PERDAGANGAN KARBON SKALA
NASIONAL
REDD (Reducing Emission from Deforestation and
Degradation) menjadi salah satu agenda utama yang dibicarakan dalam
Konperensi tingkat Tinggi para Pemangku Kepentingan
(COP) tentang perubahan iklim. Bahkan Indonesia dalam pertemuan COP ke 17 di
Durban kemarin, memastikan akan berupaya menurunkan 26% gas emisinya. Salah
satu program yang diandalkan adalah REDD, yaitu proses dimana negara-negara
maju membayar kepada negara-negara berkembang agar mencegah
terjadinya penggundulan hutan (deforestasi dan degradasi).
Secara
global, Bank Dunia memperkirakan bahwa untuk menurunkan angka deforestasi di
Negara berkembang sebesar 20%, pencegahan deforestasi akan menelan dana antara
2 hingga 20 miliar dolar Amerika per
tahun, dan harga dari penghentian deforestasi secara keseluruhan sebesar 100
miliar dolar Amerika tiap tahunnya.
Dr.
Sunaryo, Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Kemitraan mengatakan kepada pers
bahwa,”Luasan tutupan hutan yang potensial “diperdagangkan” terkait penyerapan
emisi karbon mencapai 88 juta ha.”
Dengan asumsi perhitungan harga per hektar hutan kondisi bagus setara 10
dollar AS, setidaknya dapat terkumpul dana sekitar 880 juta dolar AS. Itu potensi dari perhitungan luasnya, belum
harga karbonnya.
Perhitungan
karbon yang digunakan selama ini, setiap hektar hutan alam berpotensi menyerap
200-300 ton karbon per hektarnya.
Sementara harga karbon di pasar internasional rata-rata 12 dolar AS per
ton karbon. Maka, nilai karbon yang ada
pada 88 juta ha hutan sebesar USD 211.200.000.000.
Sementara
itu banyak hutan kemasyarakatan yang kini dikelola dan dikembangkan oleh
komunitas masyarakat, melalui koperasi atau unit usaha ataupun kelompok kerja
lainnya. Sistem Hutan Kemasyarakatan (SHKM) ini kini terbentang luas di wilayah
Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Bagaimana peran mereka serta
memungkinkah komunitas-komunitas tersebut terlibat dalam program REDD
?
Sumber : Latin (PERKUMPULAN
SKALA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar