1.
Landasan
hukum
UU
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pembangunan
Desa pada Pasal 79 menyebutkan bahwa pemerintah desa dalam menyusun
perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada
perencanaan pembangunan Kabupaten/ Kota. Perencanaan pembangunan desa
sebagaimana dimaksud, disusun secara berjangka meliputi:
1. rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan
2. rencana
Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa,
merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun.
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa sebagaimana
dimaksud ditetapkan dengan dalam Peraturan Desa.
Peraturan
Pemrintah RI Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa pada Pasal 123 ayat 2 menyebutkan bahwa salah
satu wujud pembangunan kawasan perdesaan adalah penyusunan rencana tata ruang
kawasan perdesaan secara partisipatif.
Undang-undang
Nomor 6 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan UU No. 6 memiliki hubungan yang kuat
dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Pada
pasal 48 dalam undang-undang Nomor 26/2007 menyebutkan tentang mekanisme penataan ruang kawasan perdesaan, pasal
49 menyebutkan tentang mekanisme perencanaan tata ruang desa, pasal 53
menyebutkan tentang pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan perdesaan, dan pada pasal 54 yang menyebutkan tentang kerja sama penataan ruang kawasan
pedesaan.
Sehubungan
dengan undang-undang dan peraturan pemerintah di atas, selanjutnya Pemeritahan
Propinsi Jambi telaah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2013 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jambi 2013 – 2033. Perda RTRW ini merupakan
acuan dalam membuat rencana tata ruang kabupaten/kota atau rencana tata ruang
perdesaan.
2. Perumusan Masalah
Dalam
UU No.6/20114 Tentang Desa pada pasal 4 menyatakan tentang tujuan pengaturan
desa. Adapun tujuan pengaturan desa yang dimaksud adalah ;
- memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia,
- memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,
- melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa,
- mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama,
- membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab,
- meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum,
- meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional,
- memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional, dan
- memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
Tujuan
pengaturan desa telah memiliki kepastian hukum atau payung hukum dalam
menerapkan bentuk-bentuk pengaturannya. Dengan 9 dimensi tujuan pengaturan desa
maka pemerintahan desa wajib mengikuti pola tujuan pengaturan desa yang telah
ditetapkan UU dan aturan pemerintah.
Dari
9 dimensi tujuan pengaturan desa pada dimensi ke dua tentang memberikan
kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hasil pengamatan di lapangan terdapat beberapa
desa-desa yang belum memiliki status hukum dalam sistem ketatanegaraan RI. Salah satu status hukum dalam ketatanegaraan
yang dimaksud adalah batas wilayah administrasi desa yang terdefinitif secara
tertulis dan terpetakan serta dokumen dan peta-peta penataan ruang desa.
Hasil
dari temuan di lapangan tersebut menunjukan bahwa terdapat beberapa desa yang
belum maksimal dalam menjalankan tujuan pengaturan desa yang terdapat dalam UU
No. 6/2014. Hal ini merupakan permasalah tersendiri dalam menjalankan tujuan
pengaturan desa.
Namun
permasalahan tersebut tidak menjadi kepentingan bagi pemerintahan desa. Kenapa
ini tidak penting ? Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi tidak pentingnya
status hukum yang tercatat dalam ketatanegaraan berupa peta batas wilayah
administrasi dan aturan penataan ruang desa adalah;
- konflik-konlik batas administasi wilayah desa yang belum terselesaikan,
- rendah saluran informasi/sosialisasi tentang pemetaan dan penataan ruang desa yang diterima oleh pemerintah desa,
- mahalnya biaya-biaya untuk pemetaan dan penataan ruang desa.
Persoalan
mahalnya biaya dan rendahnya saluran informasi/sosialisasi tentang pemetaan dan
penataan ruang desa dapat dinegosiasikan sehingga nilai mahal dalam kegiatan
ini bisa di tekan. Untuk batas administrasi wilayah desa dapat dilakukan
pemetaan desa bertujuan sebagai acuan untuk mengajukan permohonan batas desa
berstatus hukum. Berdasarkan pemaparan
di atas maka masalah yang sangat mendasar dapat dikemukakan sebagai berikut ; “Bagaimana
penataan ruang desa sesuai dengan aturan hukum yang berlaku?”
Untuk
menjawab pertanyaan mendasar ini maka dikemukakan sebuah pendekatan yang
melibatkan sistem infromasi geografi (GIS) mengacu pada UU dan peraturan
pemerintah tentang penataan ruang desa serta turunannya.
Penataan ruang wilayah desa bertujuan untuk mewujudkan
ruang wilayah yang memiliki daya dukung dan daya tampung yang seimbang serta merata
berbasis pengelolaan sumber daya alam dan infrastruktur secara optimal dan berkelanjutan.
4. Konsep Penataan Ruang Desa
Desa
adalah wilayah admnistrasi yang terkecil dalam struktur administasi wilayah RI.
Untuk membuat penataan ruang desa harus dipedomankan pada aturan RTRWN, RTRWP
dan RTRWK. Hal utama yang harus dilakukan adalah menginventariskan penggunaan
ruang dalam desa yang termasuk dalam 3 aturan RTRW tersebut berupa struktur
ruang, pola ruang, kawasan strategis, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Setelah ruang tersebut diinventarisir maka selanjutnya
disusun penataan ruang desa menggunakan struktur, pola, pemanfaat dan
pengendalian seperti aturan RTRW. Hasil penataan ruang selanjutnya
dimusyawarahkan untuk dibuat keputusan bersama sebagai acuan untuk membangun
RJPM.
Selain
itu, penataan ruang desa juga menggunakan konsep anilisis dari citra satelit
yang terbarukan untuk menganalisa tutupan dan bukaan permukaan ruang desa serta
mengkaji anilisis potensi dan dampaknya.
5. Output
Penataan
ruang desa akan menghasilkan peta-peta berupa peta ;
1 1. Peta
administrasi
2. Peta jalan kereta api
3. Peta jalan tol
4. Peta jaringan energi
5. Peta jenis tanah
6. Peta kawasan hutan
7. Peta kawasan strategi nasional dan propinsi
8. Peta kawasan strategis
9. Peta kelerengan
10. Peta orientasi wilayah
11. Peta penggunaan lahan
12. Peta pola ruang
13. Peta rawan bencana
14. Peta sampah
15. Peta sebaran penduduk
16. Peta sistem jaringan jalan
17. Peta sistem perkotaan
18. Peta sistem pusat pemukiman
19. Peta struktur ruang
20. Peta tambang
2. Peta jalan kereta api
3. Peta jalan tol
4. Peta jaringan energi
5. Peta jenis tanah
6. Peta kawasan hutan
7. Peta kawasan strategi nasional dan propinsi
8. Peta kawasan strategis
9. Peta kelerengan
10. Peta orientasi wilayah
11. Peta penggunaan lahan
12. Peta pola ruang
13. Peta rawan bencana
14. Peta sampah
15. Peta sebaran penduduk
16. Peta sistem jaringan jalan
17. Peta sistem perkotaan
18. Peta sistem pusat pemukiman
19. Peta struktur ruang
20. Peta tambang
6. Penutup
Diharapkan
dengan terbangunya kerja sama dalam penataan ruang desa maka masalah dalam
tujuan pengaturan desa pada dimensi status hukum yang tercantum dalam
ketatanegaraan dapat diselesaikan dan maksimalisasi pencapaian tujuan
pengaturan desa dapat berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku.