Rabu, 22 Februari 2023

SEBARAN WILAYAH KERJA PENDAMPING DESA KAB. BUNGO - PROVINSI JAMBI PERIODE 2023

 




Mengatasi Rendahnya Pertumbuhan BUMDUS di Kabupaten Bungo 2023

Dr. Oldy, A. A. - Tenaga Ahli Pengembangan Masyarakat - Kabupaten Bungo, Jambi


Undang - undang Nomor 6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, berwenang mengatur pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya untuk peningkatan kualitas hidup kesejahteraan masyarakat desa. 

Pemerintahan desa sudah dikenal sebelum Indonesia diproklamasikan namun fenomena saat ini pembangunan desa berjalan lambat dan jauh tertinggal dari kota, desa hanya melakukan kegiatan yang bersifat administrasi, dan rendahnya kemampuan mereka dalam membangun sumberdaya manusia serta infra struktur desa (Torau, 2019; Ndapa, 2015).

Indeks Desa Membangun (IDM) bertujuan untuk menetapkan status kemajuan Desa dan menyediakan informasi dalam pembangunan Desa dan maksud dari IDM adalah untuk mendukung Pemerintah dalam mengurangi Desa Tertinggal dan menambah Desa Mandiri. Komponen IDM terdiri dari Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi, Indeks Ketahanan Lingkungan (Permendes No. 2 Tahun 2016).

Selanjutnya, pendataan BUMDES sangat penting untuk melihat aspek keuntungan dan manfaat bagi masyarakat, aspek administrasi dan akuntabilitas keuangan, aspek aset dan permodalan, aspek kerja sama kemitraan, aspek unit usaha, aspek manajemen dan aspek kelembagaan. Hasil pendataan tersebut menjadi dasar untuk evaluasi, pembinaan dan pengembangan BUMDES (Permendes No. 3 Tahun 2021).

Kabupaten Bungo dalam penyebutan Kepala Desa menjadi Rio, Desa menjadi Dusun dan Dusun menjadi Kampung (Perda Kab. Bungo No. 7 Tahun 2007), penyebutan ini juga mempengaruhi pada penamaan BUMDES menjadi BUMDUS. Kabupaten Bungo memilik 17 kecamatan, 12 kelurahan dan 141 dusun.

Nilai pertumbuhan BUMDUS Kab. Bungo di ambil dari IDM Tahun 2022 pada indeks ketahanan ekonomi karena pada indeks tersebut mencantumkan kolom pertumbuhan BUMDUS. Variabel dalam kolom pertumbuhan tersebut ini meliputi; ketersediaan, keaktifan, unit bisnis, omset (pendapatan kotor), jumlah tenaga kerja dan tahun pendirian.

Persoalan yang didapat dalam kolom pertumbuhan BUMDUS tersebut masih terdapat 30,5% Dusun belum membentuk BUMDUS dan 69,5% telah membentuk. BUMDUS yang telah terbentuk juga memiliki persoalan berupa 36,1% tidak aktif dan 63,9% aktif.

Dari sisi omset atau pendapatan kotor untuk BUMDUS di Kabupaten Bungo pada tahun 2023 mendapatkan omset Rp1,6 milyar dan untuk BUMDUS Bersama Rp333 juta. Persoalan tenaga kerja yang di serap untuk seluruh BUMDUS yang ada terdapat 339 karyawan, ini sangat sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah BUMDUS yang aktif, rata-rata tiap BUMDUS yang aktif hanya merekrut 4 karyawan.



Selain itu, unit bisnis BUMDUS terbanyak adalah simpan pinjam sebanyak 21 unit dan menjadi persoalan adalah tingkat pengembalian yang tidak ada kepastian. Unit bisnis pada BUMDUS di Kab. Bungo pada tahun 2023 dapat di lihat pada grafik dibawah ini.


Dari persoalan diatas maka dalam tulisan ini akan memberikan salah satu cara untuk mengatasi persoalan tersebut. Pembangunan desa melalui BUMDES mampu membangun perekonomian di desa, dengan adanya BUMDES di setiap desa, diharapkan tidak ada kesenjangan yang begitu curam antara desa dan kota, ini bisa menjadi solusi masalah ekonomi yang ada di kota dan akhirnya tidak ada lagi gelombang yang mencari pekerjaan di kota karena mereka mereka sudah mandiri (Lubis & Firmansyah, 2019).

Secara garis besar tidak aktifnya BUMDES tersebut disebabkan kurangnya SDM masyarakat dalam membuat usaha dan inovasi,. belum adanya pemetaan potensi desa, belum ada peran aktif pemerintah desa, penyertaan belum memiliki rencana bisnis, regulasi BUMDesa yang tidak ditaati dan pemilihan pimpinan BUMDesa umumnya masih berdasarkan hubungan keluarga atau atas rekomendasi aparat desa (Indrawijaya et al., 2020).

Banyak fakor yang menyebabkan kenapa BUMDES tidak aktif. Salah satunya disebabkan oleh faktor kinerja. Para peneliti terdahulu telah meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, misalnya; dipengaruhi oleh prilaku kerja individu (Regen et al., 2020), gaya kepemimpinan dan budaya organisasi (Aryanto et al., 2014), serta kepuasan kerja dan komitmen organisasi (Ningsih & Johannes, 2013).

Rio sebagai pimpinan Dusun di Kabupaten Bungo memegang peranan penting dalam meningkatkan keaktifan dan pertumbuhan BUMDUS. Selain itu, Ketua BUMDUS juga merupakan kunci dalam keberhasilan BUMDUS menjadi maju. Artinya, peran kepemimpinan merupakan dasar masalah rendahnya pertumbuhan dan kektifan BUMDUS.

Kepemimpinan transformasional salah satu topik paling populer dalam penelitian organisasi dan manajemen selama empat dekade lalu dan telah menjadi (Mandla, 2020). Teori kepemimpinan transformasional awalnya adalah kemampuan pemimpin dalam mengangkat anggota naik dari mimpi di siang hari (daydreaming) untuk bersatu dalam mencapai tujuan dan hal-hal yang tidak pernah dianggap mungkin, mereka melakukan perubahan yang berkelanjutan untuk memproses serta mengatur arus informasi dalam mencapai hasil yang unggul (Kunhert & Philip, 2010; Burn, 1978).

Lebih lanjut, Bass & Riggio (2006) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah gaya pemimpin yang berusaha meningkatkan motivasi dan moralitas anggota, merangsang dan menginspirasi anggota agar mencapai hasil yang luar biasa serta mengembangkan kemampuan anggota untuk menjadi pemimpin baru di hari depan. Anggota yang merasakan adanya kepemimpinan transformasional akan menyebabkab kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan rasa hormat terhadap pemimpin, kemudian termotivasi untuk melakukan perilaku ekstra peran kerja (Podsakoff, et al., 1990).

Bennis & Nanus (1985) menegaskan, ada perbedaan antara manajer dan kepemimpinan, keduanya sangat penting bagi organisasi. Manajemer berarti membawa, mencapai dan rasa tanggung jawab, sedangkan pemimpin adalah mempengaruhi, membimbing, mengarahakan, melatih, menindak dan memberikan pendapat.

Bass (1985) telah membedakan tipe kepemimpinan menjadi dua, yaitu; kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang memotivasi individu untuk hubungan lebih dekat, memberikan inspirasi, menawarkan tantangan, mendorong kemampuan individu dan, kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang membuat perjanjian kerja untuk imbalan, penghindaran tindakan korektif dan merasa tanpa ada pemimpin (Bass & Riggio, 2006).

Para peneliti terdahulu sepakat bahwa konsep kepemimpinan transformasional dikarakteristikan menjadi empat dimensi berupa; merangsang kecerdasan individu, pertimbangan individu, pengaruh yang ideal untuk individu serta motivasi yang menginspirasi individu (Bass & Riggio, 2006).

Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang paling efektif dalam menghasilkan kinerja anggota menjadi unggul dan tidak terduga (Pan & Lin, 2015; Bass & Riggio, 2006). Kepemimpinan transformasional disusun menggunakan dimensi-dimensi yang terdiri dari; pengaruh ideal, motivasi yang menginspirasi, merangsang kecerdasan pertimbangan individu Bass & Riggio (2006).

Jawaban terhadap rendahnya pertumbuhan dan keaktifan BUMDUS di Kab. Bungo adalah perlu dilakukan pelatihan kepemimpinan transformasional kepada Rio dan Ketua BUMDUS agar bisa lebih baik dari sebelumnya dan pelatihan ini perlu dilakukan sedikitnya lima kali pertemuan baik secara tatap muka atau menggunakan online sehingga pemahaman kepemimpinan transformasional bisa diterapkan oleh Rio dan Ketua BUMDUS dalam memajukan usahanya.


Pustaka

Aryanto, Johannes, & Edward. (2014). Pengaruh gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai. Jurnal Dinamika Manajemen, 6(4), 435–444.

Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational Leadership. In Lawrence Erlaburn Associates (Second). https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Bass, M. (1985). Leadership and performance beyond expectations. The Free Press.

Bennis, W., & Nanus, B. (1985). The strategies for taking charge. Harper.

Burn, J. . (1978). Leadership. Harper & Row.

Indrawijaya, S., Lubis, T. A., & Firmansyah. (2020). Faktor-faktor Ketidakaktifan BUMDES di Provinsi Jambi. Salim Media Indonesia.

Kunhert, K. W., & Philip, L. (2010). Transactional and transformational leadership : A constructive / developmental analysis. Academy of Management Review, 12(4), 648–657. https://doi.org/10.2307/258070

Lubis, T. A., & Firmansyah. (2019). Tata Kelola dan Perilaku Bisnis BUMDES. Salim Media Indonesia.

Mandla, T. (2020). The Effect of Transformational Leadership on Public Service Motivation and Job Satisfaction : The Case of Estonia. Tallinn University of Terchnology.

Ndapa, A. I. (2015). Implementasi kebijakan alokasi dana desa dalam meningkatkan penyelenggaraan pemerintah an desa [Universitas Terbuka Jakarta]. http://repository.ut.ac.id/7193/1/42744.pdf

Ningsih, & Johannes. (2013). Pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai pemerintah. Jurnal Dinamika Manajemen, 1(2).

Pan, S. Y., & Lin, K. J. (2015). Behavioral mechanism and boundary conditions of transformational process. Journal of Managerial Psychology, 30(8), 970–985. https://doi.org/10.1108/JMP-07-2013-0242

Podsakoff, P. M., Mackenzie, S. B., Moorman, R. H., & Fetter, R. (1990). Transformational leadership behavior and their effects on followers trust in leader, satisfaction and organizational citizenship behaviors. Leadership Quarterly, 1(2), 107–142. https://doi.org/10.1016/1048-9843(90)90009-7

Regen, R., Johannes, Edward, & Yacob, S. (2020). Employee development model andanassessment on the perspectives of work behavior, motivation, and performance. Research in Business & Social Science, 9(2), 56–69.

Torau, S. (2019). Analisis Kinerja Pemerintah Desa Dalam Pembangunan Masyarakat Di Desa Bontomanai Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar. Jurnal Ilmiah Pranata Edu, 1(2), 87–95. https://doi.org/10.36090/jipe.v1i2.602

 

 

Minggu, 12 Februari 2023

Kepemimpinan transformasional dan peran Pendamping Desa untuk BUMDes yang berkelanjutan

Oldy Arnoldy Arby(1)  dan Johannes (2)

(1) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kab. Bungo
 (2) Guru Besar pada Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Jambi
     e-mail : johannes@unja.ac.id


ABSTRAK

Pembangunan desa yang berkelanjutan sangat dibutuhkan pendamping desa untuk menerapkan pentingnya motivasi pelayanan publik bagi perangkat desa yang dimulai dengan penguatan gaya kepemimpinan transformasional kepala desa sehingga membuat masyarakat desa nyaman dalam meningkatkan pendaptan mereka. BUMDes mampu menjadi berkelanjutan apabila mereka mengiktui konsep keberlanjutan yaitu; peraturan yang tersedia, lingkungan alam dan dampak terhadap perekonomian masyarakat setempat. Keberlanjutan dari segi regulasi sangat penting karena mendukung kepastian usaha dan status hukum pengelola.Para pengelola BUMDes dalam menjalankan motivasi pelayanan publik perlu didorong melalui gaya kepemimpan transformasional dari kepala desa dengan memperkuat prinsip dasar manajemen. Selain itu,  penting sekali dilibatkan peran pendamping desa yang khusus mendampingi BUMDes sehingga usaha yang dijalankan memberikan manfaat kepada masyarakat desa.

