Saat ini, tersedianya tanah bagi ruang kehidupan yang layak dan nyaman menjadi langka. Kondisi ini kian banyak menimbulkan konflik atas hak kepemilikan maupun nilai jualnya. Pada beberapa wilayah, Pemerintahnya seringkali menerapkan kebijakan pembangunan ke atas tanah (vertical development) maupun memanfaatkan ruang dalam bumi bagi kepentingan publik. Demikian disampaikan Direktur Penataan Ruang Nasional Iman Soedradjat dalam Focused Discusion Group Penyusunan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Dalam Bumi, pekan lalu di Jakarta.
Iman menambahkan, pelaksanaan kegiatan ini selain bertujuan untuk menghimpun masukan dalam merumuskan tipologi dan kriteria penggunaan ruang dalam bumi, juga sebagai forum penyamaan persepsi terkait perencanaan maupun penggunaan ruang dalam bumi. Harapannya, pedoman yang sedang disusun dapat menjadi referensi ataupun acuan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di masa mendatang.
Terkait penyusunan pedoman ini, selain studi literatur juga perlu dilakukan kajian terkait hukum dan regulasi, kondisi perencanaan, finansial, teknologi, dan lingkungan. Dalam kriteria yang disusun nantinya perlu dirumuskan pengaturan penggunaan lahan yang berbeda antara ruang di atas permukaan tanah dengan ruang dalam bumi yang ada dibawahnya, demikian pula dengan penggunaan lahan yang sama antara ruang di atas dan di dalam bumi. ”Kriteria yang disusun juga nantinya harus dapat membedakan antara kriteria ruang dengan kelayakan teknologi, khususnya terkait dengan pembangunan transportasi bawah tanah,” tegas Iman.
Secara garis besar komponen yang perlu diatur pada ruang dalam bumi mencakup transportasi, utilitas, bangunan gedung, dan pertambangan. Hanya saja persyaratan dan kriteria yang diatur cukup dari aspek ketataruangannya saja, dan tidak mengatur aspek teknis maupun sektoral, imbuh Kasubdit Pedoman Penataan Ruang Nasional, Cut Safana.
Ditambahkan oleh perwakilan dari Kementerian ESDM Aminuddin, ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan antara lain kelestarian lingkungan, koneksitas, sinkronisasi, keselamatan, kestabilan bangunan/konstruksi baik yang berada di atas maupun bawah permukaan tanah, integrasi, aksesibilitas, fungsi dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan, serta peninggalan cagar budaya. Selain itu ditinjau dari aspek geologi dan hidrogeologi, yang perlu diperhatikan adalah sifat keteknikan tanah, arah aliran/pola arus air tanah, struktur geologi yang bersifat mikro, serta aspek kegempaan.
Dalam kegiatan ini juga mengemuka permasalahan hak atas tanah terhadap ruang dalam bumi. Hal ini muncul karena pada implementasinya banyak pengelola gedung yang membuat basemen melebihi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) seharusnya, bahkan ada yang membangun basemen di bawah jalan atau ruang publik. Untuk itu timbul wacana jika pengaturan hak atas tanah sebaiknya tidak lagi dua dimensi, tapi tiga dimensi.
Merry Morfosa dari Pemda DKI Jakarta menambahkan, jika kepastian hak atas tanah di dalam bumi belum ada, daerah dapat mengeluarkan Perda atau Pergub sebagai dasar hukum bagi kegiatan maupun pembangunan di ruang dalam bumi. Masukan lain yaitu selain berisi kriteria penggunaan ruang dalam bumi, pedoman ini sebaiknya menambahkan aspek pengendalian pemanfaatan ruang khususnya pengembangan perangkat insentif dan disinsentif, kelembagaan, serta kerjasama antar stakeholder. (abr/ibm)dikutip dari : http://www.penataanruang.net/detail_b.asp?id=1194
Iman menambahkan, pelaksanaan kegiatan ini selain bertujuan untuk menghimpun masukan dalam merumuskan tipologi dan kriteria penggunaan ruang dalam bumi, juga sebagai forum penyamaan persepsi terkait perencanaan maupun penggunaan ruang dalam bumi. Harapannya, pedoman yang sedang disusun dapat menjadi referensi ataupun acuan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di masa mendatang.
Terkait penyusunan pedoman ini, selain studi literatur juga perlu dilakukan kajian terkait hukum dan regulasi, kondisi perencanaan, finansial, teknologi, dan lingkungan. Dalam kriteria yang disusun nantinya perlu dirumuskan pengaturan penggunaan lahan yang berbeda antara ruang di atas permukaan tanah dengan ruang dalam bumi yang ada dibawahnya, demikian pula dengan penggunaan lahan yang sama antara ruang di atas dan di dalam bumi. ”Kriteria yang disusun juga nantinya harus dapat membedakan antara kriteria ruang dengan kelayakan teknologi, khususnya terkait dengan pembangunan transportasi bawah tanah,” tegas Iman.
Secara garis besar komponen yang perlu diatur pada ruang dalam bumi mencakup transportasi, utilitas, bangunan gedung, dan pertambangan. Hanya saja persyaratan dan kriteria yang diatur cukup dari aspek ketataruangannya saja, dan tidak mengatur aspek teknis maupun sektoral, imbuh Kasubdit Pedoman Penataan Ruang Nasional, Cut Safana.
Ditambahkan oleh perwakilan dari Kementerian ESDM Aminuddin, ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan antara lain kelestarian lingkungan, koneksitas, sinkronisasi, keselamatan, kestabilan bangunan/konstruksi baik yang berada di atas maupun bawah permukaan tanah, integrasi, aksesibilitas, fungsi dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan, serta peninggalan cagar budaya. Selain itu ditinjau dari aspek geologi dan hidrogeologi, yang perlu diperhatikan adalah sifat keteknikan tanah, arah aliran/pola arus air tanah, struktur geologi yang bersifat mikro, serta aspek kegempaan.
Dalam kegiatan ini juga mengemuka permasalahan hak atas tanah terhadap ruang dalam bumi. Hal ini muncul karena pada implementasinya banyak pengelola gedung yang membuat basemen melebihi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) seharusnya, bahkan ada yang membangun basemen di bawah jalan atau ruang publik. Untuk itu timbul wacana jika pengaturan hak atas tanah sebaiknya tidak lagi dua dimensi, tapi tiga dimensi.
Merry Morfosa dari Pemda DKI Jakarta menambahkan, jika kepastian hak atas tanah di dalam bumi belum ada, daerah dapat mengeluarkan Perda atau Pergub sebagai dasar hukum bagi kegiatan maupun pembangunan di ruang dalam bumi. Masukan lain yaitu selain berisi kriteria penggunaan ruang dalam bumi, pedoman ini sebaiknya menambahkan aspek pengendalian pemanfaatan ruang khususnya pengembangan perangkat insentif dan disinsentif, kelembagaan, serta kerjasama antar stakeholder. (abr/ibm)dikutip dari : http://www.penataanruang.net/detail_b.asp?id=1194
Copyright © Direktorat Jenderal Penataan Ruang - Departemen Pekerjaan Umum. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar