Kontak Informasi WA/HP : 0812 7315 3701
Senin, 11 November 2019
Kamis, 07 Maret 2019
OCB : Prilaku anggota yang tidak terdapat dalam kotrak kerja dan mampu mempengaruhi kinerja organisasi beserta variabel pendukungya
Prilaku kewargaan anggota organisasi atau Organizational Citizenship Behaviors (OCB),
awalnya diartikan sebagai perilaku individu yang bersifat bebas, namun secara
tidak langsung mampu meningkatkan penghargaan formal organisasi, karena mampu
mempromosikan organisasi berfungsi secara efektif (Organ, 1988). Dengan kata
lain, anggota
melampaui persyaratan tugas organisasi, tidak hanya menyelesaikan kewajiban dan
tugas, mereka juga
memprakarsai tindakan sukarela di luar peran pekerjaan, membantu rekan kerja, dan menawarkan solusi-solusi (Organ, 1990).
Literatur terdahulu telah lama menekankan keunggulan gaya kepemimpinan transformasional dalam
mempromosikan OCB yang diharapkan (mis. Buil & Matute, 2018; Miao, Humphrey & Qian, 2018; Garba, Babalola &
Guo, 2018). Kepemimpinan
transformasional berdasarkan dari teori Burn (1978) adalah cara memotivasi anggota untuk
mengembangkan hubungan yang lebih dekat, memberikan inspirasi kepada mereka,
menawarkan tantangan untuk maju, serta mendorong peningkatan kemampuan para individu anggota (Nahum-Shani
& Somech, 2011). Lebih lanjut, Bass (1985) menambahkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional atau transformational leadership adalah cara pemimpin untuk mendorong keyakinan anggota, sikap serta nilai-nilai dasar anggota, sehingga mampu melakukan pekerjaan
di atas target yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Kemudian, ketika pemimpin berdua
saja (dyadic)
dengan anggota, maka hal ini dijelaskan pada teori pertukaran pemimpin
dan anggota atau teori Leader-Member Exchange (LMX). Teori ini menjelaskan hubungan pertukaran yang berbeda dengan setiap
anggota, mulai dari keadaan ekonomi hingga keadaan sosial (Dansereau, Graen & Haga, 1975; Liden & Maslyn, 1998). LMX memiliki
efek positif terhadap OCB, ketika jarak
pemimpin dengan anggota sangat dekat, maka mampu menyelesaikan tugas yang tinggi, karena
tim saling bergantungan (Anand, Vidyarthi & Rolnicki, 2018). Memimpin
kreativitas anggota yang terkait dengan prilaku anggota adalah bentuk LMX paling berkualitas
(Berg, Grimstad &
Černe, 2017).
Komitmen organisasi atau Organization Commitment (OC) adalah
konsep penting dalam manajemen. Para peneliti secara luas telah mempelajari
bidang ini, terutama dalam psikologi organisasi dan perilaku organisasi
(Jaramillo, Mulki, & Marshall, 2005; Meyer, Stanley, Herscovitch, &
Topolnytsky, 2002). OC sangat penting, karena kebutuhan dan minat
serta tujuan
anggota harus sesuai dengan kepentingan
organisasi agar mendapatkan anggota yang terbaik
(Devece, Palacios-Marqués, & Pilar Alguacil, 2016). OC adalah
kekuatan untuk mengikat anggota serta menstabilkan organisasi (Bentein, Vandenberg, Vandenberghe, &
Stinglhamber, 2005; Meyer & Herscovitch, 2001; Riketta, 2002).
Secara khusus,
Allen dan Meyer (1990) menyatakan bahwa ada tiga hal yang mendasari OC, yaitu;
afektif, normatif, dan kelanjutan. Komitmen organisasi afektif memiliki
relevansi yang lebih besar untuk memprediksi OCB daripada komitmen normatif dan
keberlanjutan, karena kinerja OCB
sering didorong oleh pengaruh emosi positif dari pada kewajiban atau penghargaan (Lee & Allen, 2002).
Kekuatan hubungan OC dan OCB akan meningkatan lamanya waktu anggota bekerja di organisasi (Ng & Feldman, 2011).
Hur dkk.
(2013) menemukan bahwa persepsi dukungan organisasi atau Perceived
Organization Support
(POS) memainkan peran sebagai
utusan dalam menentukan sikap dan perilaku anggota.
Sejauh mana anggota merasakan kontribusi pekerjaan mereka dihargai oleh organisasi, serta bagaimana
organisasi memperhatikan kesejahteraan mereka, hal itu adalah dasar dari teori POS (Eisenberger et al., 1986).
Tingkat perasaan anggota dari reflek POS, mereka merasakan
hal yang paling dalam karena organisasi peduli dan perhatian dengan mereka. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa POS yang dirasakan secara positif mempengaruhi perilaku anggota
organisasi atau OCB (Chiang & Hsieh, 2012). Berdasarkan hubungan timbal balik OCB dan
POS, tidak hanya membantu rekan kerja, tetapi juga
meningkatkan kepuasan kerja,
mempekuat komitmen
organisasi, mengurangi pengunduran diri dan absensi, sehingga merangsang tingkat kinerja anggota yang bekerja (Rhoades dan Eisenberger,
2002; Aselage dan Eisenberger, 2003).
Shore dan Wayne (1993) mencatat bahwa POS secara akurat memprediksi penguatan OCB
anggota.
