Senin, 30 Mei 2011
Camp Suku Anak Dalam on Lanscape Ecosystem Bukit 30
Lihat Camp Suku Anak Dalam di peta yang lebih besar
Informasi Geospasial : Undang-undang No 4/11
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2011
TENTANG : INFORMASI GEOSPASIAL
20 BUTIR KETENTUAN UMUM / DASAR-DASAR INFORMASI GEOSPASIAL
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Spasial adalah aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang mencakup lokasi, letak, dan posisinya.
2. Geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi,letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.
3. Data Geospasial yang selanjutnya disingkat DG adalah data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.
4. Informasi Geospasial yang selanjutnya disingkat IG adalah DG yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian.
5. Informasi Geospasial Dasar yang selanjutnya disingkat IGD adalah IG yang berisi tentang objek yang dapat dilihat secara langsung atau diukur dari kenampakan fisik di muka bumi dan yang tidak berubah dalam waktu yang relatif lama.
6. Informasi Geospasial Tematik yang selanjutnya disingkat IGT adalah IG yang menggambarkan satu atau lebih tema tertentu yang dibuat mengacu pada IGD.
7. Skala adalah angka perbandingan antara jarak dalam suatu IG dengan jarak sebenarnya di muka bumi.
8. Titik Kontrol Geodesi adalah posisi di muka bumi yang ditandai dengan bentuk fisik tertentu yang dijadikan sebagai kerangka acuan posisi untuk IG.
9. Jaring Kontrol Horizontal Nasional yang selanjutnya disingkat JKHN adalah sebaran titik kontrol geodesi horizontal yang terhubung satu sama lain dalam satu kerangka referensi.
10. Jaring Kontrol Vertikal Nasional yang selanjutnya disingkat JKVN adalah sebaran titik kontrol geodesi vertikal yang terhubung satu sama lain dalam satu
kerangka referensi.
11. Jaring Kontrol Gayaberat Nasional yang selanjutnya disingkat JKGN adalah sebaran titik kontrol geodesi gayaberat yang terhubung satu sama lain dalam satu kerangka referensi.
12. Peta Rupabumi Indonesia adalah peta dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah darat.
13. Peta Lingkungan Pantai Indonesia adalah peta dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah pesisir.
14. Peta Lingkungan Laut Nasional adalah peta dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah laut.
15. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
16. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
17. Badan adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang mempunyai tugas, fungsi, dan kewenangan yang membidangi urusan tertentu dalam hal ini bidang penyelenggaraan IGD.
18. Instansi Pemerintah adalah kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.
19. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, atau badan usaha.
20. Badan Usaha adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha yang berbadan hukum.
Minggu, 29 Mei 2011
Jumat, 27 Mei 2011
Kamis, 26 Mei 2011
Selasa, 24 Mei 2011
Senin, 23 Mei 2011
Disertasi : Harmonisasi Hukum dan Teknologi Geospasial untuk Pengembangan Kawasan Perbatasan
Sudah menjadi rahasia umum bahwa situasi dan kondisi kawasan perbatasan RI tidak ideal sebagai kawasan yang memiliki peran penting bagi sebuah negara.
Hampir semua literatur dan penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar kawasan perbatasan RI dalam kondisi yang terbelakang, utamanya dari sisi kesejahteraan (prosperity), keamanan (security) dan infrastruktur. Kondisi yang tidak boleh dibiarkan dan perlu mendapatkan perhatian serta penanganan serius dari semua pihak.
Pandangan tersebut dikemukakan Mahendra Putra Kurnia, mahasiswa S3 ilmu hukum universitas Brawijaya dalam disertasinya yang diuji pada hari Sabtu (02/04). Disertasinya mengambil judul "Hukum Kewilayahan Indonesia : Harmonisasi Hukum Pengembangan Kawasan Perbatasan NKRI Berbasis Teknologi Geospasial". Secara filosofis, menurut Mahendra, problematika di kawasan perbatasan di Indonesia terletak pada landasan filsafat atau pandangan menjadi dasar cita-cita dan tujuan pendirian negara RI.
Konsepsi tentang ruang negara juga merupakan problematika teoritis banyak pejabat Indonesia selain tidak paham Hukum Laut Internasional meskipun memerintah negara kepulauan juga tidak punya kesadaran ruang dan kesadaran garis batas sebagaimana diajarkan dalam geopolitik.