Kata kunci: motivasi pelayan publik, kepemimpinan transfromasional, pendamping desa dan BUMDes berkelanjutan

 

1.    Latar belakang

Filosofi pembangunan Indonesia era Presiden Jokowi adalah publik yang dimulai  dari desa. Dengan  demikian dibutuhkan satu penyelenggaraan pemerintahan desa yang lebih kuat dan termotivasi.  Untuk itu dibutuhkan motivasi yang lebih kuat dalam bentuk  motivasi pelayanan publik  sehingga mampu memajukan pembangunan di masa depan (Arnoldy et al., 2021). Sebagai satu pemerintahan pemerintahan desa dipimpin oleh kepala desa yang dibantu oleh perangkat desa (Indonesia, 2014).

Selanjutnya, Susunan organisasi perangkat desa berdasarkan Permendagri No. 84 tahun 2015 terdiri dari; sekretaris desa, pelaksana teknis dan pelaksana wilayah Kepala desa memiliki kewenangan menerbitkan peraturan desa yang disahkan melalui musyawarah desa, peraturan desa tersebut sebagai alat untuk menjawab berbagai permasalahan penting sehingga mampu memulihkan krisis kehidupan masyarakat menuju desa mandiri (Wahyudin et al., 2016).

Adanya BUMDes dalam membangun ekonomi desa akan mampu mengurangi kesenjangan kerja di kota karena mereka tidak ada lagi mencari pekerjaan di kota sebab mereka bekerja di desa (Lubis & Firmansyah, 2019).  Pengelola BUMDes dibentuk melalui musyawarah desa dan bertanggung jawab kepada masyarakat desa. Pentingnya badan usaha milik desa (BUMDes) sebagai alat menjadi desa mandiri karena bertujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan peluang usaha masyarakat sehingga pendapatan mereka bertambah.

Saat ini diperlukan BUMDes yang bisa terus keberlanjutan dalam usahanya. Johannes et al., (2021) menjelaskan dengan membangun usaha menggunakan potensi sumberdaya yang tersedia pada lingkungan mereka, hal ini merupakan yang paling penting untuk usaha berkelanjutan.

Ilustrasi ini bisa dicontohkan, misalnya BUMDes unit wisata membutuhkan tenaga kerja untuk memfasilitasi pengunjung dalam menuju destinasi wisata, selanjutnya pengunjung yang datang akan belanja makan dan minum atau belanja oleh-oleh, hal ini memberikan peluang masyarakat desa untuk membuka usaha toko makanan dan minuman serta toko oleh-oleh. Contoh dari BUMDes unit wisata tersebut telah memenuhi dua tujuan BUMDes, yaitu; menciptakan lapangan kerja dan menciptakan peluang usaha masyrakat mereka.

Permasalahan BUMDes saat ini adalah banyaknya yang tidak aktif sehingga kinerja tidak berjalan baik, hal ini disebabkan oleh lemahnya kemampuan pengelola dalam membuat usaha dan inovasi, tidak menggunakan pemetaan potensi desa, penyertaan modal yang belum memiliki rencana bisnis, peraturan yang tidak ditaati dan pemilihan pengelola masih berdasarkan hubungan keluarga atau kerabat (Indrawijaya et al., 2020). Tidak aktifnya BUMDes menunjukan kinerja usaha yang rendah.

Kinerja pemerintahan desa ditemukan mempengaruhi mutu motivasi pelayanan publik perangkat desa (Watkaat, 2020).  Teori motivasi pelayanan publik menentang individu pelayan bertindak untuk kepentingan diri sendiri, motivasi utama mereka adalah kepuasan melayanani publik dan pengorbanan diri untuk menempatkan kebaikan pada masyarakat di atas kepentingan pribadi (Perry, 2000; Boyd & Nowell, 2020). Hasil temuan dari Arnoldy, et al (2021) menunjukan bahwa motivasi pelayanan publik perangkat desa mampu dipengaruhi secara langsung oleh kepemimpinan transformasional kepala desa.

Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang paling efektif dalam menghasilkan kinerja anggota menjadi unggul dan tidak terduga (Bass & Riggio, 2006). Kepemimpinan transformasional disusun menggunakan dimensi yang terdiri dari; pengaruh ideal, motivasi yang menginspirasi, merangsang kecerdasan dan pertimbangan individu (Bass & Riggio, 2006).

Percepatan pembangunan desa berdasarkan regulasi diperlukan para pendamping desa. Tugas utama pendamping desa telah diatur petunjuk teknisnya pad Kepmendes No. 40 tahun 2021 dengan tugas utamanya adalah mendampingi kegiatan desa, seperti; pengembangan usaha ekonomi, penggunaan sumber daya alam ramah lingkungan dengan meningkatkan teknologi tepat guna sehingga pengelolaan pelayanan sosial dasar meningkat.

Studi ini menjelaskan bentuk motivasi pelayanan publik perangkat desa yang dipengaruhi oleh gaya kepemimpian transformasional kepala desa serta peran pendamping desa dalam mewujukan BUMDes yang berkelanjutan. Kenapa sulit sekali Bumdes bisa berkelanjutan? Kenapa BUMDes tidak aktifnya? Apa peran pendamping desa dalam pengelolaan BUMDes?