Wayne dkk. (1997) telah menyelidiki persepsi pada sikap dan perilaku kerja, dan menemukan
bahwa ketika anggota merasa penting bagi organisasi, mereka cenderung untuk mengembangkan
kepercayaan dengan organisasi dan bersedia kondusif untuk pertumbuhan organisasi; jenis
tindakan yang diprakarsai sendiri ini terwujud dalam OCB.
TINJAUAN PUSTAKA
Allen, N. J., & Meyer, J. P. (1990). The measurement and antecedents of
affective, continuance, and normative commitment to the organization.
Journal of Occupational Psychology, 63,1−18.
Anand, S., Vidyarthi, P., & Rolnicki, S. (2018). Leader-member exchange and organizational
citizenship behaviors: Contextual effects of leader power distance and group
task interdependence. The Leadership Quarterly, 29(4), 489–500.
Aselage, J., Eisenberger, R., 2003. Perceived organizational support and psychological contracts: a theoretical integration. Journal of Organizational Behavior 24 (5),
491–509.
Bass, B. M. (1985). Leadership and Performance beyond
Expectations. New York: Free Press.
Bentein, K., Vandenberg, R. J., Vandenberghe, C., &
Stinglhamber, F. (2005). The role of
change in the relationship between commitment and turnover: A latent growth
modeling approach. The Journal of Applied Psychology, 90, 468−482.
Berg, S. T. S., Grimstad, A., Škerlavaj, M., & Černe,
M. (2017). Social and economic leader–member exchange and employee
creative behavior: The role of employee willingness to take risks and emotional
carrying capacity. European
Management Journal, 35(5), 676–687.
Buil, I., Martínez, E., & Matute, J. (2018). Transformational
leadership and employee performance: The role of identification, engagement and
proactive personality.
International Journal of Hospitality Management.
Burns, J. M. (1978). Leadership.
New York: Harper & Row
Chiang, C.-F., & Hsieh, T.-S. (2012). The impacts
of perceived organizational support and psychological empowerment on job
performance: The mediating effects of organizational citizenship behavior. International Journal of Hospitality Management,
31(1), 180–190
Devece, C., Palacios-Marqués, D., & Pilar Alguacil,
M. (2016). Organizational commitment and its effects on organizational
citizenship behavior in a high-unemployment environment. Journal of Business
Research, 69(5), 1857–1861
Dansereau, F., Jr., Graen, G., & Haga, W. J. (1975). A vertical dyad linkage approach to
leadership within formal organizations: A longitudinal investigation of the
role-making process. Organizational Behavior and Human Performance,
13,46–78.
Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S., Sowa, D.,
1986. Perceived organizational support. J. Appl. Psychol. 71 (3), 500–507.
Garba, O. A., Babalola, M. T., & Guo, L.
(2018). A social exchange perspective on why and when ethical
leadership foster customer-oriented citizenship behavior. International Journal of Hospitality
Management, 70, 1–8
Hur, W.M., Moon, T.W., Jun, J.K., 2013. The role of perceived organizational support
on emotional
labor in the airline industry.
Int. J. Contemp. Hosp. Manage. 25 (1), 105–123.
Jaramillo, F., Mulki, J. P., & Marshall, G. W.
(2005). A meta-analysis of the
relationship between organizational commitment and salesperson job performance:
25 years of research. Journal of Business Research, 58(6), 705–714.
Lee, K., & Allen, N. J. (2002). Organizational citizenship behavior and workplace deviance: The role of
affect and cognitions. The Journal of Applied Psychology, 87, 131−142
Liden, R. C., & Maslyn, J. M. (1998). Multi-dimensionality of leader-member
exchange:An empirical assessment through scale development. Journal of
Management, 24, 43–72.
Meyer, J. P., Stanley, D. J., Herscovitch, L., &
Topolnytsky, L. (2002). Affective,
continuance, and normative commitment to the organization: A meta-analysis of
antecedents, correlates, and consequences. Journal of Vocational Behavior,
61(1), 20–52.
Meyer, J. P., & Herscovitch, L. (2001). Commitment in
the workplace: Toward a general model. Human Resource Management Review, 11,
299−326.
Miao, C., Humphrey, R. H., & Qian, S. (2018). A
cross-cultural meta-analysis of how leader emotional intelligence influences
subordinate task performance and organizational citizenship behavior. Journal of World Business, 53(4), 463–474.
Nahum-Shani, I., & Somech, A. (2011). Leadership,
OCB and individual differences: Idiocentrism and allocentrism as moderators of
the relationship between transformational and transactional leadership and OCB.
The Leadership Quarterly, 22(2),
353–366.
Ng, T. W. H., & Feldman, D. C. (2011). Affective
organizational commitment and citizenship behavior: Linear and non-linear
moderating effects of organizational tenure. Journal of Vocational Behavior, 79(2), 528–537
Organ, D. W.
(1988). Organizational citizenship
behavior: The good soldier syndrome. Lexington, MA: Lexington Books.
Organ, D.W.,
1990. The motivational basis of
organizational citizenship behavior. Research in Organizational Behavior 12, 43–72.
Riketta, M.
(2002). Attitudinal organizational
commitment and job performance: A meta-analysis. Journal of Organizational
Behavior, 23, 257−266.
Rhoades, L.,
Eisenberger, R., 2002. Perceived
organizational support: a review of the literature. Journal of Applied
Psychology 87 (4), 698–714.