Beralih ke problematika yuridis, permasalahan kawasan perbatasan tidak hanya sekedar menegaskan garis batas negara, tetapi jauh lebih penting perbatasan sebagai bagian dari wilayah negara dimana pengelolaannya tidak terlepas dari kebijakan maupun peraturan yang bersifat nasional sehingga dapat tercipta lingkungan yang kondusif baik untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Mahendra berpendapat terdapat banyak tumpang tindih undang-undang dan lembaga yang mengatur mekanisme perbatasan RI. Banyak terdapat disharmoni (atau ketidaksinkronan) dalam perundang-undangan seperti terjadinya perbedaan penafsiran kewenangan dalam kerangka otonomi daerah.
Masalah lain misalnya instrument hukum ratifikasi perjanjian batas negara dan titik koordinat yang beragam. Dari segi lembaga pun tidak efektif dan efisien karena jumlah institusi yang terlibat banyak dan sering tumpang tindih. Mereka menggunakan data informasi yang tidak sama dalam mengambil suatu kebijakan. Oleh karenanya, Mahendra menawarkan konsep pembaruan hukum dengan ide one regulation one body.
Ide one regulation dikonkritkan dengan usulan pembentukan UU wilayah NKRI yang secara substansial mengatur seluruh aspek kewilayahan NKRI, baik yang berada di bawah kedaulatan penuh, hak berdaulat ataupun hak-hak lain sebagaimana diatur hukum internasional, mulai dari bawah tanah sampai ruang angkasa, termasuk di dalamnya, pengaturan dan pembentukan badan yang berkempeten dan berwewenang atas kawasan perbatasan.
Dari ide one regulation one body ini, paradigm yang diharapkan adalah pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI yang komprehensif, efektif, efisien, dan berbasis teknologi. Teknologi yang dimaksud di sini adalah teknologi geospasial yang menghasilkan data dan informasi geospasial. Data dan informasi geospasial ini wajib dimanfaatkan dalam setiap proses pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI (termasuk kawasan perbatasan di dalamnya).
Mahendra menyarankan supaya para pemangku kebijakan dan juga masyarakat Indonesia disarankan agar mulai mengubah paradigm dan orientasi pembanguan kewilayahan NKRI konvensional menjadi pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI yang komprehensif, efektif, efisien, dan berbasis teknologi.
Tanpa harus menunggu lagi ide UU wilayah NKRI dan ide BNKP RI terealisasi, setiap kegiatan perencanaan pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI wajib memanfaatkan teknologi geospasial yang menghasilkan data dan informasi geospasial sebagai bagian dari proses perencanaan tersebut.
Walaupun sesungguhnya pemanfaatan teknologi geospasial ini tidak terbatas pada kegiatan perencanaan saja, tetapi sangat penting juga untuk dimanfaatkan pada kegiatan penataan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI.
Mahendra Putra Kurnia SH., MH., pria kelahiran Malang. Jenjang pendidikan S1, S2, dan S3 ia tempuh di UB. Sejak tahun 2003 ia tercatat sebagai dosen tetap di FH Universitas Mulawarman Samarinda Kalimantan Timur dan mengampu mata kuliah hukum internasional, hukum organisasi internasional, dan hukum perniagaan internasional. Aktif sebagai pemimpin redaksi risalah hukum, sebuah jurnal hukum di Universitas Mulawarman.
Ia juga aktif menulis buku-buku ilmiah ilmu hukum di antaranya "Pedoman Naskah Akademik Perda Partisipatif" dan "Hukum Kewilayahan Indonesia : Dasar Lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dan Konsep Pengelolaan Pulau-pulau Terluar NKRI"
Sumber : http://hukum.ub.ac.id/newsdetail.php?id=101
Hampir semua literatur dan penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar kawasan perbatasan RI dalam kondisi yang terbelakang, utamanya dari sisi kesejahteraan (prosperity), keamanan (security) dan infrastruktur. Kondisi yang tidak boleh dibiarkan dan perlu mendapatkan perhatian serta penanganan serius dari semua pihak.
Pandangan tersebut dikemukakan Mahendra Putra Kurnia, mahasiswa S3 ilmu hukum universitas Brawijaya dalam disertasinya yang diuji pada hari Sabtu (02/04). Disertasinya mengambil judul "Hukum Kewilayahan Indonesia : Harmonisasi Hukum Pengembangan Kawasan Perbatasan NKRI Berbasis Teknologi Geospasial". Secara filosofis, menurut Mahendra, problematika di kawasan perbatasan di Indonesia terletak pada landasan filsafat atau pandangan menjadi dasar cita-cita dan tujuan pendirian negara RI.
Konsepsi tentang ruang negara juga merupakan problematika teoritis banyak pejabat Indonesia selain tidak paham Hukum Laut Internasional meskipun memerintah negara kepulauan juga tidak punya kesadaran ruang dan kesadaran garis batas sebagaimana diajarkan dalam geopolitik.
Beralih ke problematika yuridis, permasalahan kawasan perbatasan tidak hanya sekedar menegaskan garis batas negara, tetapi jauh lebih penting perbatasan sebagai bagian dari wilayah negara dimana pengelolaannya tidak terlepas dari kebijakan maupun peraturan yang bersifat nasional sehingga dapat tercipta lingkungan yang kondusif baik untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Mahendra berpendapat terdapat banyak tumpang tindih undang-undang dan lembaga yang mengatur mekanisme perbatasan RI. Banyak terdapat disharmoni (atau ketidaksinkronan) dalam perundang-undangan seperti terjadinya perbedaan penafsiran kewenangan dalam kerangka otonomi daerah.
Masalah lain misalnya instrument hukum ratifikasi perjanjian batas negara dan titik koordinat yang beragam. Dari segi lembaga pun tidak efektif dan efisien karena jumlah institusi yang terlibat banyak dan sering tumpang tindih. Mereka menggunakan data informasi yang tidak sama dalam mengambil suatu kebijakan. Oleh karenanya, Mahendra menawarkan konsep pembaruan hukum dengan ide one regulation one body.
Ide one regulation dikonkritkan dengan usulan pembentukan UU wilayah NKRI yang secara substansial mengatur seluruh aspek kewilayahan NKRI, baik yang berada di bawah kedaulatan penuh, hak berdaulat ataupun hak-hak lain sebagaimana diatur hukum internasional, mulai dari bawah tanah sampai ruang angkasa, termasuk di dalamnya, pengaturan dan pembentukan badan yang berkempeten dan berwewenang atas kawasan perbatasan.
Dari ide one regulation one body ini, paradigm yang diharapkan adalah pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI yang komprehensif, efektif, efisien, dan berbasis teknologi. Teknologi yang dimaksud di sini adalah teknologi geospasial yang menghasilkan data dan informasi geospasial. Data dan informasi geospasial ini wajib dimanfaatkan dalam setiap proses pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI (termasuk kawasan perbatasan di dalamnya).
Mahendra menyarankan supaya para pemangku kebijakan dan juga masyarakat Indonesia disarankan agar mulai mengubah paradigm dan orientasi pembanguan kewilayahan NKRI konvensional menjadi pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI yang komprehensif, efektif, efisien, dan berbasis teknologi.
Tanpa harus menunggu lagi ide UU wilayah NKRI dan ide BNKP RI terealisasi, setiap kegiatan perencanaan pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI wajib memanfaatkan teknologi geospasial yang menghasilkan data dan informasi geospasial sebagai bagian dari proses perencanaan tersebut.
Walaupun sesungguhnya pemanfaatan teknologi geospasial ini tidak terbatas pada kegiatan perencanaan saja, tetapi sangat penting juga untuk dimanfaatkan pada kegiatan penataan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI.
Mahendra Putra Kurnia SH., MH., pria kelahiran Malang. Jenjang pendidikan S1, S2, dan S3 ia tempuh di UB. Sejak tahun 2003 ia tercatat sebagai dosen tetap di FH Universitas Mulawarman Samarinda Kalimantan Timur dan mengampu mata kuliah hukum internasional, hukum organisasi internasional, dan hukum perniagaan internasional. Aktif sebagai pemimpin redaksi risalah hukum, sebuah jurnal hukum di Universitas Mulawarman.
Ia juga aktif menulis buku-buku ilmiah ilmu hukum di antaranya "Pedoman Naskah Akademik Perda Partisipatif" dan "Hukum Kewilayahan Indonesia : Dasar Lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dan Konsep Pengelolaan Pulau-pulau Terluar NKRI"
Sumber : http://hukum.ub.ac.id/newsdetail.php?id=101
UU tentang Informasi Geospasial
RUU tentang Informasi Geospasial (RUU-IG) yang diajukan Pemerintah kepada DPR-RI pada tanggal 16 Februari 2010, telah disetujui Rapat Kerja Komisi VII DPR-RI dan Pemerintah untuk dibawa ke Sidang Paripurna DPR-RI mendatang.