   

2.    Tinjuan pustaka


2.1.  Motivasi pelayanan publik

Motivasi pelayanan publik muncul disebabkan oleh hilangnya kepercayaan publik pada pemerintah, seharusnya individu pelayanan publik tidak melakukan kepentingan pribadi, berperilaku etis dan inovatif (Perry & Hondeghem, 2008; Staats, 1988). Motivasi pelayanan publik adalah konsep tentang sikap, rasa, moralitas serta alat dalam mengatasi masalah-masalah masyarakat mereka (Homberg et al., 2015; Paarlberg & Lavigna, 2010; Perry et al., 1990). Ada beberapa hal yang harus dijalankan perangkat desa dalam melakukan motivasi pelayanan publik yang prima, misalnya; pelayanan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan dan pelayanan konsultasi (Thamrin, 2013).

Pemerintahan desa dalam menjalankan motivasi pelayanan publik harus teliti dalam perekrutan perangkat desa, karena mereka adalah pelayan publik. Motivasi pelayanan publik merupakan alat penting dalam perekrutan pegawai agar mereka memahami tugas kerjanya yang sesuai dengan nilai-nilai pelayanan publik (Christensen, et al., 2017).

Hambatan pelayanan publik yang sering dijumpai oleh perangkat desa, misalnya; prosedur pelayanan yang sudah ditetapkan namun tidak terealisasi, sulitnya mengakomodir banyaknya keinginan masyarakat, pembengkakan anggaran yang sudah ditetapkan, gangguan listrik serta kerusakan komputer (Chalik & Habibullah, 2015).

Apa yang menyebabkan timbulnya motivasi pelayan publik? Keyakinan dan sikap individu untuk bekerja melampaui kepentingan pribadi merupakan penyebab timbulnya motivasi pelayanan publik, di sisi lain motivasi pelayan publik sudah ada sebelum individu itu bekerja dan terus berkembang karena dibantu oleh kekuatan organisasi (Vandenabeele, 2011). Timbulnya motivasi pelayanan publik merupakan hasil dari lingkungan di sekitar mereka (Perry, 2000; Camilleri, 2007).

Motivasi pelayanan publik mampu meningkatkan kepuasan pegawai, efektivitas organisasi dan mampu meningkatkan peran ekstra pegawai (Belrhiti, et al., 2020; Prysmakova, 2020; Lee, et al., 2019). Motivasi pelayanan publik mampu memprediksi individu publik untuk melakukan kegiatan prososial dan menjadi sukarelawan (Piatak & Holt, 2020). 

2.2.  Kepemimpinan transformasional  

Kepemimpinan adalah proses individu yang memberikan pengaruh peran dan perilaku secara sengaja terhadap individu lain dengan tujuan membimbing, menyusun serta memfasilitasi kegiatan tujuan organisasi (Day & Antonakis, 2012). Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu mempengaruhi sikap, kemampuan dan prilaku individu dalam organisasi untuk meminimalkan masalah yang berat di organisasi menjadi lebih ringan serta membangun organisasi yang inovatif (Bass, 1995; Bass et al. 1987).

Kepemimpinan transformasional sering dikaji sebagai penyebab munculnya motivasi pelayanan publik (Paarlberg & Lavigna, 2010). Kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang kuat dan positif terhadap motivasi pelayanan publik oleh karena itu pemimpin harus mendorong individu pelayan publik untuk memelihara kontak di luar organisasi agar mampu mengakses informasi dan sumber daya yang tidak tersedia dalam organisasi (Schwarz et al., 2020).

Kepemimpinan transformasional dapat memberikan kepuasan kerja yang menyebabkan peningkatan motivasi pelayan publik, studi terdahulu menemukan bahwa perilaku kepemimpinan transformasional berkorelasi positif dan memiliki efek langsung terhadap motivasi pelayanan publik pegawai (Vandenabeele et al., 2014; Wright et al., 2012).

Kepala desa berkedudukan sebagai kepala pemerintah dan dibantu oleh perangkat desa dengan tugas berupa; penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat serta menjaga hubungan kemitraan dengan lembaga masyarakat atau lembaga lainnya, dalam melakukan pemberdayaan tersebut perangkat desa diharuskan melakukan upaya pelayanan yang prima, sebab perangkat desa merupakan pelayan masyarakat (Chalik & Habibullah, 2015).

Disisi lain, kepemimpinan transformasional mampu meningkatkan level motivasi pelayanan publik pegawai, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional sangat efektif di sektor publik (Mandla, 2020; Wright et al., 2012). Kepemimpinan transformasional kepala desa sangat penting untuk mendorong perangkat desa sehingga pemberdayaan tersebut mampe membuat masyarakat mereka menjadi mandiri dan sejahtera. 

2.3.  BUMDes berkelanjutan  

Kenapa sulit sekali Bumdes bisa berkelanjutan? Banyak yang menjawab karena lemahnya sumberdaya manusia. Tepatnya adalah karena tidak berfungsinya sistim manajemen pada BUMDes. Pentingnya BUMDes sebagai roda pembangunan desa dikarenakan berfungsi untuk kemajuan desa dengan tujuan utamanya  adalah menciptakan lapangan pekerjaan dan peluang usaha sehingga pendapatan masyrakat mereka bertambah.

Terciptanya lapangan kerja dikarenakan BUMDes membutuhkan tenaga kerja dalam menjalankan usahanya dan menciptakan peluang usaha karena BUMDes usaha masyarakat desa. Contoh, BUMdes usah wisata memerlukan tenaga kerja untuk melayani pengunjung dan pengunjung yang berbelanja makan dan minum serta oleh-oleh berbelanjda di toko masyarakat yang ada dalam desitinasi wisata, hal ini telah memenuhi tujuan utama BUMDes.

Agar BUMDes berkelanjutan maka diperlukan manajemen dalam menjalankan usahanya, seperti; manajemen keuangan, manajemen pemasaran, manajemen produksi dan manajemen sumberdaya manusia. Apabila fungsi manajemen ini berjalan dengan baik maka BUMDess akan terus berkelanjutan karena telah menentukan target jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Tentunya dalam perjalanan usaha akan menemukan hambatan atau kendala maka koordinasi dan musyawarah adalah solusinya.