Keterpaduan Perencanaan Tata Ruang sebagai Kepentingan Dalam Manajemen Startegi untuk mengendalikan Peningkatan Penduduk di Kota Sungai Penuh
COHESION SPATIAL PLANNING AS STRATEGIC MANAGEMENT ESSENTIALS FOR HANDLED
SUNGAI PENUH INCREASED CITIZEN
Keterpaduan Perencanaan
Tata Ruang sebagai Kepentingan Dalam
Manajemen Startegi
untuk mengendalikan Peningkatan Penduduk pada Wilayah Kota Sungai
Penuh
Di susun oleh:
Oldy, Darham & Iswandi
Mahasiswa Ekonomi
UNIVERSITAS JAMBI
2019
ABSTRAK
Sedikit sekali makalah yang menulis keterpaduan antara perencanaan tata
ruang sebagai kepentingan dalam manajemen strategi. Perencanaan Tata Ruang
merupakan exploitasi geografi dari cermin lingkup kebijakan yang dibuat dalam
masyarakat terkait dengan perekonomian, social, dan kebudayaan mereka. Dengan mengoptimalisasi pemanfaatan ruang maka akan berdampak pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi
dan meratanya kesejahteraan penduduk. Selain itu, mampu mencegah terjadinya
pemanfaatan ruang yang berlebihan yang berdampak pada kerusakan
lingkungan. Untuk itu, diperlukan seni dan ilmu dalam memformulasi, mengimplentasi,
dan mengevaluasi keputusan lintas sector tersebut serta memperbanyak dalam membuat hal-hal baru yang sehingga mampu
mengoptimalisasikan trend esok pada saat ini. Kota Sungai Penuh dalam 10 tahun
belakang ini mengalami pertumbuhan penduduk yang cepat, namun disisi lain, ruang tampung untuk pertambahan penduduk terkendala
terhadap batasan ruang yang telah di atur.
Perencanaan tata ruang sangat penting dalam keterpaduan manajemen
strategi. Dalam perpaduan tersebut maka dapat dilihat sejauh mana ruang itu
bergerak dan berposes. Studi ini memaparkan
Keterpaduan Perancanaan Tata Ruang sebagai Kepentingan dalam Manajemen Strategi
terhadap Pertumbuhan Penduduk Kota Sungai Penuh yang analisis menggunakan data
BPS dan data Geo Info System (GIS).
PENDAHULUAN
Perencanaan strategi tata ruang
berupaya untuk mempromosikan ketaatan terhadap perencanaan tata ruang yang
terintegrasi dengan sistem manajemen penggunaan lahan serta memberikan efek
pada peningkatan ekonomi social, lingkungan, keberlanjutan dan ketahanan yang dibutuhankan masyarakat untuk jangka panjang (eThekwini Municipality,
2011). Pentingnya penataan ruang, karena ruang yang ada dan tersedia sangat
terbatas. Di sisi lain, ruang sangat dibutuhkan sehingga tanpa pengaturan yang
baik akan terjadi konflik diantara pihak yang memanfaatkan ruang. Perencanaan tata ruang digunakan oleh sektor publik untuk mempengaruhi
distribusi sumber daya dan aktivitas ruang dari berbagai jenis dan skala
(Nilsson and Ryden, 2007 : 205).
Definis dari perencanaan tata ruang mulai diadopsi
pada tahun 1983 oleh Konferensi Menteri-menteri Perencanaan Regional Eropa yang
mengartikan bahwa perencanaan tata ruang mampu memberikan pengalaman wilayah
geografis terhadap tekanan ekonomi, sosial, budaya dan kebijakan ekonomi (Council
of Europe, 2010). Definisi ini
menetapkan perencanaan tata ruang dalam konteks yang luas dan lintas sector,
tantangan perencanaan tata ruang hanya berfokus pada perencanaan penggunaan
lahan, strategi pembangunan dan saling terkait dengan kebijakan regional serta
lingkungan (Nilsson and Ryden, 2007 : 205).
Manajemen strategis adalah seni dan
ilmu dalam merumuskan, menerapkan dan mengevaluasi keputusan lintas sector yang
memungkinkan organisasi untuk mencapai tujuan, manajemen strategis berfokus
pada penyatuan sistem informasi untuk mencapai keberhasilan organisasi. Istilah
manajemen strategis dalam teks ini digunakan secara sinonim dengan istilah
perencanaan strategi (Fred & Forest, 2017 : 33). Perencanaan tata ruang adalah ekspresi geografis
yang merupakan cermin lingkup kebijakan yang dibuat dalam masyarakat terkait
dengan perekonomian, sosial, dan kebudayaan mereka Metode metode
perencanaan ruang digunakan oleh sektor-sektor umum untuk membentuk alur
distribusi sumber daya dan aktivitas yang terjadi dalam sebuah ruang dengan
berbagai jenis dan skala (Nilsson & Ryden, 2005).
Luasnya dasar pengamatan
tentang rencana tata ruang dengan
keanekaragaman tujuan yang memunculkan perencanaan penggunaan lahan, rencana strategi dalam mempengaruhi corak penggunaan lahan dan permukaan
lahan (Couclelis, 2005). Kota Sungai penuh dari
2010 hingga 2018 mengalami pertambahan penduduk rata-rata 814 jiwa atau sekitar
12,4 persen pertahun dengan jumlah penduduk pada Tahun 2018 sebanyak 89.994
jiwa (BPS Kota Sungai Penuh, 2019). Laju pertumbuhan penduduk dari Tahun
2010 sampai dengan 2018 rata-rata pertumbuhan 814 jiwa (Analisis Statistik),
ini menunjukan bahwa pertumbuhan itu memerlukan ruang-ruang, di sisi lain
ruang-ruang yang ada telah memiliki kegunaan yang telah diatur.