Pemerintah diwakili Menteri Negara Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata, dan pimpinan Komisi VII telah menandatangani naskah persetujuan tersebut. Selanjutnya naskah otentik RUU-IG serta penjelasannya pun telah diparaf para pimpinan fraksi di Komisi VII dan Kepala Bakosurtanal, Asep Karsidi, sebagai wakil pemerintah.
Bagi segenap Warga Negara Indonesia (WNI), hadirnya UU-IG merupakan satu jaminan yang melengkapi hak dalam memperoleh informasi untuk meningkatkan kualitas pribadi dan kualitas lingkungan sosial sebagaimana dituangkan pada Pasal 28F, UUD 1945.
Lahirnya UU-IG juga didedikasikan untuk mendukung pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya di negeri ini bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, di masa kini dan masa yang akan datang, sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
UU-IG memuat prinsip penting, bahwa informasi geospasial dasar (IGD) dan secara umum informasi geospasial tematik (IGT) yang diselenggarakan instansi pemerintah dan pemerintah daerah bersifat terbuka.
Semangat UU ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Artinya segenap WNI dapat mengakses dan memperoleh IGD dan sebagian besar IGT untuk dipergunakan dan dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan. Masyarakat pun dapat berkontribusi aktif dalam pelaksanaan penyelenggaraan IG, sehingga diharapkan industri IG dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Sementara itu segenap penyelenggaraan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah yang terkait dengan geospasial (ruang-kebumian) wajib menggunakan IG yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Perlu pula disampaikan prinsip lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu bahwa IGT wajib mengacu kepada IGD. Prinsip atau aturan ini diberlakukan untuk menjamin adanya kesatupaduan (single referency) seluruh IG yang ada. Sehingga tidak ada lagi kejadian tumpang tindih IG dan perbedaan referensi geometri pada IG.
Sebagaimana dimaklumi, tumpang tindihnya pembuatan berbagai IG, atau lebih dikenal secara umum dengan kata "peta", saat ini masih sering terjadi, hal ini mengakibatkan borosnya anggaran pembangunan. Sementara itu perbedaan referensi geometris sering berakibat pada ketidakpastian hukum.
Ketika dua atau lebih kawasan digambarkan secara tidak akurat di lapangan, misalnya terjadi pada ketidaksepahaman masalah batas wilayah administratif hingga masalah batas wilayah negara, atau antara kawasan tertentu kehutanan dengan kawasan pengelolaan pertambangan.
IGD secara definisi di dalam UU-IG terdiri atas jaring kontrol geodesi dan peta dasar. Jaring kontrol geodesi menjadi acuan referensi posisi horizontal dan vertikal serta acuan gayaberat.
Peta dasar merepresentasikan berbagai unsur penting di muka bumi yang dapat menjadi acuan geometris (titik, garis dan poligon atau luasan) di darat, pesisir dan laut, seperti garis pantai, hipsografi (garis kontur dan/atau garis batimetri), jaringan transportasi dan utilitas, hidrologi (perairan), batas wilayah, nama geografis (atau nama rupabumi), bangunan dan fasilitas umum, dan penutup lahan.
IGT adalah informasi geospasial yang memuat satu atau lebih tema tertentu. IGT sangat beragam, baik pada pemerintahan ataupun pada masyarakat. Instansi pemerintah bertanggung jawab menyelenggarakan IG terkait dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.
Contoh IGT yang diselenggarakan dalam rangka pemerintahan antara lain IG: pertanahan, kehutanan, pertanian, perkebunan, kelautan, pertambangan, perhubungan, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, penataan ruang, pariwisata, cagar alam, dan penanggulangan bencana. Sementara masyarakat dan badan usaha dapat menyelenggarakan IGT, seperti informasi perkotaan, perhotelan, restoran, panduan navigasi elektronik, perumahan/real estate, dan lain-lain. Mereka dapat membuat IG untuk kepentingan sendiri atau sebagai komoditas komersial dalam jasa IG.
Kami berharap dengan lahirnya UU-IG ini dapat menjamin kemudahan akses untuk memperoleh IG yang sistematis, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga kebijakan dan pelayanan publik, khususnya yang terkait dengan kebijakan ruang-kebumian, akan lebih akurat dan terpercaya. Selain itu industri IG dapat tumbuh, hingga pemanfaatan IG dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di tanah air.
Informasi Lebih Lanjut:
Ir. Muhtadi Ganda Sutrisna
(Kepala Biro Perencanaan dan Hukum)
Telp. 08129576408
Dra. Trini Hastuti, M.Sc.
