel on Climate Change memperkirakan perubahan fungsi lahan memberikan kontribusi CO sebanyak 1,6 Gt karbon per tahun. Sebagai perbandingan, emisi bahan bakar menyumbang CO sebesar 6,3 Gt karbon.

Mengapa hutan di sejumlah negara berkembang menjadi sasaran. Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyebutkan, deforestasi hutan global mencapai 13 juta hektar per tahun, termasuk hutan-hutan di negara kaya.

Harian India, The Times of India, edisi 28 Mei 2010, mempertanyakan, mengapa China dan India tak diikutkan dalam REDD. Pada pertemuan di Oslo, Oslo Climate and Forests Conference, 27 Mei, Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg menjawab. ”Kami akan fokus pada semua hutan. Namun, kami kini masih lebih memusatkan pada pelestarian hutan yang ada saja dulu,” kata Stoltenberg.

Para peneliti terus mempertanyakan keanehan itu. ”Penanganan hutan-hutan di negara maju juga tidak kalah penting,” kata Michael Richardson dari artikelnya berjudul ”Ensuring Redd is Not Mere Pulp Fiction” di The Straits Times edisi 7 Juni. Richardson adalah peneliti di Institute of Southeast Asian Studies.

Para aktivis dan elite terkait pembangunan ekonomi dan lingkungan yang paham artikel Richardson secara implisit menyindir kecurangan Barat, yang mendambakan pertumbuhan dengan toleransi polusi dikompensasikan dengan pelestarian hutan di negara berkembang, yang paling membutuhkan pembangunan ekonomi untuk mengangkat status sosial ekonomi 1,2 miliar orang global.








Pertemuan di Bonn 
Skandal makin terkuak pada pertemuan di Bonn, Jerman, 31 Mei-11 Juni, yang dihadiri perunding dari 185 negara. Pertemuan menyepakati pengurangan emisi 80-95 persen pada tahun 2050 untuk negara maju dan tak terlihat rencana untuk 2020. Basis pengurangan emisi juga bukan 1990. AS menginginkan basisnya adalah tahun 2005. Pertemuan Bonn sukses menancapkan REDD, berupa bantuan 10 miliar dollar AS per tahun selama 2010-2012 hingga lebih dari 100 miliar dollar AS sejak tahun 2020.

Negara berkembang menilai tak ada kemajuan mendasar soal perang melawan pemanasan global. ”Diskusi tidak menyangkut esensi,” kata Kim Carstensen dari WWF International. Ketua Delegasi Bolivia Pablo Solon mengatakan, ”Ini bukanlah debat yang kita inginkan.” Ketua Badan PBB soal Iklim (UN Framework Convention on Climate Change) Christiana Figueres mengatakan, pemerintahan harus menghadapi tantangan ini. Yvo de Boer, yang digantikan Figueres, pesimistis. ”Kita dalam perjalanan panjang untuk mengatasi perubahan iklim,” kata De Boer.









Alden Meyer dari Union of Concerned Scientists, berbasis di AS, meledek. ”Harapan Figueres terlalu tinggi.” Harian Inggris, The Guardian, edisi 9 Juni menuliskan hal yang lebih maut lagi. Ketimbang mengurangi emisi minimal 30-40 persen pada 2020, negara maju malah menaikkan emisi 8 persen. Hal ini dilakukan dengan melakukan trik dalam kalkulasi pengurangan emisi. Trik ini adalah penggunaan pasar karbon untuk melegalkan emisi sebanyak 30 persen di negara maju dengan kompensasi pelestarian di negara lain.

Harian yang sama edisi 8 Juni menuliskan, Barat melakukan tipuan dengan mempersembahkan data penanaman hutan, tetapi menunjukkan data penebangan nyata. ”Ini skandal yang tak punya rasa dan malapetaka bagi iklim,” kata Sean Cadman dari Climate Action Network, koalisi dari 500 kelompok lingkungan dan pembangunan dari seluruh dunia. ”Hanya Swiss yang tidak mau melakukan itu,” kata Cadman.
Demikian pula soal komitmen bantuan untuk REDD. Bantuan yang dinyatakan adalah bantuan yang sebelumnya dijanjikan diberi, tetapi dialihkan ke bantuan pelestarian hutan.






Antonio Hill dari Oxfam mengingatkan negara berkembang bahwa ada potensi bantuan itu akan menjadi utang dan akan merugikan karena bantuan REDD berasal dari bantuan yang tadinya diperuntukkan bagi peningkatan sistem kesehatan dan pendidikan. Ketua Delegasi Uni Eropa Laurent Graff membantah. ”Bantuan itu nyata dan benar-benar dipersiapkan.” (REUTERS/AP/AFP/MON)

dikutip dari :
13 July 2010 - Kompas Gramedia
http://sains.kompas.com/read/2010/06/13/07114084/Kebohongan.Itu.Amat.Nyata

PETA KAB. TANJUNG JABUNG TIMUR - JAMBI TAHUN 2007

Struktur Sungai

Struktur Sungai

POLA RUANG SUMATERA

POLA RUANG SUMATERA

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

BERHALE ISLAND

Pulau Berhala
Large selection of World Maps at stepmap.com
StepMap Pulau Berhala


ISI IDRISI TAIGA

ISI IDRISI TAIGA

HOW TO GOIN ON BERHALE ISLAND

Kota Jambi

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

TERAKHIR DI UPDATE GOOGLE

COMMUNICATE

+62 812731537 01