Koordinasi dan musyawarah tidak hanya ketika menemukan masalah atau hambatan, namun juga digunakan untuk membangun inovasi dan efisiensi sehingga keterbaharuan produk-produk yang diproduksi sesuai dengan keinginan zaman.  

Kelompok Bank Dunia, (2017) membagi konsep keberlanjutan menjadi tiga sisi, yaitu; 1) peraturan yang tersedia, 2) lingkungan alam dan 3) dampak terhadap perekonomian masyarakat setempat. Ketiga hal di atas saling berkaitan satu sama lain. Higgins-Desbiolles, (2018) menjelaskan bahwa unsur kelestarian lingkungan destinasi wisata pedesaan adalah permintaan global, oleh karena itu lembaga global harus memberikan insentif untuk keberlanjutan destinasi wisata pedesaan. Keberlanjutan dari segi regulasi sangat penting karena mendukung kepastian, status hukum pengelola, dan pengelolaan destinasi wisata (Johannes et al., 2021).

Secara garis besar tidak aktifnya BUMDes tersebut disebabkan kurangnya SDM dalam membuat usaha dan inovasi, belum adanya pemetaan potensi desa, belum adanya peran aktif pemerintah desa, penyertaan modal usaha yang belum memiliki rencana bisnis, regulasi BUMDesa yang tidak ditaati dan pemilihan pimpinan BUMDesa umumnya masih berdasarkan hubungan keluarga atau atas rekomendasi aparat desa saja (Indrawijaya et al., 2020).

Higgins-Desbiolles, (2018) menjelaskan bahwa unsur kelestarian lingkungan destinasi wisata pedesaan adalah permintaan global, oleh karena itu lembaga global harus memberikan insentif untuk keberlanjutan destinasi wisata pedesaan. Keberlanjutan dari segi regulasi sangat penting karena mendukung kepastian, status hukum pengelola, dan pengelolaan destinasi wisata (Johannes et al., 2021). 

2.4.  Peran Pendamping Desa

Kepmendes No. 40 tahun 2021 tentang petunjuk teknis pendamping desa menyebutkan bahwa tugas utama pendamping desa adalah mendampingi desa dalam perencanaan,  pelaksanaan, pemantauan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat serta mendampingi desa untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tepat guna.

Selain itu tugas pendampingan desa adalah upaya meningkatkan efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan desa, pembangunan desa, pengembangan badan usaha milik desa (BUMDes) atau badan usaha milik desa bersama (BUMADes), serta kerja sama antar desa untuk percepatan pencapaian SDGs Desa (sustainable development goals). Pendampingan masyarakat desa juga dilakukan oleh pendamping desa melalui asistensi, pengorganisasian dan pengarahan. Kegiatan pendampingan masyarakat desa mencakup fasilitasi kegiatan pembangunan yang diarahkan untuk percepatan pencapaian  tujuan SDGs Desa.

Pendamping desa harus memahami substansi dan praktik pelaksanaan masing-masing tujuan SDGs desa dan memfasilitasi pendayagunaan teknologi digital dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta pelaporan pembangunan desa. Dengan demikian, kunci keberhasilan percepatan pencapaian SDGs Desa salah satunya adalah terlaksananya kegiatan pendampingan masyarakat desa yang berkualitas.

Penting sekali pendamping desa terlibat pembangun desa, terutama sekali dalam pendampingan motivasi pelayan publik bagi perangkat desa. Motivasi pelayanan publk perangkat desa bisa berjalan maksimal ketika pendamping desa selalu memberikan motivasi dan masukan kepada kepala desa untuk menggunakan model kepemimpinan transformasional dalam memperkuat motivasi pelayan publik bagi perangkat desa.


2.    Metodologi penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati untuk menemukan fakta serta data dengan pendekatan ilmiah, tentunya peneliti mendeskripsikan data yang dikumpulkan (Agustino, 2003).

Selain itu, penelitian kualitatif adalah sebagai proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia berdasarkan penciptaan gambaran holistik lengkap yang dibentuk dalam kata-kata, melaporkan pandangan informan secara rinci dan disusun dalam suatu pengaturan alam (Creswell, (2013).

Analisis data dilakukan dengan proses pencarian dan penyusunan data secara sistematis yang akan dimaknai sebagai bahan informasi dalam membuat kesimpulan sehingga lebih mudah dipahami, kegiatan analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas (Sugiyono, 2010).

 

3.    Pembahasan

Desa dalam merespon modernisasi serta globalisasi sangat dilarang menghilangkan budaya karena sebagai ciri dimasa depan, harusnya desa tidak lagi ditempatkan sebagai bahan obyek tetapi menjadi subyek dalam pembangunan sehingga mampu meningkatan kesejahteraan masyarakat mereka (Setiawan, 2019).  Pemerintahan desa sudah dikenal sebelum Indonesia diproklamasikan namun fenomena saat ini pembangunan desa berjalan lambat dan jauh tertinggal dari kota, hanya melakukan kegiatan administrasi, rendahnya kemampuan sumberdaya manusia dan infra struktur desa yang sedikit (Torau, 2019; Risto, et al., 2017; Ndapa, 2015).

Pentingnya badan usaha milik desa (BUMDes) sebagai alat menjadi desa mandiri karena bertujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan serta peluang usaha masyarakat sehingga pendapatan mereka bertambah. Terciptanya lapangan kerja dikarenakan BUMDes butuh tenaga kerja untuk menjalankan unit usahanya dan terciptanya peluang usaha dikarenakan BUMDes mendorong masyarakat membuat usaha sampingan.

Ilustrasi ini bias dicontohkan sebagai berikut. BUMDes unit wisata membutuhkan tenaga kerja untuk memfasilitasi pengunjung dalam menuju destinasi wisata, selanjutnya pengunjung yang datang akan belanja makan dan minum atau belanja oleh-oleh, hal ini memberikan peluang masyarakat desa untuk membuka usaha toko makanan dan minuman serta toko oleh-oleh. Contoh dari BUMDes unit wisata tersebut telah memenuhi dua tujuan BUMDes, yaitu; menciptakan lapangan kerja dan menciptakan peluang usaha masyrakat mereka.