(Kepala Pusat Pelayanan Jasa dan Informasi)
Telp. 081316959513
Sumber : http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/uu-tentang-informasi-geospasial/
Pemerintah diwakili Menteri Negara Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata, dan pimpinan Komisi VII telah menandatangani naskah persetujuan tersebut. Selanjutnya naskah otentik RUU-IG serta penjelasannya pun telah diparaf para pimpinan fraksi di Komisi VII dan Kepala Bakosurtanal, Asep Karsidi, sebagai wakil pemerintah.
Bagi segenap Warga Negara Indonesia (WNI), hadirnya UU-IG merupakan satu jaminan yang melengkapi hak dalam memperoleh informasi untuk meningkatkan kualitas pribadi dan kualitas lingkungan sosial sebagaimana dituangkan pada Pasal 28F, UUD 1945.
Lahirnya UU-IG juga didedikasikan untuk mendukung pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya di negeri ini bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, di masa kini dan masa yang akan datang, sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
UU-IG memuat prinsip penting, bahwa informasi geospasial dasar (IGD) dan secara umum informasi geospasial tematik (IGT) yang diselenggarakan instansi pemerintah dan pemerintah daerah bersifat terbuka.
Semangat UU ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Artinya segenap WNI dapat mengakses dan memperoleh IGD dan sebagian besar IGT untuk dipergunakan dan dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan. Masyarakat pun dapat berkontribusi aktif dalam pelaksanaan penyelenggaraan IG, sehingga diharapkan industri IG dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Sementara itu segenap penyelenggaraan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah yang terkait dengan geospasial (ruang-kebumian) wajib menggunakan IG yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Perlu pula disampaikan prinsip lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu bahwa IGT wajib mengacu kepada IGD. Prinsip atau aturan ini diberlakukan untuk menjamin adanya kesatupaduan (single referency) seluruh IG yang ada. Sehingga tidak ada lagi kejadian tumpang tindih IG dan perbedaan referensi geometri pada IG.
Sebagaimana dimaklumi, tumpang tindihnya pembuatan berbagai IG, atau lebih dikenal secara umum dengan kata "peta", saat ini masih sering terjadi, hal ini mengakibatkan borosnya anggaran pembangunan. Sementara itu perbedaan referensi geometris sering berakibat pada ketidakpastian hukum.
Ketika dua atau lebih kawasan digambarkan secara tidak akurat di lapangan, misalnya terjadi pada ketidaksepahaman masalah batas wilayah administratif hingga masalah batas wilayah negara, atau antara kawasan tertentu kehutanan dengan kawasan pengelolaan pertambangan.
IGD secara definisi di dalam UU-IG terdiri atas jaring kontrol geodesi dan peta dasar. Jaring kontrol geodesi menjadi acuan referensi posisi horizontal dan vertikal serta acuan gayaberat.
Peta dasar merepresentasikan berbagai unsur penting di muka bumi yang dapat menjadi acuan geometris (titik, garis dan poligon atau luasan) di darat, pesisir dan laut, seperti garis pantai, hipsografi (garis kontur dan/atau garis batimetri), jaringan transportasi dan utilitas, hidrologi (perairan), batas wilayah, nama geografis (atau nama rupabumi), bangunan dan fasilitas umum, dan penutup lahan.
IGT adalah informasi geospasial yang memuat satu atau lebih tema tertentu. IGT sangat beragam, baik pada pemerintahan ataupun pada masyarakat. Instansi pemerintah bertanggung jawab menyelenggarakan IG terkait dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.
Contoh IGT yang diselenggarakan dalam rangka pemerintahan antara lain IG: pertanahan, kehutanan, pertanian, perkebunan, kelautan, pertambangan, perhubungan, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, penataan ruang, pariwisata, cagar alam, dan penanggulangan bencana. Sementara masyarakat dan badan usaha dapat menyelenggarakan IGT, seperti informasi perkotaan, perhotelan, restoran, panduan navigasi elektronik, perumahan/real estate, dan lain-lain. Mereka dapat membuat IG untuk kepentingan sendiri atau sebagai komoditas komersial dalam jasa IG.
Kami berharap dengan lahirnya UU-IG ini dapat menjamin kemudahan akses untuk memperoleh IG yang sistematis, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga kebijakan dan pelayanan publik, khususnya yang terkait dengan kebijakan ruang-kebumian, akan lebih akurat dan terpercaya. Selain itu industri IG dapat tumbuh, hingga pemanfaatan IG dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di tanah air.
