Sudah menjadi rahasia umum bahwa situasi dan kondisi kawasan perbatasan RI tidak ideal sebagai kawasan yang memiliki peran penting bagi sebuah negara.
Hampir semua literatur dan penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar kawasan perbatasan RI dalam kondisi yang terbelakang, utamanya dari sisi kesejahteraan (prosperity), keamanan (security) dan infrastruktur. Kondisi yang tidak boleh dibiarkan dan perlu mendapatkan perhatian serta penanganan serius dari semua pihak.
Pandangan tersebut dikemukakan Mahendra Putra Kurnia, mahasiswa S3 ilmu hukum universitas Brawijaya dalam disertasinya yang diuji pada hari Sabtu (02/04). Disertasinya mengambil judul "Hukum Kewilayahan Indonesia : Harmonisasi Hukum Pengembangan Kawasan Perbatasan NKRI Berbasis Teknologi Geospasial". Secara filosofis, menurut Mahendra, problematika di kawasan perbatasan di Indonesia terletak pada landasan filsafat atau pandangan menjadi dasar cita-cita dan tujuan pendirian negara RI.
Konsepsi tentang ruang negara juga merupakan problematika teoritis banyak pejabat Indonesia selain tidak paham Hukum Laut Internasional meskipun memerintah negara kepulauan juga tidak punya kesadaran ruang dan kesadaran garis batas sebagaimana diajarkan dalam geopolitik.
Beralih ke problematika yuridis, permasalahan kawasan perbatasan tidak hanya sekedar menegaskan garis batas negara, tetapi jauh lebih penting perbatasan sebagai bagian dari wilayah negara dimana pengelolaannya tidak terlepas dari kebijakan maupun peraturan yang bersifat nasional sehingga dapat tercipta lingkungan yang kondusif baik untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Mahendra berpendapat terdapat banyak tumpang tindih undang-undang dan lembaga yang mengatur mekanisme perbatasan RI. Banyak terdapat disharmoni (atau ketidaksinkronan) dalam perundang-undangan seperti terjadinya perbedaan penafsiran kewenangan dalam kerangka otonomi daerah.
Masalah lain misalnya instrument hukum ratifikasi perjanjian batas negara dan titik koordinat yang beragam. Dari segi lembaga pun tidak efektif dan efisien karena jumlah institusi yang terlibat banyak dan sering tumpang tindih. Mereka menggunakan data informasi yang tidak sama dalam mengambil suatu kebijakan. Oleh karenanya, Mahendra menawarkan konsep pembaruan hukum dengan ide one regulation one body.
Ide one regulation dikonkritkan dengan usulan pembentukan UU wilayah NKRI yang secara substansial mengatur seluruh aspek kewilayahan NKRI, baik yang berada di bawah kedaulatan penuh, hak berdaulat ataupun hak-hak lain sebagaimana diatur hukum internasional, mulai dari bawah tanah sampai ruang angkasa, termasuk di dalamnya, pengaturan dan pembentukan badan yang berkempeten dan berwewenang atas kawasan perbatasan.
Dari ide one regulation one body ini, paradigm yang diharapkan adalah pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI yang komprehensif, efektif, efisien, dan berbasis teknologi. Teknologi yang dimaksud di sini adalah teknologi geospasial yang menghasilkan data dan informasi geospasial. Data dan informasi geospasial ini wajib dimanfaatkan dalam setiap proses pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI (termasuk kawasan perbatasan di dalamnya).
Mahendra menyarankan supaya para pemangku kebijakan dan juga masyarakat Indonesia disarankan agar mulai mengubah paradigm dan orientasi pembanguan kewilayahan NKRI konvensional menjadi pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI yang komprehensif, efektif, efisien, dan berbasis teknologi.
Tanpa harus menunggu lagi ide UU wilayah NKRI dan ide BNKP RI terealisasi, setiap kegiatan perencanaan pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI wajib memanfaatkan teknologi geospasial yang menghasilkan data dan informasi geospasial sebagai bagian dari proses perencanaan tersebut.
Walaupun sesungguhnya pemanfaatan teknologi geospasial ini tidak terbatas pada kegiatan perencanaan saja, tetapi sangat penting juga untuk dimanfaatkan pada kegiatan penataan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pembangunan, pengembangan dan pengelolaan wilayah NKRI.
Mahendra Putra Kurnia SH., MH., pria kelahiran Malang. Jenjang pendidikan S1, S2, dan S3 ia tempuh di UB. Sejak tahun 2003 ia tercatat sebagai dosen tetap di FH Universitas Mulawarman Samarinda Kalimantan Timur dan mengampu mata kuliah hukum internasional, hukum organisasi internasional, dan hukum perniagaan internasional. Aktif sebagai pemimpin redaksi risalah hukum, sebuah jurnal hukum di Universitas Mulawarman.
Ia juga aktif menulis buku-buku ilmiah ilmu hukum di antaranya "Pedoman Naskah Akademik Perda Partisipatif" dan "Hukum Kewilayahan Indonesia : Dasar Lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dan Konsep Pengelolaan Pulau-pulau Terluar NKRI"
Sumber : http://hukum.ub.ac.id/newsdetail.php?id=101
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Alfin SH dan Azhar Hamzah: Memajukan Desa di Sungai Penuh melalui Implementasi Pedoman Pembangunan Desa dan SDGs
Sungai Penuh - Alfin SH dan Azhar Hamzah, calon walikota dan wakil walikota Sungai Penuh, berkomitmen memajukan desa-desa di wilayahnya deng...
STUDY TATA RUANG
Struktur Sungai
-
*Kota Sungai Penuh* — Alfin SH, calon kuat dalam pemilihan Wali Kota Sungai Penuh, kembali menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak hanya tentan...
POLA RUANG SUMATERA
Kec. Jambi Selatan - Kota Jambi
BERHALE ISLAND
ISI IDRISI TAIGA
Desa Batu Kerbau - Kab. Bungo
PERATURAN TATA RUANG
DOWNLOAD PETA-PETA
Labels
Study Tata Ruang
(6)
Geospasial
(3)
PETA RTRW
(3)
PERDA RTRW
(2)
Peta Taman Nasional Bukit 30
(2)
Gunung Kerinci
(1)
Perencanaan Wilayah dan Kota
(1)
Peta Administrasi
(1)
SPASIAL
(1)
TANYA-JAWAB
(1)
TNBT
(1)
UU No 4/11 Informasi Geospasial
(1)
COMMUNICATE
+62 812731537 01
Tidak ada komentar:
Posting Komentar