Permasalahan BUMDes saat ini adalah banyaknya yang tidak aktif sehingga kinerja tidak berjalan baik, hal ini disebabkan oleh lemahnya kemampuan pengelola dalam membuat usaha dan inovasi, tidak menggunakan pemetaan potensi desa, penyertaan modal yang belum memiliki rencana bisnis, peraturan yang tidak ditaati dan pemilihan pengelola masih berdasarkan hubungan keluarga atau kerabat (Indrawijaya et al., 2020). Tidak aktifnya BUMDes menunjukan kinerja usaha yang rendah.

Para peneliti terdahulu telah menemukan bahwa faktor kinerja mampu dipengaruhi oleh perilaku kerja individu (Regen, et al., 2020), kualitas perencanaan (Wazirman, et al., 2020), kreativitas dan inovasi (Amin & Jaya, 2019), gaya kepemimpinan dan budaya organisasi (Aryanto, et al., 2014), profesionalisme dan kompetensi (Kadarsih & Edward, 2014) serta kepuasan kerja dan komitmen organisasi  (Ningsih & Johannes, 2013).

Watkaat (2020) telah menemukan bahwa motivasi pelayanan publik mampu mempengaruhi kinerja. Kinerja dapat dicapai bahkan melebihi target yang ditetapkan dengan memperkuat tugas ekstra selain tugas utama (Chiniara & Bentein, 2017). Individu dengan tingkat motivasi pelayanan publik yang tinggi cenderung menunjukkan tingkat prilaku kewargaan organisasi yang tinggi juga (Abdelmotaleb & Saha, 2019).

Motivasi pelayanan publik didefinisikan sebagai prilaku individu untuk prososial dan perhatian kepada publik namun diatur oleh organisasi publik (Perry et al., 2010). Tugas ekstra dikenal dengan istilah organizational citizenship behavior atau prilaku kewargaan organisasi. Dimensi prilaku kewargaan organisasi dicirikan seperti; menolong, sprotif, berbuat baik, kesadaran, dan membela organisasi dan  dimensi motivasi pelayanan publik dicirkan seperti; kesetaraan, perilaku etis, belas kasih dan perasaan haru dengan menjunjung tinggi nilai-nilai organisasi yang dianut (Organ, 2015; Perry, 1996).

Di sisi lain, dimensi motivasi pelayan publik berhubungan erat dengan dimensi prilaku kewargaan organisasi. Arnoldy et al., (2021) telah  menggabungkan kedua dimensi tersebut dan menemukan bahwa motivasi pelayanan publik mampu dipengaruhi oleh kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional juga telah ditemukan berpengaruh positif terhadap motivasi pelayan publik dan prilaku kewargaan organisasi (Mandla, 2020 & Khaola & Rambe, 2020).

Meningkatkan motivasi pelayanan publik harus melibatkan kepemimpinan transformasional karena merupakan kunci dari motivasi pelayanan publik bisa berjalan (Paarlberg & Lavigna, 2010;  Miao et al., 2018).  Kepemimpinan transformasional adalah gaya pemimpin yang berusaha untuk; memenuhi kebutuhan anggota, meningkatkan motivasi dan moralitas anggota, merangsang dan menginspirasi anggota untuk mencapai hasil luar biasa, serta mengembangkan menjadi pemimpin di hari depan (Bass & Riggio, 2006).

 Hasil penelitian Arnoldy et al., (2021) menemukan indikator yang paling dominan pada variabel kepemimpinan transformasional kepala desa, seperti; memberikan inspirasi saat perangkat desa mendapatkan masalah, mengungkapkan pada perangakt desa tentang tujuan pembangunan desa,memberikan perlakuan profesioanl pada individu perangkat desa. Selain itu, penelitian Arnoldy et al., menemukan kepemimpinan transformasional kepala desa berpengaruh siginifikan terhadap motivasi pelayanan publik perangkat desa dalam melayani kebutuhan masyarakat desa. 

Hubungan kepemimpinan transformasional terhadap motivasi pelayanan publik  pada penelitain ini telah di dukung oleh peneliti lain, seperti; Marques, (2020), Gennaro (2019) dan Miao, et al (2018)  daan menolak temuan dari Mandla, (2020) yang menemukan pengaruh negatif antara hubungan tersebut. Pemimpin transformasional berperilaku dengan cara memotivasi dan menginspirasi orang-orang di sekitar mereka dengan memberikan makna dan tantangan bagi pekerjaan secara antusias dan optimis serta menunjukkan komitmen terhadap tujuan dan visi (Bass & Riggio, 2006).

Avolio & Yammarino (1991) berpendapat, pemimpin transformasional adalah gaya pemimpin yang mengubah cara berpikir kecerdasan anggota untuk memikirkan dan menyelesaikan masalah lama dengan cara baru sesuai dengan nilai-nilai anggota, merangsang kecerdasan diperlakukan saat ada masalah kerja dan saat pengambilan keputusan yang kompleks dan sulit. Ditambahakan oleh Bass & Riggio, (2006), pemimpin transformasional merangsang anggota mereka untuk menjadi inovatif dan kreatif dengan membingkai ulang masalah lama dengan cara baru untuk melihat masalah dari berbagai sudut.

Pembangunan desa yang berkelanjutan sangat dibutuhkan pendamping desa untuk menerapkan pentingnya motivasi pelayanan publik bagi perangkat desa yang dimulai dengan penguatan gaya kepemimpinan transformasional kepala desa sehingga membuat masyarakat desa nyaman dalam meningkatkan pendaptan mereka. Luasnya tugas pendamping desa dalam mendampingi pembangunan dan pemberdayaan desa menjadi masalah penting. 