Tujuan utama dari
studi ini adalah menyelidiki pertumbuhan penduduk terhadap ruang yang tersedia
di Kota Sungai Penuh. Studi ini berupaya untuk menjawab pertanyaan berikut ini;
Apakah pertumbuhan penduduk mampu menampung keruangan yang ada dala Kota Sungai
Penuh dan bagaimana peran manajemen strategi dalam mensikapi pertumbuhan
penduduk tersebut karena ruang tidak akan pernah tumbuh?
Unit analisis dari
studi ini adalah menggunakan program ArcGIS untuk mengelola keruangan sebagai
bahan pertimbangan terhadap pertumbuhan Penduduk Kota Sungai Penuh kedepan,
mengingat adanya batasan-batas ruang yang tidak bisa digunakan sebagai
pemukiman.
TELAAH PUSTAKA
PERTUMBUHAN PENDUDUK
Trend pertumbuhan jumlah
penduduk Kota Sungai Penuh terus meningkat. Untuk itu perlu strategi yang mampu
mengartikan trend tersebut dalam bentuk jangka panjang (Fred & Forest, 2017
: 40). Perencanaan manajemen
adalah instrument penting dalam pengembangan ruang yang secara terus menerus,
disana ada permintaan dan ekspektasi yang mendukung masyarakat untuk hidup
lebih lestari (Nilsson and Ryden, 2007 : 206).
Tabel 1. Jumlah penduduk Kota Sungai Penuh dalam 10
tahun belakang
NO
|
TAHUN
|
JUMLAH
|
PERTAMBAHAN/ JIWA
|
LUAS
WILAYAH / HEKTAR
|
KEPADATAN /HA
|
1
|
2010
|
82.619
|
0
|
2326
|
|
2
|
2011
|
83.505
|
886
|
2326
|
2,6
|
3
|
2012
|
84.376
|
871
|
2326
|
2,7
|
4
|
2013
|
85.327
|
951
|
2326
|
2,4
|
5
|
2014
|
86.220
|
893
|
2326
|
2,6
|
6
|
2015
|
87.132
|
912
|
2326
|
2,6
|
7
|
2016
|
87.971
|
839
|
2326
|
2,8
|
8
|
2017
|
88.918
|
947
|
2326
|
2,5
|
9
|
2018
|
89.944
|
1.026
|
2326
|
2,3
|
|
RATA-RATA
/ TAHUN
|
915
|
2326
|
2,5
|
Sumber : Diolah dari BPS
Sei Penuh 2019
Pertumbuhan penduduk
tersebut tersebar pada ruang pemukiman yang telah ditetapkan dalam peraturan.
Rencana Tata Ruang Kota Sungai Penuh yang diatur oleh Peraturan daerah Nomor 5
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sungai Penuh Tahun 2011 –
2031. Dalam aturan tersebut menampilkan peta rencana struktur ruang dan peta
rencana pola ruang. Untuk melihat lebih
lengkapnya tentang luas ruang yang diatur dalam Peraturan Daerah tersebut dapat
di lihat pada table luas ruang di bawah ini.
Tabel 2. Luas Tata Ruang Kota Sungai Penuh
NO
|
KETERANGAN
|
LUAS (HA)
|
1
|
T N K S
|
23.594
|
2
|
HUTAN PRODUKSI
|
931
|
3
|
AREA RESAPAN AIR
|
193
|
4
|
PERTANIAN & PERKEBUNAN
|
6.201
|
5
|
PEMUKIMAN
|
2.326
|
6
|
PERSAWAHAN
|
2.876
|
|
TOTAL
|
36.120
|
Sumber : Diolah dari data RTRW Sei Penuh 2012
Perencanaan strategi
diasumsikan sebagai objek yang tidak dapat berdiri sendiri (Calvaresi 1997).
Strategi di dalam perencanaan dari masa lalu hingga kini memiliki makna yang
berbeda serta dikembangkan dalam disiplin ilmu lain (Sartorio, 2005). Luas tata
ruang diatas diatas dapat dilihat melalui peta dibawah ini.
Gambar 1. Peta Struktur Ruang Sei Penuh
Sumber : Bappeda Sei. Penuh.
Sumber : Analisis GIS
PERENCANAAN TATA RUANG
Perencanaan tata ruang adalah ekspresi geografis yang merupakan cermin
lingkup kebijakan yang dibuat dalam masyarakat terkait dengan perekonomian,
sosial, dan kebudayaan mereka Metode metode perencanaan ruang digunakan
oleh sektor-sektor umum untuk membentuk alur distribusi sumber daya dan
aktivitas yang terjadi dalam sebuah ruang dengan berbagai jenis dan skala
(Nilsson & Ryden, 2005). Luasnya dasar pengamatan
tentang rencana tata ruang dengan
keanekaragaman tujuan yang memunculkan perencanaan penggunaan lahan, rencana strategi dalam mempengaruhi corak penggunaan lahan dan permukaan lahan (Couclelis, 2005).
Perencanaan strategi
dapat dianggap seperangkat konsep, prosedur dan alat, perlu untuk menerapkan
definisi yang lebih komprehensif untuk beralih ke konsep perencanaan tata ruang
yang strategis (Albrechts, 2004). Perencanaan tata ruang adalah sebuah koordinasi dari kebijakan dan praktek yang
mempengaruhi organisasi dan secara logis untuk mengintegrasikan beragam
kebijakan yang berdampak pada suatu wilayah keruang (Van Assche &
Verschraegen, 2008; Van Assche, 2012).