Informasi Lebih Lanjut:
Ir. Muhtadi Ganda Sutrisna
(Kepala Biro Perencanaan dan Hukum)
Telp. 08129576408
Dra. Trini Hastuti, M.Sc.
(Kepala Pusat Pelayanan Jasa dan Informasi)
Telp. 081316959513
Sumber : http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/uu-tentang-informasi-geospasial/
Rabu, 18 Mei 2011
Selasa, 17 Mei 2011
Syarat-syarat Meng-Layout Peta
Syarat -syarat meng-Layout peta adalah melengkapi peta dengan menambahkan unsur-unsur sebagai berikut :
1. Peta Utama
2. Garis Lat dan Long
3. Judul Peta
4. Arah Mata Angin
5. Skala Angka
6. Skala Batang
7. Legenda/Keterangan
8. Peta Situasi
9. Sumber Peta
10.Nama Pembuat Peta
11.Waktu Pembuatan Peta
12.Gambar-gambar pendukung.
Design penempatan unsur-unsur tersebut bebas namun harus mengandung nilai keindahan (estetika) karena peta itu sendiri adalah garis abstrak dan rumit. Jangan membuat peta seperti anak TK yang baru belajar menggambar.
Butuh seni dalam meng-layout peta, sehingga peta yang ditampilkan mudah di baca dan di mengerti oleh yang menggunakannya (publik).
1. Peta Utama
2. Garis Lat dan Long
3. Judul Peta
4. Arah Mata Angin
5. Skala Angka
6. Skala Batang
7. Legenda/Keterangan
8. Peta Situasi
9. Sumber Peta
10.Nama Pembuat Peta
11.Waktu Pembuatan Peta
12.Gambar-gambar pendukung.
Design penempatan unsur-unsur tersebut bebas namun harus mengandung nilai keindahan (estetika) karena peta itu sendiri adalah garis abstrak dan rumit. Jangan membuat peta seperti anak TK yang baru belajar menggambar.
Butuh seni dalam meng-layout peta, sehingga peta yang ditampilkan mudah di baca dan di mengerti oleh yang menggunakannya (publik).
Senin, 16 Mei 2011
Misi Peletakan Spektrometer di Stasiun Antariksa Internasional
Space Shuttle Endeavour meniggalkan NASA Kennedy Space Center di Florida pada misi akhir. Komandan Mark Kelly dan kru akan memberikan Spektrometer Alpha Magnetic ke Stasiun Antariksa Internasional.
Jumat, 13 Mei 2011
Kamis, 12 Mei 2011
Fungsi Satelit Aquarius : Pemantau Iklim
Kadar garam permukaan laut memiliki pengaruh besar pada iklim bumi. Dengan Satelite Aquarius, para ilmuwan akan memiliki cara baru untuk mengukur apa mempengaruhi dengan cara yang konsisten. Satelite Aquarius akan membantu para pemodel iklim untuk lebih memahami proses-proses laut-atmosfer yang mengubah iklim bumi.
Selasa, 10 Mei 2011
Sabtu, 07 Mei 2011
Senin, 02 Mei 2011
Langganan:
Postingan (Atom)
Dr. Oldy, A. A : Dampak Penambahan Kuota Beasiswa terhadap Universitas Muara Bungo dan Masyarakat
Muara Bungo, 8 Desember 2024 – Penambahan kuota beasiswa di Universitas Muara Bungo (UMB) menjadi salah satu langkah strategis yang tidak...
STUDY TATA RUANG
Struktur Sungai
-
*Kota Sungai Penuh* — Alfin SH, calon kuat dalam pemilihan Wali Kota Sungai Penuh, kembali menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak hanya tentan...
POLA RUANG SUMATERA
Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi
BERHALE ISLAND
ISI IDRISI TAIGA
Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo
PERATURAN TATA RUANG
DOWNLOAD PETA-PETA
Labels
Study Tata Ruang
(6)
Geospasial
(3)
PETA RTRW
(3)
PERDA RTRW
(2)
Peta Taman Nasional Bukit 30
(2)
Gunung Kerinci
(1)
Perencanaan Wilayah dan Kota
(1)
Peta Administrasi
(1)
SPASIAL
(1)
TANYA-JAWAB
(1)
TNBT
(1)
UU No 4/11 Informasi Geospasial
(1)
COMMUNICATE
+62 812731537 01