Diperlukan sekali peran pendamping desa dengan tugas yang khusus, misalnya; pendamping desa hanya berfokus pada pengelolaan BUMDes agar usaha mereka mampu memberikan manfaat sehingga modal usaha yang diberikan melalui dana desa bisa memberikan manfaat untuk masyarakat desa mereka.

Saat ini para pengelola BUMDes masih banyak yang kurang memahami pengelolaan usahanya sehinga keuntungan usahanya mereka sedikit bahkan ada yang rugi. Untuk itu diperlukan sekali pendampingan desa yang khusus bertugas mengawal kemajuan usaha ekonomi desa.

 

4.    Kesimpulan

BUMDes mampu menjadi berkelanjutan apabila mereka mengiktui konsep keberlanjutan yaitu; peraturan yang tersedia, lingkungan alam dan dampak terhadap perekonomian masyarakat setempat. Keberlanjutan dari segi regulasi sangat penting karena mendukung kepastian usaha dan status hukum pengelola.

Para pengelola BUMDes dalam menjalankan motivasi pelayanan publik perlu didorong melalui gaya kepemimpan transformasional dari kepala desa dengan memperkuat prinsip dasar manajemen. Selain itu,  penting sekali dilibatkan peran pendamping desa yang khusus mendampingi BUMDes sehingga usaha yang dijalankan memberikan manfaat kepada masyarakat desa.

 

5.    Daftar pustaka


Abdelmotaleb, M., & S. K. Saha. (2019). Corporate Social Responsibility, Public Service Motivation and Organizational Citizenship Behavior in the Public Sector. International Journal of Public Administration, 42(11), 929–939.

Abdelmotaleb, M., & S. K. Saha. (2019). Corporate Social Responsibility, Public Service Motivation and Organizational Citizenship Behavior in the Public Sector. International Journal of Public Administration, 42(11), 929–939.

Agustino, L. (2003). Analysis of Development Policy in Suligi Village, Pendalian IV Koto District, Rokan Hulu Regency. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 287.

Amin, S., & Jaya, I. (2019). Creativity and innovation in achieving success in traditional cake businesses. Jurnal Perspektif Pembiayaan Dan Pembangunan Daerah, 2(3), 222–231.

Arnoldy, O., Johannes, Edward, & Amin, S. (2021). Why Should Public Service Motivation Important for Village Development. International Conference on Inovations in Social Sciences Education and Engineering (ICoISSEE), 2. http://proceedings.conference.unpas.ac.id/index.php/icoissee/article/view/697%0Ahttp://proceedings.conference.unpas.ac.id/index.php/icoissee/article/download/697/562

Aryanto, Johannes, & Edward. (2014). Pengaruh gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai. Jurnal Dinamika Manajemen, 6(4), 435–444.

Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational Leadership. In Lawrence Erlaburn Associates (Second). https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Boyd, N. M., & Nowell, B. (2020). Sense of community, sense of community responsibility, organizational commitment and identification, and public service motivation: a simultaneous test of affective states on employee well-being and engagement in a public service work context. Public Management Review, 22(7), 1024–1050. https://doi.org/10.1080/14719037.2020.1740301

Breaugh, J., Ritz, A., & Alfes, K. (2018). Work motivation and public service motivation: disentangling varieties of motivation and job satisfaction. Public Management Review, 20(10), 1423–1443. https://doi.org/10.1080/14719037.2017.1400580

Caillier, J. G. (2020). Testing the Influence of Autocratic Leadership, Democratic Leadership, and Public Service Motivation on Citizen Ratings of An Agency Head’s Performance. Public Performance and Management Review, 43(4), 918–941. https://doi.org/10.1080/15309576.2020.1730919

Chalik, A., & Habibullah, M. (2015). Pelayanan Publik Tingkat Desa. Interpena.

Chiniara, M., & Bentein, K. (2017). The servant leadership advantage : When perceiving low di ff erentiation in leader-member relationship quality in fl uences team cohesion , team task performance and service OCB. The Leadership Quarterly, 1–16. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2017.05.002

Creswell, J. W. (2013). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed method approaches. SAGE.

Homberg, F., McCarthy, D., & Tabvuma, V. (2015). A Meta‐Analysis of the Relationship between Public Service Motivation and Job Satisfaction. Public Administration Review, 75(5), 711–722. https://doi.org/10.1111/puar.12423

Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Sekretariat Negara, 1103.

Indrawijaya, S., Lubis, T. A., & Firmansyah. (2020). Faktor-faktor Ketidakaktifan BUMDES di Provinsi Jambi. Salim Media Indonesia.

Johannes, Edward, & Oldy, A. (2021). Public service motivation and transformational leadership of village government to realize sustainable tourism destinations in Kerinci district. Jebac Conference, Nov, 12-13, Faculty Economic Business-Jambi University.

Kadarsih, & Edward. (2014). Pengaruh profesionalisme dan kompetensi terhadap kinerja auditor badan pengawas keuangan. Jurnal Dinamika Manajemen, 2(1), 47–58.

Khaola, P., & Rambe, P. (2020). The effects of transformational leadership on organisational citizenship behaviour : the role of organisational justice and a ff ective commitment. Management Research Review, 1–18. https://doi.org/10.1108/MRR-07-2019-0323

Lubis, T. A., & Firmansyah. (2019). Tata Kelola dan Perilaku Bisnis BUMDES. Salim Media Indonesia.

Mandla, T. (2020). The Effect of Transformational Leadership on Public Service Motivation and Job Satisfaction : The Case of Estonia. Tallinn University of Terchnology.

Mariani. (2021). Optimalisasi sumberdaya manusia perangkat desa di Desa Bukit Pedusunan Kecamatan Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan Singingi. JUhanperak, 2(1), 289–300.

Marques, T. M. G. (2020a). Research on Public Service Motivation and Leadership : A Bibliometric. International Journal of Public Administration, 00(00), 1–16. https://doi.org/10.1080/01900692.2020.1741615

Marques, T. M. G. (2020b). Research on Public Service Motivation and Leadership : A Bibliometric. International Journal of Public Administration, 00(00), 1–16. https://doi.org/10.1080/01900692.2020.1741615

Musyodik, M., Hendro, O., & Moelyati, T. A. (2021). Pengaruh Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Kecamatan Sanga Desa Kabupaten Musi Banyuasin. Jurnal Ilmu Sosial, Manajemen, Akuntansi Dan Bisnis, 2(1), 35–53. https://doi.org/10.47747/jismab.v2i1.187

Ningsih, & Johannes. (2013). Pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai pemerintah. Jurnal Dinamika Manajemen, 1(2).