Diantara banyaknya
tujuan perencanaan ruang, para peneliti dan pemerintah memiliki peluang untuk
mengendalikan proses urban dengan mengutamakan pengemabngan kota dan wilayah
yang berkelanjutan ( Collier dkk., 2013). Fokus pada bentangan dan mengutamakan penjelasan sejarah serta
keterangan dari perubahan lahan (mis. Seabrook dkk., 2006; Thapa & Rasul, 2006;
Bieling dkk. 2013). Penelitian-penelilitian
kualitatif lainya, menggunakan pendekatan yang berbeda dan focus pada
kontribusi perencanaan dan kebijakan untuk perubahan lahan, penelitian ini
mengarah pada pengaruh kebijakan dan perencanaan yang saling mempengaruhi bagi
pelaku dan yang dikendalikan (mis. Bicík dkk., 2001; Hersperger and Bürgi,
2010; Zhu, 2013; Hersperger et al., 2014; Pagliarin, 2017).
Pendekatan secara
kuantitatif biasanya menggunakan model pendekatan regresi (mis.
Hu and Lo, 2007; Liu et al., 2011; Kasraian et al., 2018), ANOVA
(Warren et al., 2011) untuk menyelidiki kontribusi perencanaan dan kebijakan
pada perubahan lahan. Secara khas, perencanaan
ini mewakili pendekatan yang sederhana untuk kegiatan koservasi dan factor yang
mempengaruhinya (mis. Hu and Lo 2017) atau area pertumbuhan yang di rancang
untuk melihat dampaknya (mis. Kasraian et al., 2018). Pendekatan kuantitatif
mampu menetapkan peran kebijakan konservasi untuk menjaga area yang
terbuka (mis. Kasraian et al., 2017) menjaga
pertumbuhan (mis. Liu et al., 2011), sangat tepat sebagai batasan untuk
perubahan tanaman dari bukan tempat
aslinya (e.g. Osman et al. 2016 for Cairo, Egypt).
PENTINGNYA MANAJEMEN STRATEGI TERHADAP PERENCANAAN TATA
RUANG
Proses manajemen strategi
mengandung tiga tahapan, yaitu ; strategi formulasi, strategi implementasi dan
strategi evaluasi (Fred &Forest, 2017). Implementasi perencanaan
tata ruang sangat komplek, proses ini melibatkan startegi formulasi,
peningkatan kapasitas pemerintahan, menemukan pengeolaan yang tepat dari
pengaturan pemerintah, ini dibentuk dari kemampuan konfigurasi yang
komplek Oliver E & Hersperger, A.M.,
2018). Bagaimanapun juga,
konsep dari perencanaan ruang harus mengawal pada penggunaan ruang yang lebi
baik sebagai untuk kedepannya, itulah tantangannya (McNeill dkk., 2014). Banyak para peneliti
mengendalikan perencanaan ruang melalui pendekatan kualitatif, sebagai
kebijakan dalam mempengaruhi perencaanan tatar uang (Plieninger et al. 2016).
Perencanaan tata ruang
strategis adalah proses sosial dalam beragam hubungan dan kelembagaan bersatu
untuk merancang proses pembuatan rencana dan mengembangkan konten dan strategi
dalam pengelolaan perubahan keruangan (Healey, 1987). Perencanaan strategis
adalah salah satu alat penting bagi kota untuk memperkuat posisi mereka dalam
kerangka kebijakan pembangunan holistik dan agar mereka dapat memberikan
keberlanjutan (Ozden, 2016).Pengembangan strategi
keruangan menjadi keharusan saat ini, namun itu tidak mudah untuk dilasanakan.
Selain itu, harus mempertimbangkan tekanan perubahan perencanaan tata ruang
dari kontes politik dan keuangan, ini harus dilatih untuk dilakukan dan jika
tidak maka pendekatan tradisional yang miskin manajemen serta kecilnya
pembangunan akan terjadi pada penataan ruang tersebut (Gonçalves, J., & Ferreira, J. A. 2015).
Tata ruang dan
perencanaan penggunaan ruang adalah untuk menjawab masalah dari koordinasi atau
integrasi kebijakan didasarkan pada startegi territorial (Cullingworth and
Nadin, 2006:91). Arah investigasi untuk
mengelola keruangan transformasional yang efektif adalah
meningkatkan sebaran
yang teratur bagi para urban di perkotaan seluruh dunia (Albrechts et al., 2017). Perencanaan penggunaan
lahan menolong untuk mengurangi dampak dari keruangan yang dinamis dengan
menciptakan sebuah konfigurasi penggunaan lahan harus menyeimbangkan seluruh
aktor yang dibutuhkan pada wilayah tertentu
(Verburg et al., 2002).
Strategi jangka panjang
penggunaan lahan biasanya bekerja untuk analisis multi kriteria, bekerjasama
dengan opinin pemangku kepentingan atau para ahli untuk menilai dampak
partisipatif (König et al., 2010).
Selain itu,
pengkondisian politik sulit untuk direpresentasikan secara keruangan, karena satu wilayah ke wilayah lainnya berbeda (Olesen
dan Bindi, 2002).
METODE PENELITIAN
Menggunakan Peta Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Seungai Penuh 2012 – 2032 sebagai batasan ruang
yang digunakan dalam penelitian ini. Batasan ruang yang terdapat dalam RTRW
Kota Sungai Penuh berupa ; Taman Nasional Kerinci Seblat, Hutan Produksi, Pertanian/Perkebunan,
Persawahan, Resapan Air dan Pemukiman. Menggunakan Software
ArcGis 10.1. sebagai alat untuk menganalisa data spasial. Penentuan perencanaan
ruang dan pentingnya manajemen strategi dalam peningkatan penduduk di Kota
Sungai Penuh melibatkan data spasial serta dimensi strategi formulasi, startegi
implemtasi dan strategi evaluasi. Output yang dihasilkan adalah luasan
pemukiman yang potensial untuk mendatang
di Kota Sungai Penuh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
LOKASI POTENSIAL
Luas pemukiman yang
terdapat dalam Peraturan Daerah Sungai Penuh No. 5 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Sungai Penuh Tahun 2012 menyatakan luasnya 2326 Ha (Analisis GIS). Disisi lain, penduduk Kota Sungai Penuh
Tahun 2018 sebanyak 89.994 jiwa dengan kepadatan penduduk 2,3 hektar per
Jiwa. Tentunya lokasi potensial
pemukiman semakin berkurang.
Luas 2326 Ha
Laju pertumbuhan
penduduk dari Tahun 2010 sampai dengan 2018 rata-rata pertumbuhan penduduk
sebanyak 915 jiwa
(BPS Sei Penuh, 2019). Pada tahun kedepan
akan menemukan ruang yang sempit. Agar ruang tersebut bisa berlangsung dengan
dampak lingkungan yang kecil maka diperlukan manajemen strategi dalam mengatur
itu, khususnya dari sisi Evaluasi.
STRATEGI FORMULASI
Strategi ini menampilkan pengembangan visi dan misi,
identifikasi peluang dan ancaman dari luar, menentukan kekuatan dan kelemahan
internal, menetapkan tujuan jangka panjang, membangun strategi alternative dan
memilih strategi yang terperinci
untuk disertakan (Fred & Forest, 2017). Selaras dengan pernyataan itu, maka
pengembangan pemukiman untuk Kota Sungai Penuh perlu mengikuti aturan dari
strategi formulasi.
Gambar 3. Peta Buffer Pemukiman Sungai Penuh
Luas Buffer 1204 Ha
Perencanaan tata ruang
bukan ide untuk membuat dunia baru tetapi sebuah metode untuk mengendalikan
masa depan yang lebih baik didasarkan pada nilai kebersamaan (Albrechts, 2006).
Estimasi Buffer (pembatasan) pada peta diatas (warna
merah) adalah menambah lingkaran pemukiman
dengan panjang 200 meter sehingga penambahan luas pemukiman bertambah sebanyak
1204 Hektar. Penggunaan wilayah merah tersebut digunakan
sebagai acuan kedepan dalam membuat Perda RTRWtahun 2030 – 2050.
Formulasi ini adalah
salah satu scenario untuk mendistribusikan sebaran penduduk yang teratur, namun
juga bisa menggunakan scenario lainnya dengan menggunakan dasar pengembangan
dasri strategi formulasi dari Fred dan Foster. Pengetahuan tentang
perubahan lahan, perencanaan ruang biasanya dikendalikan oleh para politikus
(Geist and Lambin, 2006), karena pengetahuan politik berhubungan dengan
kebijakan public (Sabatier and
Jenkins-Smith et al., 1999). Pengendalian politik dan social ekonomi memiliki
kertakaitan yang kuat dan harus dimediasi dengan kekuatan teknologi (Brandt et
al., 1999).
STRATEGI EVALUASI
Strategi evaluasi mampu
membuat pertumbuhan penduduk Kota Sungai
Penuh bisa terus berlangsung. Hal ini karena, Strategi evaluasi adalah puncak
dalam strategi manajemen, ada tiga dasar pada strategi evaluasi, yaitu; (1)
meninjau factor eksternal dan internal, (2) mengukur kinerja, (3) membuat aksi
koreksi (Fred & Forest, 2017). Penyatuan pada system
para urban, pedesaan dan lingkungan sekitar adalah dasar untuk sumber
keterpaduan terhadap manajemen strategi,
perencanaan staretgi penggunaan
lahan untuk menyeimbangkan system yang ada dan membaca keberlangsungan analisa
penggabungan di masa depan, namun implikasi jangka panjang dari strategi
rencana penggunaan lahan dan tampilannya tidak mudah, ketika jatuh tempo
tentunya memiliki efek yang multi dimensi (Henriques, dkk., 2018).
Dampak dari konsep
penataan ruang dalam perubahan lahan dengan proses yang komplek memerlukan tiga
poin penting, yaitu; (1) Perubahan lahan harus mengungkapkan informasi dari
teks dan pemetaan (2) Perubahan ini harus berkelanjutan dari wewenang
pemerintah yang nantinya mengarahkan perubahan seperti yang sudah direncanakan,
(3) Efektifitas dan efisien dari perencanaan implementasi adalah subjek
eksternal dalam mengkombinasi keadaan (Hersperger, 2018).
Sedikit pengetahuan
empiris yang mengikuti perkembangan secara general tentang bagaimana dan kapan
perencanaan itu dilakukan. Studi evaluasi perencanaan ini biasanya dihasilkan
dari GIS (geo Info System) sebagai pembanding terhadap actual perubahan lahan
sesungguhnya. Telah dilakukan penelitian mengkaji tentang batas pertumbuhan
urban (Gennaio dkk, 2009), dan efektivitas dan perbedaan kebijakan sebagai
penguatan tata ruang yang terus berlangsung (Bengston & Youn, 2006;
Siedentop dkk, 2016) , 198.
KESIMPULAN
Konsep dan studi ini adalah keterpaduan perencanaan tata
ruang sebagai kepentingan manajemen strategi dalam mengendalikan peningkatan
penduduk Kota Sungai Penuh. Keterpaduan dan untuk perencanaan ruang dengan manajemen
strategi adalah membuat peta formulasi (buffer) denganpenambahan luas sejauh
200 meter ke depan.
Akan menghasilkan
luasan tambah sekitar 1204 Hektar atau penambahan luas sebanyak 50% dari luas
pemukiman yang sudah ditetapkan. Penggunaan peta formulasi tersebut digunakan
untuk pembuatan Perda RTRW Sei. Penuh 2030 -2050.
Studi perencanaan ruang dengan jelas memberikan manfaat
dari pemahaman bagaimana manajemen trategi mempengaruhi corak penggunaan lahan
(Stokes and Seto, 2016; Turner ll et
al., 2013). Garis besar studi ini adalah menetapkan kebenaran teori sebagai
pendekatan dalam menjelaskan model perencanaan ruang sebagai kepentingan
manajemen strategi.
Selanjutnya, tantangan kedepapan adalah pengembangan
pentingnya pengetahuan perubahan lahan untuk merancang transformasi ruang yang
terus berkelanjutan dan terus mempromosikan system keruangan yang terbarukan.
TINJAUAN PUSTAKA
Albrechts L., 2004. Strategic (spatial) Planning
Re-Examined, Environment and Planning
B: Planning and Design, Vol. 31:743-758.
Albrechts, L., 2006. Shifts in strategic spatial
planning? Some evidence from Europe and Australia. Environ. Plan. A 38,
1149–1170
Albrechts, L., Balducci, A., 2017.
Introduction. In: Albrechts, L., Balducci, A., Hillier, J.(Eds.), Situated Practices
of Strategic Planning – An International Perspectiv. Routledge, New York, pp.
15–21.
Anonim, 2012. Perda No. 5 tentang
RTRW Kota Sungai Penuh.
Bengston, D., Youn, Y.C., 2006. Urban containment policies and the
protection of natural areas: the case of Seoul's
greenbelt. Ecol. Soc. 11 (1).
Bicík, I., Jelecek, L., Štepanek, V., 2001. Land-use changes and their social
driving forces in Czechia in the 19th and 20th centuries. Land Use Policy 18,
65–73.
Bieling, C., Plieninger, T., Schaich, H., 2013. Patterns and causes of land
change: empirical results and conceptual considerations derived from a case
study in the Swabian Alb, Germany. Land Use Policy 35, 192–203.
Brandt, J., Primdahl, J., Reenberg, A., 1999. Rural
land-use and landscape dynamis - analysis of "drivingforces" in space
and time. The Parthenon Publishing Group, Paris, pp. pp. 81–102.
Calvaresi,
1997. Provenienze e possibilità
dellapianifi cazione strategica. Archivio
di Studi Ur-bani e Regionali No 59.
Council of Europe, 2010.
Basic texts 1970-2010. Territory and landscape, No. 3. Council of Europe
Publishing. http://book.coe.int.
Couclelis, H., 2005. “Where
has the future gone?” Rethinking the role of integrated land-use models in
spatial planning. Environ. Plann. A 37, 1353–1371.David & Fred, 2017.
Strategic Management. Sixteent Edition. Pearson Education Limited.
Collier,
M.J., Nedović-Budić, Z., Aerts, J., Connop, S., Foley, D., Foley, K., Newport,
D., McQuaid, S., Slaev, A., Verburg, P., 2013. Transitioning to resilience and
sustain-ability in urban communities. Cities 32 (Suppl. 1), S21–S28.
Cullingworth, B., Nadin, V., 2006. Town and Country
Planning in the UK. Routledge, London.
eThekwini
Municipality, 2011. Integrated Development
Plan.
Fred &Forest, 2017. Strategic Management. Sixteenth. Edition.Pearson Education.
Gennaio, M.-P., Hersperger, A.M., Bürgi, M., 2009.
Containing urban sprawl—Evaluating effectiveness of urban growth boundaries
set by the Swiss land use plan. Land Use Policy 26, 224–232.
Gonçalves, J., & Ferreira, J. A. (2015). The planning of strategy: A contribution to the
improvement of spatial planning. Land Use Policy, 45, 86–94.
Hersperger, A.M., Franscini, M.P.G., Kübler, D., 2014. Actors, decisions
and policy changes in local urbanization. Eur. Plan. Stud. 22, 1301–1319.
Herspergera, A.M., Oliveira, E., , Pagliarina. S., , Gaëtan Palkaa. 2018. Urban
land-use change: The role of strategic spatial planning. Global Environmental
Change 51 (2018) 32–42
Janine Bolligera, Simona GrădinaruHu, Z., Lo, C.P., 2007. Modeling urban
growth in Atlanta using logistic regression. Comput. Environ. Urban Syst. 31
(6), 667–688.
Kasraian, D., Maat, K., van Wee, B., 2018. The impact of urban proximity,
transport and policy on urban growth. A longitudinal analysis over five decades.
Environ. Plann. B Urban Anal. City Sci.
König, H.J., Schuler, J., Suarma, U., McNeill, D., Imbernon, J., Damayanti,
F., Dalimunthe, S.A., Uthes, S., Sartohadi, J., Helming, K., Morris, J., 2010.
Assessing the impact of land use policy on urban-rural sustainability using the
FoPIA approach in Yogyakarta, Indonesia. Sustainability 2, 1991–2009.
https://doi.org/10.3390/ su2071991
Lenin Henríquez-Dolea, , Tomás J. Usón , Sebastián Vicuñaa, , Cristián
Henríquezc, , Jorge Gironása, , Francisco Mezad. 2018. Integrating strategic
land use planning in the construction of future land use scenarios and its
performance: The Maipo River Basin, Chile. Land Use Policy 78 : 353–366.