Nowell, B., Izod, A. M., Ngaruiya, K. M., & Boyd, N. M. (2016). Public Service Motivation and Sense of Community Responsibility: Comparing Two Motivational Constructs in Understanding Leadership Within Community Collaboratives. Journal of Public Administration Research and Theory, 26(4), 663–676. https://doi.org/10.1093/jopart/muv048

Organ, D. W. (2015). Organizational citizenship behavior. In International Encyclopedia of Social & Behavioral Sciences (Second Edi, Vol. 17, Issue 1938). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-097086-8.22031-X

Paarlberg, L. E., & Lavigna, B. (2010). Transformational Leadership and Public Service Motivation: Driving Individual and Organizational Performance. Symposium on Public Service Motivation Research, 70(5), 710–718. https://doi.org/doi:10.1111/j.1540-6210.2010.02199.x

Pan, S. Y., & Lin, K. J. (2015). Behavioral mechanism and boundary conditions of transformational process. Journal of Managerial Psychology, 30(8), 970–985. https://doi.org/10.1108/JMP-07-2013-0242

Perry, J. L. (1996). Measuring Public Service Motivation : An Assessment of Construct Reliability and Validity. Journal of Public Administration Research and Theory, 6(1), 5–22. https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.jpart.a024303

Perry, J. L. (2000). Bringing Society In: Toward a Theory of Public-Service Motivation. Journal of Public Administration Research and Theory, 10(2), 471–488. https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.jpart.a024277

Perry, J. L. (2020). Public service motivation: Putting our intellectual capital to work. Journal of Public Affairs Education, 00(00), 1–3. https://doi.org/10.1080/15236803.2020.1855696

Perry, J. L., Hondeghem, A., & Wise, L. R. (2010). Revisiting the Motivational Bases of Public Service: Twenty Years of Research and an Agenda for the Future. Public Administration Review, 70(5), 681–690. https://doi.org/10.1111/j.1540-6210.2010.02196

Perry, J. L., Wise, L. R., & Perry, J. L. (1990). Bases of The Motivational Public Service. Public Administration Review, 50(3), 367–373. http://www.jstor.org/stable/976618

Regen, R., Johannes, Edward, & Yacob, S. (2020). Employee development model andanassessment on the perspectives of work behavior, motivation, and performance. Research in Business & Social Science, 9(2), 56–69.

Risto, R. W., Kaunang, M., & Pioh, N. R. (2017). Kinerja aparatur pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan publik (studi di Desa Sinsingon Kecamatan Passi Timur Kabupaten Bolaang Mongondow). Jurnal Eksekutif, 1(1).

Schwarz, G., Eva, N., & Newman, A. (2020). Can Public Leadership Increase Public Service Motivation and Job Performance? Public Administration Review, 80(4), 543–554. https://doi.org/10.1111/puar.13182

Setiawan, A. (2019). Membangun Indonesia dari pinggiria. Humas Setkab RI. https://setkab.go.id/membangun-indonesia-dari-pinggiran-desa/

Staats, E. B. (1988). Public Service and the Public Interest. Public Administration Review, 48(2), 601–605. http://www.jstor.org/stable/975760 .

Sugiyono. (2010). Educational Research Methods Quantitative, Qualitative, and R&D Approaches.

Thamrin, H. (2013). Hukum pelayanan Publik Di Indonesia. Aswaja Pressindo.

Van Loon, N. M., Vandenabeele, W., & Leisink, P. (2017). Clarifying the Relationship between Public Service Motivation and In-role and Extra-role Behaviors: The Relative Contributions of Person-job and Person-organization Fit. The American Review of Public Administration, 47(6), 699–713. https://doi.org/10.1177/0275074015617547

Wahyudin, S., Arif, S., Wahyudin, K., Nur, K., Murtodo, & Ismail, A. Z. (2016). Modul Pelatihan Pratugas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat.

Watkaat, A. J. (2020). Penggaruh Kinerja Aparatur Pemerintah Desa Terhadap Mutu Pelayanan Di Desa Tumbur Kecamatan Wertambrian Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Jurnal Sekolah TInggi Ilmu Ekonomi Sumlaki, 2(1), 1–11.

Wazirman, Johannes, & Edward. (2020). The influence of organizational culture, leadership behaviour, civil servants charakter and planning quality of govertment performance. Jour of Adv Research in Dynamical & Control System, 12(3), 628–634.

Wright, B. E., Hassan, S., & Park, J. (2016). Does a Public Service Ethic Encourage Ethical Behaviour? Public Service Motivation, Ethical Leadership and the Willingness to Report Ethical Problems. Public Administration, 93(4), 647–363.

Wuri, J. (2021). Kinerjapegawai dalampelayanan publik di era Covid-19 (Studi Di Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa). Jurnal Politico, 10(4), 1–13.

 

 

 

 

 

Dr. Oldy, A. A : Dampak Penambahan Kuota Beasiswa terhadap Universitas Muara Bungo dan Masyarakat

  Muara Bungo, 8 Desember 2024 – Penambahan kuota beasiswa di Universitas Muara Bungo (UMB) menjadi salah satu langkah strategis yang tidak...

Struktur Sungai

Struktur Sungai

POLA RUANG SUMATERA

POLA RUANG SUMATERA

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi

BERHALE ISLAND

Pulau Berhala
Large selection of World Maps at stepmap.com
StepMap Pulau Berhala


ISI IDRISI TAIGA

ISI IDRISI TAIGA

HOW TO GOIN ON BERHALE ISLAND

Kota Jambi

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo

TERAKHIR DI UPDATE GOOGLE

COMMUNICATE

+62 812731537 01