Liu, Y., Yue, W., Fan,
P., 2011. Spatial determinants of urban land conversion in large Chinese
cities: a case of Hangzhou. Environ. Plann. B Plann. Des. 38 (4), 706–725.
Morris, J.B., Tassone, V., de Groot, R., Camilleri,
M., Moncada, S., 2011. A framework for participatory impact assessment:
involving stakeholders in European policy making, a case study of land use
change in Malta. Ecol. Soc. 16, art12. https://doi.org/10.
5751/ES-03857-160112.
Müller, D., Munroe, D.K., 2014.
Current and future challenges in land-use science. J. Land Use Sci. 9, 133–142. Nilsson & Ryden,
2005. Spatial Planning and Management. Uppsala University, Uppsala, Sweden.
Oliver, E & Herspeger, 2011. Governance
arrangements, funding mechanisms and power configurations in current practices
of strategic spatial plan implementation. Swiss Federal Research Institute WSL,
Zürcherstrasse 111, CH-8903 Birmensdorf, Switzerland.
Olesen, J.E., Bindi, M., 2002. Consequences of
climate change for European agricultural productivity, land use and policy.
Eur. J. Agron. 16, 239–262. https://doi.org/10. 1016/S1161-0301(02)00004-7.
Osman, T., Divigalpitiya, P., Arima, T., 2016.
Driving factors of urban sprawl in Giza governorate of Greater Cairo metropolitan
region using AHP method. Land Use Policy 58, 21–31
Ozden, P. 2006. Strategic
(spatial) planning approach in Turkey: new expectations. The Sustainable City
IV: Urban Regeneration and Sustainability. www.witpress.com
Pagliarin, S., 2018. Linking processes and patterns: spatial planning,
governance and urban sprawl in the Barcelona and Milan metropolitan regions.
Urban Stud Plieninger, T., Draux, H., Fagerholm, N., Bieling, C., Bürgi, M.,
Kizos, T., Kuemmerle, T., Primdahl, J., Verburg, P.H., 2016. The driving forces
of landscape change in Europe: a systematic review of the evidence. Land Use
Policy 57, 204–214.
Seabrook, L., McAlpine, C., Fensham, R., 2006. Cattle, crops and clearing:
regional drivers of landscape change in the Brigalow belt, Queensland,
Australia, 1840-2004. Landsc. Urban Plann. 78, 373–385
Sabatier, P.A., Jenkins-Smith, H.C., 1999. The
advocacy coalition framework: an assessment. In: Sabatier, P.A. (Ed.), Theories
of the Policy Process. Westview Press, Boulder CO, pp. 117–166.
Siedentop, S., Fina, S., Krehl, A., 2016.
Greenbelts in Germany’s regional plans-an effective growth management policy?
Landsc. Urban Plann. 145, 71–82.
Sartorio,FS. 2005. Strategic Spatial Planning.
Lecturer at Cardiff School of City and Regional Planning.
Stokes, E.C., Seto, K.C., 2016. Climate change and
urban land systems: bridging the gaps between urbanism and
land science. J. Land Use Sci. 11, 698–708
Thapa, G.B., Rasul, G., 2006. Implications of changing national policies on
land use in the Chittagong Hill tracts of Bangladesh. J. Environ. Manage. 81,
441–453.
Turner
II, B.L., Janetos, A.C., Verburg, P.H., Murray, A.T., 2013. Land system
architecture: using land systems to adapt and mitigate global environmental
change. Glob. Environ Change 23, 395–397
Van Assche &
Verschraegen, 2008. The
Limits of Planning: Niklas Luhmann's Systems Theory and the Analysis of
Planning and Planning Ambitions.
Verburg, P., Soepboer, W., Veldkamp, A., Limpiada, R., Espaldon, V.,
Mastura, S., 2002. Modeling the spatial dynamics of regional land use: the CLUE-S
model. Environ. Manage. 30, 391–405. https://doi.org/10.1007/s00267-002-2630-x
Warren, P.S., Ryan, R.L., Lerman, S.B., Tooke, K.A., 2011. Social and
institutional factors associated with land use and forest conservation along
two urban gradients in Massachusetts. Landscape Urban Plan. 102 (2), 82–92.
Langganan:
Postingan (Atom)
Dr. Oldy, A. A : Dampak Penambahan Kuota Beasiswa terhadap Universitas Muara Bungo dan Masyarakat
Muara Bungo, 8 Desember 2024 – Penambahan kuota beasiswa di Universitas Muara Bungo (UMB) menjadi salah satu langkah strategis yang tidak...
STUDY TATA RUANG
Struktur Sungai
-
*Kota Sungai Penuh* — Alfin SH, calon kuat dalam pemilihan Wali Kota Sungai Penuh, kembali menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak hanya tentan...
POLA RUANG SUMATERA
Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi
BERHALE ISLAND
ISI IDRISI TAIGA
Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo
PERATURAN TATA RUANG
DOWNLOAD PETA-PETA
Labels
Study Tata Ruang
(6)
Geospasial
(3)
PETA RTRW
(3)
PERDA RTRW
(2)
Peta Taman Nasional Bukit 30
(2)
Gunung Kerinci
(1)
Perencanaan Wilayah dan Kota
(1)
Peta Administrasi
(1)
SPASIAL
(1)
TANYA-JAWAB
(1)
TNBT
(1)
UU No 4/11 Informasi Geospasial
(1)
COMMUNICATE
+62 812731537 01